3 Resep Bahagia, Sehat dan Panjang Umur


Apa yang menjadikan kita gembira dan sehat sepanjang hidup ini? Jika Anda mengira ketenaran dan uang sebagai penyebabnya, Anda harus memikirkannya kembali. Banyak orang memang menyangka kedua hal itu sebagai faktor utama kebahagiaan hidup. Sekitar 80 % anak muda juga mengatakan ketenaran dan uang adalah yang utama. Tetapi itu keliru.

What keeps us happy and healthy as we go through life? If you think it’s fame and money, you’re not alone – but, according to psychiatrist Robert Waldinger, you’re mistaken. As the director of 75-year-old study on adult development, Waldinger has unprecedented access to data on true happiness and satisfaction. In this talk, he shares three important lessons learned from the study as well as some practical, old-as-the-hills wisdom on how to build a fulfilling, long life. Watch the video down below.

Apa rahasia agar lebih sehat dan bahagia dalam hidup ini?

Robert Waldinger di acara TED: kunci kebahagiaan.

Awalnya banyak yang mengira bahwa resepnya adalah kekayaan (uang) dan popularitas (fame).
Ternyata itu semua salah. Profesor dan ahli kedokteran jiwa di fakultas kedokteran Harvard Medical School Robert Waldinger menjelaskan bahwa, dari sebuah penelitian selama 75 tahun terhadap 724 orang di Amerika menunjukkan hasil yg menarik.

Waldinger yang mengunggah hal itu dalam salah satu videonya di kanal YouTube (pada tahun 2016 silam) menerangkan bahwa tiga (3) pelajaran penting dapat disimpulkan dari studi itu adalah:

  • Pertama: Mereka yang memiliki hubungan sosial yang baik, dengan keluarga, teman dan komunitas (lingkungan)-nya rata-rata lebih sehat dan lebih bahagia. Dari situ diketahui pula bahwa ‘kesepian mempercepat kematian.’ “Loneliness kills,” katanya.
  • Kedua, jangan mengandalkan banyaknya hubungan saja. Yang penting bagi kita bukanlah kuantitas jumlah hubungan sosial yang kita miliki, melainkan kualitas hubungan itu lah yang justru lebih penting. Itu sebabnya konflik-konflik dalam perkawinan sangat buruk akibatnya bagi kita. Kadang bahkan lebih buruk dari perceraian. Sebaliknya, hidup di tengah suasana yg hangat akan melindungi semua pihak.
  • Ketiga, kata Waldinger, hubungan yang baik dengan orang lain (keluarga, teman, komunitas) tidak saja menyehatkan tubuh, tetapi juga otak kita. Jika orang tahu ada orang lain yang bisa diandalkan dalam berbagai kesulitan yang dihadapi, maka otak orang itu akan memiliki daya ingat (memory) yang jauh lebih kuat (tidak mudah lupa atau pikun). Itu sebabnya dianