Ini Rahasia Memenangkan Pemilu

Dalam artikel opini yang ditayangkan Detik (pada Senin 4 Desember 2023) berikut ini, Anda dapat mempelajari bagaimana para politisi itu memenangkan pemilu.

Emosi publik digugah ketika seorang calon presiden melakukan gerak tari yang gemoy di panggung. Emosi kita juga terpantik mengikuti peristiwa di Mahkamah Konstitusi (MK). Keriangan lewat hiburan lucu, juga rasa keadilan yang terusik dan kepercayaan rakyat yang merosot, semuanya adalah soal emosi. Berbeda dengan hitung-hitungan proyek infrakstruktur yang merupakan urusan kognisi, kita paham bahwa keadilan dan kepercayaan adalah perkara emosi. Juga kekesalan, bahkan marah karena merasa dikhianati (jika ada), juga urusan perasaan.

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, misalnya, mengusap airmatanya saat diwawancarai Akbar Faizal dalam podcast-nya, sehingga rekaman video yang tayang pada 9 November lalu itu diberi judul, “Tangisan Hasto Kristiyanto Untuk Jokowi: “Pak Jokowi Harus Tau Sisi Gelap Istana.”

Memang belakangan kita menyaksikan banyak drama dalam dinamika menjelang Pemilu 2024. Presiden Jokowi pun pernah bilang bahwa politik lebih banyak diwarnai perasaan dan bukan adu gagasan. Singkatnya banyak ‘drakor’ dituntukkan politisi. Ada yang geram, sedih, marah, kecewa, tetapi ada yang senang dan tertawa.

Semuanya adalah perkara emosi. Kita juga menyaksikan suguhan emosi teramat keras pada tragedi pembantaian ribuan anak tak berdosa di Gaza, Palestina.

Lazim dalam drama politik, pihak yang merasa dirugikan mengkapitalisasi peristiwa itu guna mencari simpati publik, bahkan memainkan taktik “playing victim.” Pada pemilihan presiden Amerika Serikat 2016, Donald Trump menggunakan strategi pemantikan emosi, bergaya seolah jadi korban demi menarik simpati pemilih kulit putih. Israel pun berlagak menjadi “korban” serangan Hamas.

The Public Religion Research Institute dan The Atlantic Monthly menyatakan, ketakutan pemilihlah yang mengantarkan Trump ke Gedung Putih — bukan kesulitan ekonomi (Zhang & Clark, 2019). Pemilih kelas pekerja kulit putih mengatakan sering merasa seperti “orang asing di negeri sendiri” dan percaya bahwa AS perlu dilindungi dari pengaruh asing. Mereka 3,5 kali lebih cenderung mendukung Trump daripada mereka yang tidak memiliki kekhawatiran ini.

Trump menciptakan retorika dengan mengombinasikan rasa takut dan kepercayaan, sehingga orang kulit putih Amerika yang takut pada liyan (orang lain) dan yakin adanya ancaman pada budaya mereka, menjadi tidak peduli apakah argumen Trump masuk akal atau tidak.

Para pelaksana kampanye politik di AS tahu persis bahwa kampanye tak bisa dimenangkan hanya dengan mengemukakan fakta. Khususnya di zaman digital, ketika “medan perang” kampanye makin bergerak ke media sosial, berita online, YouTube, dan blog. Tim sukses Trump sangat memahami pentingnya peran emosi. “Dua pendorong dasar bagi manusia untuk menerima informasi adalah harapan dan rasa takut. Sering keduanya tidak disebutkan dalam kata-kata dan bahkan tidak disadari,” kata Mark Turnbull dari Cambridge Analytica. “Kampanye pemilu tidak bisa hanya mengandalkan fakta, sebab kenyataannya semua adalah persoalan emosi,” tambah Turnbull. Maka wajar dalam kampanye Trump tampil sebagai korban (playing victim) akibat ancaman terhadap diri mereka, dan upaya ini berhasil.

Memantik emosi publik

Simpati publik merupakan emosi—sebagaimana rasa sedih, marah, gembira, dan sebagainya. Kehidupan kita diwarnai emosi. Peristiwa emosinal lah yang paling terekam dalam perjalanan hidup kita, seperti saat pertama kali menemukan kekasih atau ketika ditinggal orang yang disayangi.

Emosi sendiri adalah keniscayaan, sesuatu yang sangat manusiawi. Paul Ekman (2003) misalnya, menjelaskan adanya tujuh emosi dasar yang tampak pada wajah manusia secara universal, seperti gembira, sedih, marah, takut, dan jijik. Tentu banyak variasi emosional di antaranya seperti perasaan cemas, cemburu, harapan, simpati, lega, dan sebagainya, walakin dalam komunikasi politik dan kehidupan sehari-hari, para ahli retorika menjelaskan bahwa, seseorang hanya bisa mempersuasi publik apabila berhasil memantik emosi mereka.

Memang ada unsur lain dalam persuasi, seperti kredibilitas, karisma, dan argumen logis misalnya yang didukung data valid, tetapi semuanya hanya bisa efektif kalau komunikator  berhasil memantik emosi publiknya. Boleh jadi seorang politisi menunjukkan pembicaraan persuasif guna menguatkan sebuah sikap, mengubah keyakinan, atau menggerakkan publik untuk bertindak, walakin banyak penelitian yang merujuk pada pemikiran Aristoteles (384-322 SM) menegaskan bahwa, ajakan logis (logical appeals) dan ethos (credibility appeals) saja tak akan berhasil bila tidak disertasi dengan pemantikan emosi terhadap audiens.

Apabila appeal emosional dan appeal logis sama-sama digunakan untuk mencapai tujuan pembicaraan persuasif secara efektif, biasanya audiens akan lebih dulu merespon konten emosional, baru kemudian memeriksa bukti-bukti logisnya. Mengombinasikan emosi dan logika dapat menggandakan dampak. “Ajaklah calon pemilih untuk tertawa, menangis, bersimpati, atau marah lebih dulu, baru setelah itu tunjukkan alasan logis yang mendukung emosi tadi.”

Appeal logis merupakan urusan kognisi, didasarkan pada pengetahuan dan alasan, memerinci cara orang berpikir. Melalui bukti-bukti, appeal logika mengajak audiens untuk mengambil kesimpulan dari informasi. Appeal emosi adalah perkara perasaan, afeksi. Appeal emosional (pathos) didasarkan pada psikologi dan semangat (gairah), menjelaskan cara “merasakan” sesuatu.

Persuasi bahkan terjadi juga dalam retorika digital melalui pemanfaatan hypertext sebagai titik pusat (focal point) sebuah jejaring. Hasil penelitian disertasi penulis sendiri membuktikan bahwa, tiga dokter influencer di media sosial berhasil mengubah niat hidup lebih sehat 581 followers mereka berkat pemunculan emosi positif dalam diri para pengikut.

Emosi dalam politik

Dalam politik, Bung Karno, Mandela, Malcolm X, dan Obama dipersepsi audiens sebagai pembicara karismatik. Mereka memukau berkat kemampuan mengirim sinyal verbal dan nonverbal, dinamis, penuh energi, dan antusiasme, sehingga memperoleh perhatian audiens, dianggap kompeten, dan kredibel.

Bung Karno saat pidato (sumber foto: blog cintamerahputih)

Tetapi, karisma saja tidak cukup. Kredibilitas juga membutuhkan ekspertise dan keterpercayaan (trustworthiness). Semuanya membentuk ethos sang tokoh di depan audiens. Jika ethos lemah, audiens tidak akan menghormatinya, sehingga dia sulit mempersuasi massa, terlepas dari segala appeal logis dan emosional (pathos) yang digunakan. Sebaliknya, meski sang tokoh punya ethos kuat dan menerapkan berbagai alasan logis, ia belum bisa “menggerakkan” audiens jika tidak mampu memantik emosi.

Dalam politik, pada akhirnya pemantikan emosilah yang paling berperan. Itu sebabnya tiap kali pemilu banyak orang memilih berdasarkan alasan emosional ketimbang landasan logis. Tak heran kalau kemudian perencanaan program masa depan seolah tersingkirkan dalam perebutan suara oleh para kontestan pemilu.

Fakta dan alasan saja tidak cukup

Kini teknologi informasi menyediakan lebih banyak fakta. Terdapat ratusan juta situs di Internet, dan sekitar 99 ribu searches di Google setiap detik. Tetapi, tanpa ada pemantikan emosi, argumen rasional yang cuma didukung fakta tidak bisa mempersuasi atau menggerakkan kita. Banyak studi menunjukkan bahwa fakta dan alasan (reason) tidak bisa menjawab masalah. Ketika harus mengambil keputusan, akses pada informasi yang reliable tidak selalu dapat menghasilkan keputusan yang rasional dan tepat. Barangkali itu sebabnya angka-angka polling belum bisa memastikan hasil akhir pemilu.

Ketika menganalisis pengambilan keputusan dan keterbukaan terhadap persuasi, orang mesti menyadari bahwa otak manusia bukan hanya sekadar sebuah organ. Ada empat bagian otak yang bekerja pada waktu berbeda: wilayah reptilian brain (yang bertanggungjawab pada fungsi vital); otak tengah (di antaranya mengatur tidur dan motivasi); sistem limbic yang penting dalam fungsi emosi; dan cortex yang di antaranya bertanggungjawab mengurusi abstraksi pemikiran dan perencanaan. Ibarat konser, semua bagian otak itu bekerja dalam kebersamaan, sehingga mustahil bagi kita memisahkan pikiran rasional dari emosi.

Dari sudut pandang politik, retorika afektif sangat penting untuk menentukan cara informasi diproses dan suasana hati digunakan oleh para politisi untuk menghasilkan identifikasi, atau bayangan mereka akan diingat seperti apa oleh calon pemilih. Banyak studi menyimpulkan bahwa kandidat presiden yang berhasil menggunakan bahasa emosional dan komunikasi karismatik lazimnya lebih unggul dalam mempengaruhi pemilih.

Tampilan afektif tidak dapat dihindari dalam politik saat ini, dan telah terbukti lebih mempengaruhi pemilih daripada afiliasi partai atau ideologi kandidat. Itu pula sebabnya banyak politisi yang juga menunjukkan image afektif sebagai orang yang sangat mencintai pasangannya (atau terlalu menyayangi anaknya) di depan umum.

###

Ketika Keisha Bertemu Dokter yang Mengoperasinya 15 Tahun Lalu

Pernahkah Anda bayangkan, dokter yang mengoperasi dan menyelamatkan nyawa saat Anda bayi kini ada di depan mata? Di bawah ini cerita pendek tentang Keisha, yang dibawa ibunya menjumpai sang dokter yang menyelamatkan jiwanya 15 tahun silam. Begini kisahnya:

Tiga hari sesudah melahirkan, dokter Devi Galangi diberitahu bahwa anaknya mengalami hernia diafragma, yakni adanya semacam “lubang” pada organ yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Waktu itu usia bayinya baru 3 hari. Masih merah, dan sangat fragile. Namanya Keisha. Akibat hernia diafragma itu organ lambung dan ususnya naik ke atas, mendesak jantung dan paru-paru yg ada dalam rongga dadanya, sehingga dikuatirkan dapat mengancam nyawanya.

Syukur alhamdulillah, operasi berjalan lancar.

Meski Keisha harus terus dimonitor, tapi berkat perhatian sang ibu, Keshia terus tumbuh menjadi anak yg sehat. Dia lincah dan pintar pula. Kini Keisha sudah jadi gadis cantik berusia 15 tahun.

Tidak diduga, Minggu siang (17 September 2023) lalu Devi ketemu dengan dokter Alexandra, ahli bedah anak yang mengoperasi Keisha 15 tahun silam. Saat itu, Alex yang juga alumnus FK Unpad, ikut acara reuni di villa Dr. Hasmoro, Pasir Muncang, Caringin, Bogor itu. Acara itu dihadiri 100-an orang, termasuk saya yang nulis ini.

Pada awalnya adalah Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran (FK) Unpad, dr. Lia Gardenia Partakusumah yang menjadi penyebab pertemuan itu. Awalnya begitu Devi (sang ibu) mendengar pembawa acara menyebut nama dr. Alexandra , ahli bedah anak RSAB Harapan Kita, ia langsung bicara dengan dr. Lia. Maka Ketua IKA FK Unpad itu langsung menjelaskan tentang dr. Alex yang lama dikenalnya. Akhirnya, dr. Lia minta mereka maju ke depan untuk saling bertemu, disaksikan pada peserta reuni yang lain. Lia juga lah yang mendorong Keisha yang tadinya malu-malu, untuk maju ke depan, menemani ibunya.

Ketua IKA FK Unpad, dr. Lia Gardenia Partakusumah di acara reuni FKUP, 17 Sept 2023

Maka, bertemulah Devi yang lulusan FK Unpad dan bekerja di RS Hermina Galaxy (Bekasi) dengan dokter Alexandra.

Ketika maju ke depan, Devi bercerita pada Alex, rekan sejawatnya itu, lalu dan menunjukkan si cantik Keisha pada Alex. Devi hendak mengungkapkan rasa syukur dan terimakasih pada sang dokter bedah anak itu.

Cerita ini juga dimuat di Instagram berikut (klik di sini).

Dokter Alexandra (tengah) bersama rekan-rekan dokternya saat reuni, 17 September 2023.

Sedikit tentang Hernia Diafragma.

Belum ada data berapa sering hernia diafragma bawaan lahir (congenital diaphragmatic hernia, CDH) di Indonesia, tetapi data di AS menunjukkan bahwa CDH ditemukan pada 1 dari 3.000 bayi baru lahir, dan lebih sering banyak terjadi pada bayi laki-laki.

Spellar et al. (2023) menulis di papernya bahwa insidensi CDH diperkirakan berjumlah antara 0,8 sampai 5 di antara 10.000 kelahiran. (Cek artikel Spellar et al. di sini).


Di samping CDH (seperti yang terjadi pada Keisha), ada pula jenis hernia diafragma lain yg terjadi misalnya akibat kecelakaan. Jenis “acquired diaphragmatic hernia” (ADH) ini jumlahnya mencapai 0,8-3,6% penderita yg mengalami trauma tumpul, misalnya akibat pukulan (atau kecelakaan) atau luka tajam akibat sesuatu yang menembus dada dan perut.

Meski jarang, tapi ADH bisa menyebabkan organ saluran pencernaan terjepit atau tercekik (strangulation) sehingga mengancam nyawa penderitanya. Angka kematiannya mencapai hingga 31%.
(Spellar et al, 2023). Oleh karena itu diagnosis yang tepat dan tindakan cepat harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.

Pernahkah Anda “Terjebak”?

Pernahkah Anda (merasa) terjebak? Seperti apa pengalaman Anda? Di bawah ini sedikit cerita saya.

Pada 6 Maret 2023 saya diundang teman ngopi-ngopi. Awalnya mau ketemu di sekitar Kuningan, Jakarta, tetapi kemudian dipindahkan ke sekitar Senayan. Saya pikir tadinya mau ngobrolin soal disertasi. Kebetulan pada saat itu kawan tadi — sebut saja namanya “W” — baru lulus sidang promosi doktor, sedangkan saya sedang mengejar ujian menyusulnya, sehingga maksud saya bisa tanya-tanya soal ujian itu padanya sebagai “kakak kelas.” (Alhamdulillah sejak 16 Agustus lalu saya sudah promosi doktor).

Tetapi di luar dugaan saya ia rupanya mengajak beberapa kawannya, yang belakangan baru saya ketahui bahwa, mereka itu adalah ‘upline‘ W di bisnis MLM yang ditawarkan pada saya. Singkat cerita, mereka pun melakukan presentasi sebuah bisnis yang katanya sangat bagus, produknya berkaitan dengan AI yang sekarang lagi ngetren. Ajakan dengan berbagai bumbu yang sangat menarik itu seolah menghipnotis saya. Dalam waktu relatif singkat, mereka berhasil memasukkan saya ke dalam jaringan usaha yang namanya adalah Talk Fusion. Rasanya saya telah “tersihir”. Sebelumnya saya memang merasa tenang karena adanya kawan W di situ. Juga pada saat diberitahukan ada kawan lain (sesama bekas wartawan) di dalamnya, saya pun sempat menelponnya di depan W. Kawan ex wartawan tadi pun meyakinkan saya. “Udah buruan masuk, segera transfer aja,” katanya dari balik telepon.

Ada sebuah blog dalam bahasa Indonesia yang membicarakan soal Talk Fusion ini. Dibuat beberapa tahun silam, blog atas nama Maxmanroe itu masih terus aktif sampai sekarang, dan menerima komentar banyak orang, pro dan kontra. Klik saja di tautan ini.

Walhasil, saya pun mentransfer uang ke rekening bank swasta yang diberikan “CP,” atasan (upline) W. Ternyata itu nomor rekening seseorang bernama “KS,” bukan nama perusahaan. Jumlahnya sekitar 36 juta rupiah, yakni setara US$ 2.000.

Sebelumnya, pada saat presentasi CP menunjukkan berbagai produk Talk Fusion yang juga tersedia dalam aplikasi “Suite” yang ada di Play Store Android HP kita. Produk yang ada di situ, antara lain adalah video conferencing, aplikasi meeting yang katanya lebih efisien daripada Zoom, dan lain-lain.

Bila melihat berbagai situs Talk Fusion seperti Facebook dan Twitter, tampak ada macam-macam aktivitas, tetapi tidak sebanyak yang diharapkan bagi sebuah perusahaan yang mengklaim dielu-elukan bisa membuat para partner yang bergabung menjadi kaya-raya. Dalam laman Facebooknya, misalnya, lebih banyak berisi propaganda yang mirip company profile perusahaan. Komentar pada konten yang diunggah dari followers (yang jumlahnya 64 ribu) juga rata-rata hanya dua sampai lima saja, kecuali saat ulangtahun Bob Reina, pendiri Talk Fusion pada 31 Mei 2023, yang meraih 17 komentar. Followers Talk Fusion (yang menyebut dirinya sebagai internet company) di Facebook berjumlah 64 ribu. Jangan menyatarakannya dengan raksasa seperti Alibaba atau Amazon yang mengantongi berjuta-juta followers, tetapi bandingkan saja dengan perusahan internet company lain seperti Baidu (China) yang mencapai 177 ribu followers, atau Naver (Korea) yang mengantongi 144 ribu followers. Tidak salah, sebab nama Talk Fusion belum masuk dalam daftar 105 perusahaan internet companies kelas dunia yang disajikan Wikipedia (klik di sini).

Alhasil, saya kemudian meneliti situs Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sampai hari ini salah satu informasi yang masih bertengger di laman OJK adalah peringatannya mengenai Talk Fusion ini (dimuat dalam mengenai siaran pers OJK yang berjudul), “Satgas Waspada Investasi Perintahkan Talk Fusion Segera Hentikan Kegiatan,” yang bisa dilihat melalui tautan berikut ini.

Halaman Facebook Talk Fusion

Sekitar seminggu sesudah pertemuan 6 Maret itu saya mulai tanya-tanya, dan mencari informasi dari sana-sini. Ternyata di Internet banyak berita negatif soal ini dari berbagai media yang dipublikasikan mulai 2017. Di antara berita itu adalah:

  • Berita di Metro TV ini (tayang pada 13, Oktober 2017) hingga kini telah ditonton 46.485 kali. Judul dalam video yang sudah diunggah di YouTube itu adalah: “Kisruh Investasi Talk Fusion.” Seorang penonton YouTube itu (akun @elge4650) pada dua tahun lalu (yakni 2021) mengatakan bahwa, “Yang paling banyak menjadi korban TF ini justru teman dekat dan keluarga sendiri. Karena teman atau keluarga sendiri, maka jarang ada yang melapor ke polisi melainkan didiamkan saja.
  • CNN, september 2017: Iming-iming Merdu Pepesan Kosong, yang antara lain mengatakan bahwa, produk yang dijual oleh perusahaan asal Amerika Serikat itu tak berfungsi. CNN juga mengutip pernyataan seorang dokter yang mengklaim dirinya menjadi salah satu korban.
  • Detik, 28 Februari 2018: Sejumlah WNI di Melbourne merasa ditipu Talk Fusion (klik di sini). Macam-macam cerita para warga itu, yang intinya semua mengeluh, merasa dihipnotis, ditekan dan dirayu oleh teman yang mengajak mereka bergabung masuk dalam bisnis itu dengan menyetor uang (saat itu) sekitar $ 5.000.
  • Pada 16 September 2017 Merdeka.com, menulis antara lain bahwa, Ratusan orang merasa tertipu investasi MLM Talk Fusion. “Perusahaan yang didirikan di Tampa Florida Amerika Serikat sejak tahun 2007 ini masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 2012 yang dibawa oleh Mario Halim dan Marselinus Halim,” tulis Merdeka. Seluruh kegiatan Talk Fusion diselenggarakan oleh perusahaan Indonesia, V Trust. Lewat pemasaran tersebut para korban dijanjikan mendapatkan keuntungan jika berhasil merekrut anggota baru. Saat itu, Perwakilan korban, Azis Asopari mengatakan dirinya bersama ratusan warga lainnya merasa tertipu dengan investasi yang diikutinya di Talk Fusion. Talk Fusion dikatakannya adalah perusahaan MLM yang menjual aplikasi informasi dan teknologi. Aziz mengatakan, bersama korban lainnya merasa tertipu karena ternyata perusahaan ini belum memiliki izin. Bahkan oleh OJK perusahaan ini dirilis sebagai perusahaan investasi bodong oleh OJK pada Januari 2017 lalu.

Sesudah menerima berbagai informasi dari media dan tanya kanan-kiri, saya pun memutuskan untuk mundur dari Talk Fusion dan minta uang saya dikembalikan. Saya hubungi W dan CP melalui WhatsApp mereka dan menanyakan beberapa, di antaranya: (1) bagaimana caranya agar uang saya dikembalikan; (2) mengapa tidak ada kontrak tertulis semacam terms & conditions yang saya tandatangani; dan (3) mengapa waktu itu saya harus mentransfer uang ke nama pribadi seseorang yang tidak saya kenal (yakni “KS”) dan bukan kepada perusahaan (siapakah orang itu)? Untung bukti transfer uang itu masih saya simpan sampai sekarang. Sangat disayangkan, sampai sekarang ketika saya menulis ini, tetap tidak diberikan jawaban. Yang ada mereka minta saya atur waktu untuk bertemu agar mendapat penjelasan. Saya bilang, “jawablah dulu pertanyaan saya, dan nanti saya akan lihat apakah masih perlu bertemu atau tidak.

Saya bertanya-tanya ketika membaca berita-foto yang diunggah Sindonews (20 November 2017) ini. Di situ disajikan foto ketika Manajer Operasional PT Talk Fusion Indonesia (TFI) Rioavianto Soedarno berbincang dengan dua associate Talk Fusion di sela acara HERO 2017 yang digelar TFI di Econvention, Ancol, Jakarta, Minggu (19/11/2017). TFI sebagai perwakilan Talk Fusion Inc yang menjalankan bisnis penjualan langsung di bidang cloud service secara resmi beroperasi di Indonesia seiring dikeluarkannya Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) oleh Kementerian Perdagangan RI pada pertengahan November lalu. << Pertanyaan saya, apakah perwakilan Talk Fusion itu bernama PT TFI, atau PT Teknologi Bumi Indonesia, sebagaimana yang dimuat pada media lain (lihat yang di bawah)?

Berita yang bernada positif juga ada. Misalnya yang ditayangkan Jatimtimes pada 12 Oktober 2022 ini (klik di sini), yang antara lain menyitir ungkapan dari Bob Reina tentang produk baru “Fusion Cloud,” yang merupakan penyimpanan data tak terbatas dan dilengkapi standard keamaman militer. Di samping itu, sebuah berita yang diunggah Liputan6 pada 7 September 2021 ini menunjukkan bahwa PT Teknologi Bumi Indonesia menerima penghargaan MURI pada 9 Agustus 2021, dan diterima Direktur PT Teknologi Bumi Indonesia, Charles. (Ya, namanya hanya ditulis Charles saja, tidak pakai nama belakang atau family name). [Catatan: sebagai mantan wartawan saya heran, “mengapa peristiwa bulan Agustus baru ditayangkan sebulan kemudian?”]

Ada beberapa berita lain yang diunggah Liputan6 terkait Talk Fusion ini. Di samping yang di atas, pada 6 Oktober 2017 media itu menayangkan kabar bahwa Usai OJK, BKPM Minta Talk Fusion Setop Penjualan Produk.

Kemudian, kalau suka bahasa Inggris, dalam review di glassdoor ini, terdapat berbagai pendapat pro yang datang dari “orang dalam” dan penilaian kontra dari orang yang lebih kritis.

Dari Twitter Talk Fusion (29 April 2023): (katanya) 56 % pemimpin keuangan perusahaan (CFO) akan menggunakan video conferencing demi mengurangi perjalanan yang tidak perlu.

Sebagaimana ditulis di atas, sebuah blog dalam bahasa Indonesia yang lumayan kritis membicarakan soal Talk Fusion ini, adalah blog atas nama Maxmanroe. Blog itu dibuat beberapa tahun silam, tetapi sampai kini masih terus aktif menerima komentar banyak orang, pro dan kontra. Diberi judul, “Talk Fusion Indonesia: Bisnis MLM atau Money Game?,” di bawah ini mari kita kutipkan sebagian ulasan yang ada dalam blog itu, antara lain:

Dari sudut pandang pebisnis dan sudut pandang konsumen. Beberapa kekurangan dari bisnis TF ini di antaranya: biaya bergabungnya yang terlalu mahal. Biaya membership yang memberatkan, padahal belum tentu produknya digunakan semua member. Produk yang ditawarkan TF bisa ditemukan pada layanan lain yang dapat digunakan secara gratis dengan kualitas lebih baik. Saya sudah lama STOP menjalankan MLM Talk Fusion. Alasannya, saya sangat kesulitan menjual produk dan bisnis Talk Fusion karena SEMUA teman yang saya tawarkan bisnis ini menganggap produknya kemahalan dan tidak worth it. Selain itu, layanan lain yang punya fitur sama bisa didapatkan secara GRATIS dimana kualitasnya justru lebih baik.  Kesimpulan saya, bisnis ini not recommended untuk orang yang ingin punya bisnis jangka panjang, tapi cocok untuk para oportunis.

Blog Maxmanroe.
halaman blog maxmanroe (klik di sini).

Memed Mahambra menulis bahwa ia pernah ditawari TF dan sempat menghadiri acara BBO (Building Busines Online) di Surabaya. Tiket masuk Rp.70 ribu plus biaya pesawat pp plus biaya hotel totalnya sekitar Rp. 2,5 jutaan. Saya berharap di sana bisa mendapatkan info lengkap ttg produk TF dan manfaatnya. Namun ternyata saya kecewa krn mereka hanya menampilkan keberhasilan dan kehidupan mewah para anggotanya yg “katanya” sdh berhasil dalam bisnis ini. Selanjutnya lihat yang ditulis Memed Mahambra di bawah.

Berikut yang ditulis Memed Mahambra di blog Maxmanroe itu:

  • Pembahasan tentang cara menggunakan produk TF sama sekali tidak disampaikan dalam acara tersebut. Akhirnya saya pulang tanpa mendapatkan gambaran apapun tentang TF kecuali iming2 menjadi kaya raya jika ikut didalamnya.
  • Saya juga beberapa kali meminta kepada teman yg mengajak saya untuk memperlihatkan fitur produk TF dan fungsinya melalui gadgetnya tetapi dia tdk pernah bisa memperlihatkan dengan alasan saat ini belum bisa digunakan krn menunggu era 4G yg menjadi platform produk ini. Dari pengalaman saya tersebut, bisnis TF ini dapat sy simpulkan sbb:
  1. Produk yg ditawarkan MLM ini sifatnya “absurd”. Setelah membayar mahal harga paket dan biaya bulanan, Anda tdk mendapatkan apa2 (bodong). Fitur yg ditayangkan di atas sama sekali tdk terbukti adanya.
  2. Untuk mengembalikan uang, anda terpaksa melanjutkan “kebohongan TF” agar bisa menjerat orang lain (tak peduli teman, kerabat atau siapapun). Jangan heran jika anda mempertanyakan produknya mereka selalu menyuruh untuk bergabung dulu kedalamnya. Bisnis ini sangat kejam dan sadis.
  3. Tentang sistem pembayaran bonus 3 menitan (yg menjadi andalan mereka) dapat saya jelaskan sbb:
    • Rekening yg menampung bonus bukanlah rekening bank yg sesungguhnya tapi hanya rek bayangan (Virtual Account) yg secara legal tetap miliknya Bob Reyna. Anda hanya diberi kewenangan untuk menggunakannya melalui kartu yg diterbitkan oleh Visa.
    • Itulah sebabnya “ting tong” bisa terdengar di gadget anda dlm 3 menit krn “uang bonus” tdk perlu ditransfer tetapi hanya dicatat di dalam Virtual Account tsb. Dana /saldo sesungguhnya tetap ada dlm rek bank a/n Bob Reyna dan sama sekali tidak berpindah atau ditransfer ke rek anda.
    • Dengan sistem ini kontrol atas Virtual Account tsb sepenuhnya ada pada Bob reyna. Artinya bisa dibuka atau ditutup sewaktu-waktu. Perusahaan MLM yang sejati akan meminta nomor rekening bank Anda dikirimkan kepada mereka untuk transfer bonusnya.

Seorang penanggap lain, bernama Frans Umbu Datta, pada 2 Maret 2023 lalu menulis di blog itu (dengan beberapa salah ketik di dalamnya). Berikut ini sebagian petikannya: Yg dimaksuf bekerja di TF “adalah mengumpulkan teman dan sahabat sebanyak-banyak untuk ambil uang mereka dan serahkan kpd Bob Reina, pemilik Talk Fusion [… ] biaya sewa video mail luar biasa mahal [… ] SAYA TELAH TERTIPU DUA KALI. Baru2 ini Jan 2023 krn saya diajak teman saya, saya kehilangan lg 40 juta rupiah,uang hasil keringat yg diperoleh susah paya, hilang bgt sj […] Kartu ATM VISA yg dijanjikan sd saat ini tdk kunjung dtg… Saya adalah tipe org yg sangat sulit “memasarkan“ TF ke org lain krn berat tanggugan moralnya ketika krn saya, org yg tertarik masuk ke MLM TF kemudian merasa saya yg tipu dan kehilangan uang bgt sj. KARENA ITU SAYA TIDAK AKAN REKOMENDASIKAN, KEPADA SIAPAPUN, walaupun katanya sdh ada ijin OJK setelah tahun 2017. Ada ijin atau tidak, ini MLM yg tdk jual produk tp menyewakan produk dg biaya sangat tinggi.

Dokter, Influencer dan Emosi Anti Ambyar

Tulisan aslinya ada pada tautan ini (Detikinet).

Jakarta – Sekitar 84% followers menaati pesan dokter di media sosial, apabila kontennya menyenangkan mereka. Ya, bisa dibilang dokter saat ini juga berperan sebagai influencer ketika sudah terjun ke sosial media. Mereka tak cuma dituntut untuk memberi informasi sesuai kapabilitasnya, namun juga bak menjadi juru selamat anti ambyar.

Kata ‘ambyar’ dalam bahasa Jawa sering digunakan untuk menggambarkan perasaan hancur, rusak, atau hilang secara emosional. Dalam konteks musik atau seni pertunjukan Jawa, ‘ambyar’ dapat merujuk pada ekspresi perasaan yang mendalam dan intens.

Artikel di Detik 22 Agustus 2023.

Studi yang saya lakukan meneliti sejumlah 673 konten tiga orang dokter yang menjadi influencer (pemengaruh) di Instagram menunjukkan 487 dari 581 followers yang mengikuti survei (atau 84 %) berniat untuk mengubah sikap untuk hidup lebih sehat, apabila pesan yang disampaikan para dokter itu membuat mereka merasa gembira – alias anti ambyar. Terbukti kebanyakan followers juga beranggapan bahwa ketiga dokter jarang menggugah emosi negatif yang bikin perasaan ambyar.

Penelitian dilakukan terhadap unggahan ketiga dokter di Instagram selama 10 bulan, mulai Maret sampai dengan Desember 2020, periode ketika pandemi COVID-19 sedang memuncak.

Hal ini saya paparkan dalam promosi doktor ilmu komunikasi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Rabu (16/8/2023) lalu. Melalui metode campuran dalam disertasi yang berjudul, “Kompetensi ‘Emotional Appeals’ Dokter sebagai Influencer Instagram pada masa Pandemi COVID-19,” saya menggabungkan antara survei terhadap 581 followers Instagram dengan analisis konten dan wawancara terhadap tiga dokter influencer.

Ketiga dokter yang menjadi narasumber itu adalah ahli penyakit dalam dr Adaninggar Primadia Nariswari SpPD (Surabaya), ahli kedokteran olahraga dr Andhika Raspati (Jakarta) dan bintang televisi dr Lula Kamal.

Emosi positif seperti rasa senang atau gembira yang muncul dalam diri followers menyebabkan mereka mau memberi komentar dan lambang hati (likes), yang merupakan tanda adanya engagement (keterikatan) antara kedua belah pihak.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa ketiga dokter menerapkan strategi persuasi yang efektif. Hasil survei meneguhkan hal itu, di mana unggahan (konten) ketiga dokter di Instagram berhasil memantik emosi positif pada 92% followers yang mengisi survei.

Penelitian juga membuktikan bahwa keterikatan atau interaksi (engagement) paling tinggi terjadi pada konten berupa video. Hasil survei juga menunjukkan bahwa setidaknya sejumlah 35% followers menyatakan akan melakukan resharing unggahan ketiga dokter pemilik akun.

Itulah satu di antara pelajaran yang bisa dipetik dari pandemi COVID-19 yang lalu. Oleh karena itu, para tenaga kesehatan dan influencer pada umumnya perlu meningkatkan kecakapannya dalam berkomunikasi di media sosial dengan cara menerapkan strategi persuasi yang baik. Terutama karena di media sosial terjadi rebutan pengaruh antara penyedia informasi yang benar dan kredibel dengan para penyebar hoaks dan misinformasi yang menolak realitas adanya wabah.

Dengan kalimat lain, meminjam istilah orang marketing, pada era sekarang ini, target market kita adalah perhatian (attention) khalayak. Berhubung platform media sosial makin sibuk dari waktu ke waktu, dan “durasi perhatian” (attention span) makin menyempit, hanya orang-orang yang memiliki suara unik, pesan yang jelas dan konsisten serta kesadaran diri yang kuat sajalah yang bisa berhasil.

Oleh karena itu, agar efektif, para komunikator di media sosial harus dapat menggiring perhatian (attention) khalayak, karena attention merupakan sebuah kekuatan yang dipakai untuk menyebarkan pesan tertentu dan mempengaruhi orang lain

Saat ini terdapat tidak kurang dari 4 milliar pengguna media sosial di dunia, termasuk 105 juta pengguna Instagram di Indonesia. Melawan misinformasi tidak hanya menjadi tugas pemerintah, namun merupakan tugas bersama dan sinergi antara pemerintah, profesional dengan kredibilitas di bidangnya dan pemangku kepentingan lainnya. Sudah saatnya para profesional seperti dokter memaksimalkan media sosial miliknya sebagai saluran edukasi hingga meluruskan atau membentuk opini positif.

Harapannya, dengan adanya sinergitas yang baik antara para komunikator, maka hoaks yang muncul di masyarakat tidak hanya diminimalisir produksinya, tetapi juga diredam dengan cara-cara persuasif yang efektif. Studi itu menyarankan agar partisipasi di media sosial secara aktif dapat terus dilakukan pasca pandemi, guna mempromosikan kesadaran sehat masyarakat.

Ketiga dokter influencer di Instagram: dr. Adaninggar (atas kiri), dr. Andhika (kanan), dan dr. Lula Kamal (kiri bawah).

Sebagai doktor ke-139 dari Sekolah Pascasarjana Sahid, disertasi saya yang panjangnya hampir 500 halaman itu dipertahankan di hadapan empat penguji, yakni Dr Bertha Sri Eko Murtiningsih, M.Si (dari Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Banten), Dr Turnomo Rahardjo, M.Si (Universitas Diponegoro Semarang), Dr Titi Widaningsih, MSi (Universitas Sahid), dan Dr J.A. Wempi, MSi, (Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR). Penelitian dibimbing promotor Prof. Dr. Alo Liliweri (dari Undana, NTT) dan co-promotor Dr. Alex Seran (dari Unika Atmajaya, Jakarta).

Promosi itu juga dihadiri sejumlah guru besar dan pengajar berbagai perguruan tinggi, perwakilan Majelis Kode Etik (MKEK) IDI, dan mantan rektor Univeritas Paramadina Anies Baswedan, yang pernah menjalani karantina mandiri pada Desember 2020 akibat terserang COVID-19 saat ia menjadi gubernur DKI Jakarta.

Menjawab pertanyaan penguji, saya di antaranya menjelaskan bahwa setiap opinion leader seperti dokter perlu menguasai kompetensi komunikasi yang baik, agar pesannya efektif, sehingga dapat menimbulkan niat (intensi) pada diri publiknya agar mau mengubah sikap dan perilaku sehat mereka. Kompetensi komunikator terwujud oleh adanya motivasi, pengetahuan dan keahlian (skill) yang mereka miliki.

Di media sosial para dokter juga memerlukan kompetensi komunikasi yang diwujudkan melalui pengiriman pesan yang persuasif berdasarkan strategi ethos, logos dan pathos yang menjadi strategi retorika gagasan filsuf Yunani Aristoteles. Ethos dibangun oleh adanya kredibilitas yang telah dimiliki para dokter, adanya niat baik (goodwill) dan kepercayaan (trust) yang ada dan harus dipertahankan.

Logos diwujudkan oleh adanya argumen yang dimengerti audience dan masuk akal. Namun, yang paling penting adalah bahwa keduanya, ethos dan logos, harus disertai dengan pemunculan pathos, yakni emotional appeal. Di sini, setiap komunikator termasuk dokter harus dapat memantik emosi positif dalam diri followers mereka di media sosial supaya dapat memunculkan interaksi (engagement) dengan para pengikut itu.

Ketiga strategi itu penting agar pesan para dokter yang menjadi influencer di media digital itu efektif dalam mengubah sikap dan perilaku followers (audience). Persuasi sendiri didasarkan pada retorika, yang jelas-jelas berbicara mengenai kompetensi. Untuk melihat kualitas kompetensi seseorang seperti para dokter dalam penelitian ini, maka harus dilihat persuasinya berdasarkan tiga sekawan: ethos, logos dan pathos.

Berdasarkan konsep enam emosi dasar manusia yang digagas Ekman (2003), ketiga dokter influencer yang diteliti menunjukkan bahwa pemantikan emosi (rasa) gembira mendominasi unsur pathos yang ada, disusul emosi marah, terkejut dan sedih. Emosi lain yang juga dipantik adalah rasa takut dan jijik.

Sehubungan dengan itu, dokter harus pandai menciptakan suasana yang relaks, penuh humor, dan berinteraksi secara baik, terbuka dan responsif, agar pasien di ruang praktik, maupun pengikut di media sosial, juga bersikap terbuka, sehingga lebih mudah didiagnosis dan menerima saran kesehatan.

Emosi positif yang dipantik itu (atau pathos) penting, karena data saja (logos) tidak bisa menerangkan dirinya sendiri. Sedangkan ethos sendiri akan percuma bila tidak disertai logos dan pathos.

Terakhir harus dicatat bahwa, retorika digital di media sosial bukan saja berfungsi dalam komunikasi antar-pribadi (interpersonal communication), tetapi sekaligus menunjukkan adanya komunikasi massa dari seorang komunikator (misalnya pemilik akun di media sosial) kepada publik luas. Dan ini penting sebagai dasar komunikasi, bahkan setelah wabah berakhir.

*) Penulis, Syafiq Basri Assegaff merupakan dokter alumnus FK Unpad, dan pengajar komunikasi di LSPR Communication & Business Institute, Jakarta.

Bahagiakan Followers – Resep Dokter di Instagram

Tulisan ini berasal dari berita yang ditayangkan Kompas.com, 21 Agustus 2023 silam, terkait dengan disertasi saya.

Penelitian: 84 Persen Followers Berniat Hidup Lebih Sehat karena Konten Positif Dokter

KOMPAS.com – Saat ini terdapat tidak kurang dari empat miliar pengguna media sosial di dunia, termasuk 105 juta pengguna Instagram di Indonesia. Melawan misinformasi atau hoaks tidak hanya menjadi tugas pemerintah, namun juga merupakan tugas bersama antara pemerintah, pemangku kepentingan hingga para profesional yang kredibel di bidangnya. Salah satu misinformasi yang cukup banyak terjadi selama masa pandemi Covid-19 ialah soal kesehatan.

Belajar dari masa pandemi, dokter Syafiq Basri Assegaff dalam promosi doktor ilmu komunikasi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Rabu (16/8/2023) mengatakan, sudah saatnya para profesional seperti dokter memaksimalkan media sosial miliknya sebagai saluran edukasi hingga meluruskan atau membentuk opini positif.

Saat menerima pengukuhan dalam sidang promosi doktor, 16 Agustus 2023.

Dalam penelitian yang dilakukannya, Syafiq mendapati bahwa sebanyak 84 persen followers menaati pesan dokter di media sosial apabila kontennya menyenangkan. “Emosi positif seperti rasa senang atau gembira yang muncul dalam diri followers menyebabkan mereka mau memberi komentar dan lambang hati (likes), yang merupakan tanda adanya engagement antara kedua belah pihak,” kata Syafiq dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com.

Selama penelitian, ia menggunakan 673 konten dari tiga orang dokter yang menjadi influencer di Instagram selama 10 bulan, mulai Maret hingga Desember 2020 saat periode ketika pandemi Covid-19 sedang memuncak. Hasilnya, 487 dari 581 followers yang mengikuti survei (atau 84 persen) berniat untuk mengubah sikap untuk hidup lebih sehat, apabila pesan yang disampaikan para dokter itu membuat mereka merasa gembira.

Melalui metode campuran (mixed-methods) dalam disertasi yang berjudul Kompetensi ‘Emotional Appeals’ Dokter sebagai Influencer Instagram pada masa Pandemi Covid-19, Syafiq menggabungkan antara survei terhadap 581 followers Instagram dengan analisis konten dan wawancara terhadap tiga dokter influencer. Ketiga dokter yang menjadi narasumber itu adalah ahli penyakit dalam dr. Adaninggar Primadia Nariswari SpPD (@dr.ningz), Surabaya, ahli kedokteran olahraga dr. Andhika Raspati (@dhika.dr) Jakarta, dan bintang televisi dr. Lula Kamal (@lulakamaldr).

Saya memfollow ketiganya melalui akun Instagaram saya ini: @syafiqabasri yang kini sudah mengantongi 1300-an followers.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa ketiga dokter menerapkan strategi persuasi yang efektif. Hasil survei meneguhkan hal itu, di mana posting (konten) ketiga dokter di Instagram berhasil memantik emosi positif pada 92 persen followers yang mengisi survei. Penelitian juga membuktikan bahwa keterkaitan atau interaksi  atau engagement paling tinggi terjadi pada konten berupa video. Hasil survei juga menunjukkan bahwa setidaknya sejumlah 35 persen followers menyatakan akan melakukan resharing unggahan ketiga dokter pemilik akun.

Undangan sidang terbuka (promosi)

“Oleh karena itu, para tenaga kesehatan dan influencer pada umumnya perlu meningkatkan kecakapannya dalam berkomunikasi di media sosial dengan cara menerapkan strategi persuasi yang baik,” ujar Syafiq. “Terutama karena di media sosial terjadi rebutan pengaruh antara penyedia informasi yang benar dan kredibel dengan para penyebar hoaks dan misinformasi yang menolak realitas adanya wabah,” imbuhnya. Harapannya, dengan adanya sinergitas yang baik antara para komunikator, maka hoaks yang muncul di masyarakat tidak hanya diminimalisir produksinya, tetapi juga diredam dengan cara-cara persuasif yang efektif.

Dokter harus dapat memantik emosi positif

Studi itu menyarankan agar partisipasi di media sosial secara aktif dapat terus dilakukan pasca pandemi, guna mempromosikan kesadaran sehat masyarakat. Dari sisi ilmu saraf (neuroscience), menurut Syafiq, interaksi (engagement) dalam wujud respon dari audience menimbulkan perasaan positif dalam diri komunikator (dokter) juga, yakni timbulnya perasaan gembira atau senang dalam diri komunikator karena adanya penghargaan meskipun mereka tidak menerima upah dari hasil aktivitasnya di Instagram. “Perasaan senang itu dapat dijelaskan melalui neuroscience yakni munculnya hormon dopamine dalam tubuh komunikator,” kata Syafiq.

Di media sosial, lanjut dia, para dokter juga memerlukan kompetensi komunikasi yang diwujudkan melalui pengiriman pesan yang persuasif berdasarkan strategi ethos, logos dan pathos yang menjadi strategi retorika gagasan filsuf Yunani Aristoteles. Ethos dibangun oleh adanya kredibilitas yang telah dimiliki para dokter, adanya niat baik (goodwill) dan kepercayaan (trust) yang ada dan harus dipertahankan. Logos diwujudkan oleh adanya argumen yang dimengerti audience dan masuk akal. Namun, yang paling penting adalah bahwa, keduanya, ethos dan logos, harus disertai dengan pemunculan pathos, yakni emotional appeal.

“Di sini, setiap komunikator termasuk dokter harus dapat memantik emosi positif dalam diri followers mereka di media sosial supaya dapat memunculkan interaksi (engagement) dengan para pengikut itu,” tambah Syafiq. Ketiga strategi itu penting agar pesan para dokter yang menjadi influencer di media digital itu efektif dalam mengubah sikap dan perilaku followers (audience). Persuasi sendiri didasarkan pada retorika, yang jelas-jelas berbicara mengenai kompetensi. Untuk melihat kualitas kompetensi seseorang seperti para dokter dalam penelitian ini, maka harus dilihat persuasinya berdasarkan tiga sekawan, ethos, logos dan pathos. Kesimpulannya, terang Syafiq, dokter harus pandai menciptakan suasana yang relaks, penuh humor, dan berinteraksi secara baik, terbuka dan responsif, agar pasien di ruang praktik, maupun pengikut di media sosial, juga bersikap terbuka, sehingga lebih mudah didiagnosis dan menerima saran kesehatan.

The Importance of Appealing Followers’ Emotions

For more information, please read the following article translated from news published in Kompas.com – 21/08/2023 (See below).

Study: Positive Content from Doctors Inspires 84% of Followers to Embrace Healthier Lifestyles. >> Therefore: A vital key to social media success is stirring your followers’ emotions.

At present, there are over four billion social media users globally, with 105 million of them using Instagram in Indonesia alone. Addressing misinformation or hoaxes is not solely the government’s responsibility but a collective effort involving the government, stakeholders, and reputable professionals in various fields. One prominent area where misinformation has been widespread, particularly during the COVID-19 pandemic, is in the realm of health.

Foto dari Kompas.com, terkait berita tersebut di tautan ini.

In light of the lessons learned from the pandemic, Dr. Syafiq Basri Assegaff, in his doctoral research in communication sciences at Sahid University Postgraduate School on August 16, 2023, emphasizes the importance of professionals, such as doctors, harnessing the potential of social media as an educational platform to promote informed and positive opinions.

Syafiq’s research findings indicate that a significant 84 percent of followers were more inclined to heed doctors’ messages on social media when the content was engaging and enjoyable. Positive emotions, like joy or happiness expressed by followers, encouraged them to engage further by leaving comments and ‘liking’ posts, demonstrating an active interaction between both parties.

During his research, Syafiq analyzed 673 pieces of content posted by three doctors who served as influencers on Instagram over ten months, spanning from March to December 2020, a period when the COVID-19 pandemic was at its peak. The results revealed that 84 percent of the 581 surveyed followers intended to improve their lifestyles and health choices if the doctors’ messages evoked happiness.

Syafiq adopted mixed methods in his dissertation titled ‘Emotional Appeals: Doctors’ Competence as Instagram Influencers during the COVID-19 Pandemic.’ This approach combined a survey of 581 Instagram followers, content analysis, and interviews with three influential doctors. These doctors, experts in internal medicine, sports medicine, and renowned television personality dr. Lula Kamal, proved highly effective in employing persuasive strategies. Survey results confirmed the positive emotional responses from 92 percent of followers who participated. Moreover, video content garnered the highest level of engagement.

Syafiq underscores the importance of health professionals and influencers improving their communication skills on social media by employing effective persuasion strategies, especially considering the ongoing battle between disseminating credible information and spreading hoaxes and misinformation.

The research suggests that active involvement on social media should continue post-pandemic to promote public health awareness. According to Syafiq, from a neuroscience perspective, engagement and responses from the audience also create positive feelings in the communicator, attributed to the release of dopamine, a happiness-inducing hormone.

‘Happy hormone’ dopamine plays role in identifying emotions (source: University of Birmingham).

On social media, doctors should exhibit communication competence by crafting persuasive messages based on Aristotle’s rhetorical strategies of ethos, logos, and pathos. Ethos relies on a doctor’s credibility, goodwill, and trust, while logos requires delivering understandable and rational arguments. Nevertheless, the key lies in incorporating pathos, emotional appeal, to evoke positive emotions in followers.

Daripada Mengeluh, Belajarlah dari Penderitaan Gadis Ini

Bernyanyi di Perahu Penyelamat.

Gadis cantik dalam video ini, Aisha Chaudhary, lahir dengan kelainan kekebalan tubuh (Immunodeficiency disorder), dan diperkirakan hanya bisa bertahan hidup satu tahun. Pada usia 6 bulan, Aisha harus menjalani transplantasi sumsum tulang guna menanggulangi kelainan kekebalan tubuh itu. Tetapi efek samping chemotherapy yang dijalaninya memunculkan penyakit pulmonary fibrosis, dalam paru-parunya.

Penyakit idiopathic pulmonary fibrosis (diderita setidaknya oleh 200.000 orang di AS), merupakan kelainan yang menyebabkan paru-parunya “mengeras” dan menyebabkan sangat sulit bernafas.

Sangat sulit diobati, jaringan paru-paru dan gelembung udara (alveoli) penderita pulmonary fibrosis sangat terdampak. Studi yang ada menunjukkan bahwa biasanya makin hari kerusakan makin memburuk, dan kematian selalu membayangi penderitanya.

Dalam video ini, Aisha menceritakan perjalanan hidupnya, yang pada awalnya bagaikan “hidup dalam kapal yang tenggelam” (in the middle of a shipwreck), tapi kemudian diubahnya dengan merembeskan semangat membara. Bagaikan Voltaire, Aisha yakin bahwa ia bisa menari dalam kehidupan kapal yang karam.

Video Aisha: lima resep sebelum Aisha wafat

Meski dia divonis meninggal dalam usia sangat muda, terbukti bahwa semangat dan optimisme menjadikannya bertahan hidup lebih lama.

  1. Percaya pada keajaiban (miracles).
  2. Hidup lah pada saat ini, jangan memikirkan yang sudah lewat.
    Jika kita melihat hidup hari ke hari, dari jam ke jam, dari menit ke menit, maka kebahagiaan kita akan berlipat-lipat. Alih-alih dari merasakan kesedihan duduk di kursi roda tanpa aktivitas, Aisha membayangkan gambaran-gambaran indah kehidupan… menyanyi, menari, dan sebagainya.
  3. Selalu ada kesempatan dalam kesulitan. Pada tahun-tahun awal dia merasa akan sulit bersekolah, tapi belakangan Aisha sudah belajar matematika dan seni. “Bahkan saat sakit begitu saya lebih produktif ketimbang saat saya sehat,” katanya. Aisha kemudian menunjukkan dua lukisan menggunakan pastel yang dibuatnya.
  4. Impikan sesuatu, cita-cita setinggi mungkin. Dare to dream.
    Meski berada di kursi roda dan tidak bisa melangkah, setiap malam Aisha mengimpikan bahwa dirinya berjalan di tengah pasar, dan membayangkan dirinya berdansa saat perkawinan sepupunya. Aisha memvisualisasikan segalanya secara terinci, warna baju yang (akan) dipakaiya, lagu yang akan dinyanyikan, setting panggung, bahkan ketika dia berlarian bersama dua anjingnya . “Saat itu saya putar film diri saya, yang pada saat itu tampaknya mustahil. Tapi kenyataannya, saya bisa berjalan di tengah pasar di London bersama teman-teman; dan saya berhasil menari pada pernikahan sepupu, dan saya benar-benar berjalan dan meninggalkan kursi roda,” kata Aisha.

“Ingatlah,” katanya, “segala sesuatu terjadi dua kali: pertama di kepala kita, dan kedua dalam realitas.”

  1. Hewan peliharaan adalah obat terbaik. Bagi Aisha, memelihara anjing merupakan hobby yang sangat bermanfaat baginya. Pets diketahui memiliki sifat therapeutic, katanya.

Well, saya tidak tahu apa hewan kesukaan Anda dan tidak ingin memperdebatkan soal hewan peliharaan (seperti anjing yang bagi sebagian umat Islam dianggap kurang “pas”), tetapi yang penting adalah resep seorang pemudi seperti Aisha untuk bersikap optimis itulah yang kiranya yang perlu kita catat.

Aisha yang lahir pada 27 Maret 1996 meninggal dalam usia 18 tahun, pada 24 Januari 2015 silam.

Buku yang ditulis gadis India ini, “My Little Epiphanies” diterbitkan sehari sebelum Aisha wafat. Sebuah film berjudul The Sky is Pink dibuat berdasarkan kisah hidup Aisha. Sejak usia 15 tahun hingga kematiannya, putri Niren Chaudhary ini menjadi pembicara yang memotivasi banyak orang.

Semoga bermanfaat.

Kisruh Komunikasi Kesehatan

Berbagai sengkarut terkait isu RUU Kesehatan disebabkan lemahnya komunikasi publik Kementerian Kesehatan. Kecakapan dalam berkomunikasi ini sangat penting agar persoalan tidak menjadi berlarut-larut dan ada titik temu.

KOMPAS, 24 Mei 2023 , halaman 7 (klik di sini untuk tulisan aslinya di Kompas).

Ada yang tak biasa di Jakarta, 8 Mei silam. Ribuan dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan sejumlah tenaga kesehatan lain turun ke jalan. Mereka protes. ”Rancangan Undang-Undang Kesehatan harus ditinjau ulang,” teriak pendemo.

Tak pelak, aksi damai itu jadi perhatian besar media. Sejak pola omnibus diterapkan, kontroversi memang terus bergulir. Terkait RUU Kesehatan, seperti dilaporkan Kompas, setidaknya 15 undang-undang profesi dan kesehatan akan digabung jadi satu.

Dokter, bidan, hingga mahasiswa demo tolak RUU Kesehatan pada Senin 8 Mei. (Foto: Twitter @PBIDI)

Polemik yang muncul berhubungan dengan kewenangan organisasi profesi (OP), terutama dalam hal izin praktik, kolegium pendidikan, konsil kedokteran, hingga isu investasi dan tenaga kesehatan asing.

Menurut harian ini, persoalan menjadi berlarut-larut karena dari sejak topik RUU Kesehatan omnibus law muncul September 2022, tidak pernah ada titik temu antara pemerintah dan DPR dengan organisasi profesi dan kesehatan. Masing-masing menyampaikan aspirasi ke ruang publik, tanpa upaya mediasi untuk saling mendengarkan. Puncaknya, demonstrasi damai Senin itu.

Secara umum, para pendemo menganggap Kementerian Kesehatan kurang mengakomodasi kepentingan organisasi profesi (OP), seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Gigi Indonesia (IDGI).

Baca juga : Aksi Damai Ribuan Tenaga Kesehatan Tuntut Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan

Sejatinya, mudah bagi Menkes dan jajarannya mengakomodasikan suara-suara para pemangku kepentingan. Jika Kemenkes merasa sudah melakukan dialog, bukan berarti pintu harus ditutup karena masih banyak urusan yang disengketakan perlu dikunjungi ulang. Apa salahnya melakukan dua-tiga kali revisit?

Ada dua alasan untuk itu. Pertama, siapa lagi yang harus didengarkan oleh Menkes selain para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain dalam isu ini? Kedua, kita pernah mengalami buruknya komunikasi pemerintah pada saat awal pandemi Covid-19 yang jadi pelajaran agar tak terulang.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) menyerahkan daftar inventarisasi masalah RUU Kesehatan kepada DPR RI yang diterima oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu (5/4/2023).

Masih hangat dalam ingatan kita, di awal pandemi banyak yang menilai Pemerintah Indonesia, khususnya Kemenkes (waktu itu di bawah Menteri Terawan Agus Putranto), tidak terbuka kepada publik dalam upayanya menanggulangi wabah. Bahkan, Presiden Joko Widodo sendiri tahun 2020 pernah mengakui, komunikasi jajaran pembantunya buruk. Setidaknya tiga kali Presiden menegur dan memperingatkan para menterinya untuk bisa membangun komunikasi publik yang baik.

Untunglah Presiden kemudian menunjuk Menkes baru, Budi Gunawan Sadikin (BGS) yang, meskipun bukan dokter, diharapkan menjadi manajer yang piawai mengelola organisasi sepenting Kemenkes.

Walakin, rupanya asa pada BGS agak terusik ketika sejumlah masukan atau kritik tampak kurang mendapat tanggapan yang layak, termasuk misalnya pada kasus dokter spesialis bedah saraf Zaenal Muttaqin yang diberhentikan dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang.

Menurut Kompas (20/4/ 2023), pemberhentian dr Zaenal diduga akibat kritiknya terkait RUU Kesehatan. Menteri BGS sendiri tampaknya pernah menjelaskan sebagian perkara yang disengketakan tersebut.

Berdasarkan dialognya dengan para dokter dan OP, di antara perkara yang menurut BGS perlu dibenahi adalah urusan izin praktik dokter yang di dalamnya terdapat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), ancaman terkait rekomendasi izin praktik dokter, masalah pembagian kompetensi (shared competency) di antara para tenaga medis, dugaan adanya feodalisme di lingkungan kesehatan, dan rebutan lahan di antara sebagian tenaga medis.

Dalam sebuah wawancara dengan sebuah stasiun televisi, BGS, di antaranya, mengatakan, dirinya merasa kasihan kepada tenaga medis seperti dokter karena banyaknya biaya yang menjadi beban mereka dalam berbagai urusan administrasi.

Di antara sekian banyak kekhawatiran para dokter terhadap RUU Kesehatan adalah pelemahan OP karena banyak tugas dan fungsinya yang diambil alih Kemenkes.

Pandangan dokter

Masih banyak dokter yang tak sependapat dengan narasi-narasi yang dikemukakan BGS. Di antara sekian banyak kekhawatiran para dokter terhadap RUU Kesehatan adalah pelemahan OP karena banyak tugas dan fungsinya yang diambil alih Kemenkes. Juga bergesernya fungsi pendidikan atau keilmuan dari fakultas kedokteran universitas kepada Kemenkes.

Di sebuah diskusi dengan sejumlah dokter di grup media sosial para dokter, misalnya, dikatakan bahwa boleh jadi terdapat kekurangan di IDI, tetapi bukan berarti semuanya buruk karena sangat mungkin itu hanya ulah oknum. Kata seorang dokter senior, Kemenkes mesti ingat, berbeda dengan banyak OP atau lembaga independen lain, IDI tak menerima bantuan sepeser pun dari pemerintah.

Oleh karena itu, menurut mereka, naif untuk mempermasalahkan iuran anggota yang menjadi satu-satunya sumber dana bagi operasional IDI.

Seorang ahli kedokteran nuklir yang juga guru besar FK Universitas Padjadjaran, Johan S Masjhur, menulis di Surat Pembaca Kompas, alih-alih menyelesaikan masalah, RUU Kesehatan omnibus law justru akan mengacaukan sistem pelayanan kesehatan nasional. ”RUU itu tampaknya dirancang oleh orang-orang yang tak paham masalah kesehatan dan kedokteran di Indonesia, mungkin pula mempunyai maksud tertentu di baliknya,” tulisnya.

Lemahnya komunikasi

Sejatinya berbagai sengkarut terkait isu RUU Kesehatan dapat diselesaikan secara lebih baik kalau saja ada tanggapan dan interaksi (komunikasi) yang cukup dari Menkes BGS.

Kurangnya tanggapan itu, misalnya, tampak dari interaksi BGS di akun Instagram miliknya (@budigsadikin). Dengan pengikut (follower) lebih dari 59.000, kita melihat pemilik akun nyaris tak pernah menanggapi komentar dan pertanyaan para pengikutnya.

Penulis menyimak perbincangan dalam unggahan @budigsadikin, 14 Maret 2023. Unggahan berisi ajakan memberi tanggapan untuk RUU Kesehatan yang mengutip potongan video KompasTV itu mendapat lebih dari 400 komentar (terbanyak di antara unggahan lainnya), termasuk pertanyaan, bahkan hujatan kasar, dari audiens yang di antaranya memintanya mundur atau mencelanya sebagai—maaf—”bodoh.”

Sebegitu banyaknya kritik yang cukup keras (bahkan tak etis) di unggahan itu, sama sekali tak memperoleh jawaban balik dari Pak Menteri.

Padahal, di era informasi digital yang sangat transparan serta cepat dan mudah menyebar luas, percuma saja punya pengikut banyak di medsos jika kita tak pernah ngobrol (berinteraksi) karena sekarang ini yang namanya publik (”pasar”) adalah conversation atau perbincangan, saling bertukar informasi dan berinteraksi sesama pengguna.

Itulah yang kini disebut e-WOM, electronic-word-ofmouth, yang menjadi andalan para pemasar di dunia. Kata ahli pemasaran, ”Market’ Anda sekarang adalah perhatian (attention) publik. Alih-alih sebagai saluran untuk propaganda (atau bicara satu arah), medsos mestinya bisa jadi wadah bagi semua komunikator (pribadi ataupun organisasi) untuk memonitor perbincangan yang berlangsung dan berinteraksi secara terbuka.”

Sebab, dari situ sering kali muncul bara api yang bisa memantik isu-isu penting atau bahkan sebuah krisis.

Di samping medsos, penulis memandang semua centang perenang dalam sengketa RUU Kesehatan itu boleh jadi berasal dari urusan komunikasi yang tidak nyambung.

Di samping medsos, penulis memandang semua centang perenang dalam sengketa RUU Kesehatan itu boleh jadi berasal dari urusan komunikasi yang tidak nyambung. Peringatan Presiden Jokowi tiga tahun lalu dalam perkara komunikasi publik para pembantunya sangat patut diperhatikan.

Penulis bersangka baik bahwa pasti Menteri BGS punya maksud baik, tetapi sebagai komunikator mungkin saja ada yang perlu ditingkatkan dalam dirinya agar proses pelaksanaan RUU itu tidak tercoreng.

Guna menangani ini, kita berharap BGS dapat berperan sebagai komunikator yang kompeten. Jika dilihat dari lensa komunikasi, kompetensi komunikasi setidaknya memerlukan tiga hal: motivasi, pengetahuan yang cukup, dan berbagai kecakapan (skills) yang andal.

Pertama, motivasi yang menunjukkan adanya sejumlah maksud baik (goodwill)—sikap yang amat penting bagi seorang komunikator selevel menteri. Dalam hal ini, BGS telah sering menyatakan tujuan berbagai kebijakannya sebagai ”demi kepentingan masyarakat luas”, termasuk ketika ia bicara di depan DPR dan media massa.

Kedua, seorang komunikator yang kompeten juga memerlukan pengetahuan (knowledge) yang cukup tentang apa yang dibicarakannya. Untuk ini kita pun cukup percaya bahwa BGS termasuk menteri yang selama lebih dari dua tahun terakhir telah berhasil menimba pengetahuan dalam perkara kesehatan dan kedokteran dari para staf dan orang-orang di sekitarnya.

Sebagai sosok yang pandai, lulusan ITB dan bankir ini dikenal senang dan cepat belajar hal-hal baru. Kita tidak ragukan hal itu. Itu sebabnya pula barangkali mengapa Presiden memilihnya sebagai Menkes.

Namun, motivasi dan pengetahuan saja tidaklah cukup. Seorang komunikator yang kompeten juga memerlukan kecakapan (skills) dalam berkomunikasi, seperti hubungan antar-pribadi (interpersonal) yang unggul, koordinasi, dan melakukan persuasi yang efektif.

Melalui skill persuasi dan hubungan pribadi yang lebih baik, misalnya, dokter senior sekelas Zaenal Muttaqin dapat diajak bicara dari hati ke hati sehingga dapat diperoleh solusi yang saling menguntungkan.

Kecakapan lain, yang juga jadi kualitas pemimpin, adalah koordinasi, yang juga kunci bagi jalannya komunikasi dalam sebuah ketidaksepakatan. Guna membantu koordinasi yang baik agar dicapai hasil akhir yang efektif, akses ke informasi yang sesuai dan benar harus disebarkan dengan cara yang sesuai, pada saat yang tepat.

Mungkin saja banyak nakes kurang dapat informasi cukup, padahal tak adanya informasi menciptakan kecemasan, bahkan frustrasi. Namun, informasi hanya menjadi komunikasi ketika ada hubungan saling percaya (trust) di antara para pihak. Dalam kasus RUU Kesehatan, jelas trust itu mesti terus dibangun dan dipertahankan.

Dalam kasus RUU Kesehatan, jelas trust itu mesti terus dibangun dan dipertahankan. Repotnya, dalam banyak isu atau krisis, pihak yang bertanggung jawab sering kali lebih suka membela diri ketimbang berusaha bersikap terbuka. Caywood dan Englehart (2007) menerangkan, berbagai krisis di Amerika menunjukkan banyak organisasi masih mengulangi kesalahan fatal, seperti memilih membela diri ketimbang memproteksi ”brand” atau reputasi lembaga (negara)-nya.

Adanya kecakapan dalam berkomunikasi ini sangat penting agar seorang komunikator tidak terkungkung sehingga seolah berada dalam echo chamber, hanya dapat mendengar suara sendiri.

Kita berharap Menkes BGS yang sudah berhasil menangani pandemi Covid-19 bersama tenaga kesehatan dan OP bisa saling berkomunikasi secara lebih baik agar tenaga dan pikiran bisa fokus pada pemerataan kesehatan di seluruh Indonesia.

Kita tidak mungkiri adanya kelemahan di sana-sini. Namun, kalau ada nila setitik yang dapat merusak susu sebelanga, bukankah tidak berarti kita harus membuang seluruh susu, melainkan mencegah masuknya pewarna itu ke dalam kuali?

###

Syafiq Basri Assegaff Dokter dan Dosen Komunikasi di LSPR Communication and Business Institute, Jakarta.

Mengapa para Nabi berasal dari Keluarga yang Sama?

Adakah dari kita yang bisa menjawab pertanyaan ini: “Mengapa para nabi berasal dari keluarga (‘ahlulbait’) yang sama?

Rupanya kawan yang bertanya itu baru selesai membaca Surat Ali-Imraan. Di antara hikmah yang bisa dipetik dari surat ketiga dalam Al-Quran itu, tetapi sekaligus termaktub pada banyak ayat lain dalam kitab suci itu adalah bahwa, ternyata semua tugas suci para nabi dilanjutkan secara turun menurun dalam sebuah keluarga.

Saya menduga, mungkin sekali hal itu berkaitan dengan bagaimana gen dan genetika bekerja yang banyak dipelajari ilmu kedokteran.

Oleh karenanya tidak aneh bila muncul pertanyaan, mengapa para nabi berasal dari ahlulbait yang sama, kakak-beradik, ayah ke anak dan bahkan hingga cucu?

Keluarga Nabi SAW ibarat perahu Nabi Nuh

Keluarga Imran (makanya disebut Aali Imran” (atau ahlil-bait Imran), misalnya, disebutkan turun-temurun dari Zakaria, Yahya, Maryam, Nabi Isa.

Lalu ada Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail dan Nabi Ishaq. Kemudian Nabi Musa punya deputy Nabi Harun, adiknya. Lalu ada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Semuanya anak-beranak atau figur yang berada dalam satu keluarga.

Apakah semuanya kebetulan saja. Bukankah mustahil Allah SWT ‘asal petik’ seorang figur menjadi Nabi, tetapi telah di-desain (dirancang) oleh-Nya, bahwa mereka harus “berasal dari sebuah keluarga tertentu.” Ini mengingatkan saya pada sebuah pernyataan kawan saya John, seorang Muslim dari AS yang pernah bilang, “Saya yakin bahwa tugas sesuci yang diemban seorang nabi harus diteruskan oleh orang-orang suci dari keluarganya sendiri, yang dipilih Allah.”

Sejalan dengan itu, ada hadis Nabi saw yang menyatakan, “Aku akan menjawab panggilan (kematian dari Tuhanku). Sungguh, aku tinggalkan pada kalian dua pusaka penting (tsaqalain): kitab Allah dan ahlulbaitku. Sungguh keduanya tidak akan berpisah sehingga datang menjumpaiku di telaga al-Haudh.

Hadis sahih dari Nabi Muhammad saw. ini diriwayatkan oleh lebih dari 30 sahabat dan dicatat oleh banyak ulama Sunni. Beberapa rujukan utama hadis tersebut, di antaranya:

  • Al-Hakim al-Naisaburi, al-Mustadrak `ala al-Sahihayn (Beirut), juz 3, hlm. 109-110, 148, dan 533). Dia menyatakan bahwa riwayat ini sahih berdasarkan kriteria al-Bukhari dan Muslim; al-Dzahabi membenarkan penilaiannya.
  • Muslim, Al-Sahih, (terjemahan Inggris), kitab 031, nomor 5920-3
  • Tirmidzi, Al-Sahih, juz 5, hlm. 621-2, nomor 3786 dan 3788; juz 2, hlm. 219 al-Nasa’i, Khasa’is’Ali ibn Abi Talib, hadis nomor 79
  • Ahmad b. Hanbal, Al-Musnad, juz 3, hlm. 14, 17, 26; juz 3, hlm. 26, 59; juz 4, hlm. 371; juz 5, hlm. 181-2, 189-190
  • Ibn al-‘Athir, Jami` al-‘usul, juz 1, hlm. 277
  • Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa al-nihayah, juz 5, hlm. 209. Dia mengutip al-Dzahabi dan menyatakan hadis ini sahih.
  • Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim, juz 6, hlm. 199
  • Nasir al-Din al-Albani, Silsilat al-Ahadith al-Sahiha (Kuwait: al-Dar al-Salafiyya), juz 4, hlm. 355-8. Dia menyusun banyak sanad yang dianggapnya dapat diandalkan.
  • Dan masih banyak lagi rujukan hadis ini yang tidak mungkin ditampilkan di sini.

Tetapi bukankah Nabi saw. mengatakan “Aku tinggalkan kitab Allah dan sunahku”?

Kata sebagian ulama, hal itu merupakan kesalahpahaman yang jamak. Faktanya, tidak ada dasar yang dapat diandalkan dari pernyataan itu yang dihubungkan pada Khutbah Terakhir Nabi saw. Riwayat itu sama sekali tidak ada dalam kitab sahih yang enam (kutub as-sittah).

Versi riwayat itu ada dalam Muwatta’ karya Malik, Sirat Rasul Allah Ibnu Hisyam, dan dalam Ta’rikh milik al-Thabari, semuanya terdapat sanad yang tidak lengkap dengan beberapa mata rantai sanad yang hilang.

Riwayat lain yang memiliki sanad lengkap (isnad) — yang jumlahnya sangat sedikit — semuanya terdapat periwayat yang disepakati tidak dapat dipercaya oleh ulama rijal Sunni terkemuka. Fakta luar biasa ini dapat dikonfirmasi oleh mereka yang tertarik dalam penelitian dengan merujuk kitab terkait.

Tentu saja, tidak ada yang mengatakan bahwa, sunah Nabi saw. tidak harus diikuti. Sebagaimana telah disebutkan, Nabi saw. meminta umat muslim untuk merujuk pada ahlulbaitnya sebagai sumber terpercaya, murni dan terjaga bagi sunah-sunahnya.

Ketika ditanya, lalu bagaimana dengan hadis yang menyebutkan untuk berpegang pada “Al-Quran dan sunnah” seperti yang dinukil di atas, kawan saya mengajukan pendapatnya, begini: Sebagian ulama percaya bahwa “dua pusaka peninggalan” Nabi Muhammad saw. adalah Quran dan ahlulbait (anggota keluarganya). Tetapi, berhubung ahlulbait adalah ‘sumber terpercaya sunah Nabi saw, maka hanya dengan menerima pengajaran dari kedua sumber tersebutlah, seorang muslim dapat mencapai petunjuk sejati.

Wallahua’lam.

Imam yang Syahid di Mihrab

Setiap memasuki hari ke-19 sampai ke-23 bulan Ramadhan mayoritas umat Islam akan mengenang peristiwa besar yang terjadi pada tahun 40 Hijriah. Berikut ini kisah singkatnya.

Tulisan seni kaligrafi 'Ali bin Abithalib': sang Singa Allah
Tulisan seni kaligrafi ‘Ali bin Abithalib’: sang Singa Allah

Mirip Nabi saw, akhlak Imam Ali bin Abithalib (as) sungguh luhur. Saat itu kepalanya baru saja ditebas pedang. Racun di badannya mulai menjalar. Dalam masa perawatan sebelum kematiannya, keluarga Ali memberinya susu. Ketika diberi semangkuk susu untuk menetralkan racun di tubuhnya, Imam hanya meminum setengahnya. Ia menyisakan separuhnya lagi. “Berikan (sisa) susu ini kepada orang asing yang ada di penjara. Perutnya kosong,” katanya.  Seorang yang hadir di situ bertanya, “Siapa orang asing di penjara itu, wahai Imam?” Beliau menjawab, “Orang yang telah berusaha membunuhku, Ibnu Muljam.”

Mari mengenang sejarah sahabat Nabi saw. Sesungguhnya dari sekian banyak sahabat Nabi saw, yang paling banyak kita kenal adalah empat sahabat besar, yakni Abubakar ra, Umar ra, Usman ra dan Ali ra – yang keempatnya kemudian popular sebagai Khulafa’-ur- Rasyidin.

Dari ke-4 sahabat besar itu, tiga yang terakhir ternyata wafat terbunuh: Khalifah Umar ra, Khalifah Usman ra, dan Khalifah Ali ra. Sahabat Usman ra (memerintah mulai tahun 644 sd 656 M) dibunuh di rumahnya, di Madinah, oleh pemberontak dan pengacau, setelah sebelumnya dikepung selama 40 hari. Sayidina Usman, yang dikenal sebagai saudagar kaya yang dermawan (dan menurut sebagian sejarawan pernah menikahi dua putri Nabi saw) itu syahid pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H (656 M). Dampak peristiwa terbunuhnya Usman itu kemudian berjalan cukup pelik; terjadi fitnah di sana-sini.

Setelah Usman ra meninggal, pengganti beliau adalah Ali (ra). Sayidina Ali yang sepupu dan sekaligus menantu Nabi saw  itu juga dibunuh saat melaksanakan solat subuh di masjid Kufah, Irak. (Ali yang dipukul pedang Ibnu Muljam pada 19 Ramadhan 40 H itu kemudian wafat tiga hari setelah peristiwa itu (pada 21 Ramadhan).

Berhubung tragedi pembunuhan Imam Ali berlangsung pada 10 hari-hari terakhir bulan Ramadhan ini, maka layak kiranya kita simak kisahnya berikut ini:
Continue reading Imam yang Syahid di Mihrab

Rela pada Keputusan Tuhan -2 kunci dari Imam Ali as

Halaman Quran tulisan Imam Ali bin Abithalib as

Dua kata-kata Imam Ali bin Abithalib as berikut ini sangat menarik dan penting untuk pedoman hidup setiap Mukmin.



A.

من رضي با القضاء طاب عيشه

Barangsiapa ridho pada putusan Allah, maka akan indah (bagus) hidupnya.” Begitulah nasihat Imam Ali bin Abithalib (as).
Hal ini sejalan juga dengan perintah beliau, yg mengatakan:

B.

اذا لم يكن ما تريد
فارد ما يكون

Artinya, “Jika tidak engkau dapati yg kau inginkan, maka inginkan lah yang (telah) terjadi.”

Rupanya itu sebuah instruksi dari beliau. Jika kita menerapkan yang B itu, maka otomatis kita akan menjalani hidup seperti yang di atasnya (A). Agar bisa meraihnya, kiranya.kita dapat mengikuti sabda Rasulullah SAW yang mengajarkan agar kita sering membaca do’a berikut ini:


اله رضني بقضاءك

Wahai Ilaahi, jadikan daku rela (ridha) dengan semua putusan-putusan-Mu. Artinya, kita selalu membutuhkan kehadiran Allah agar selalu ridha dengan keputusan-Nya.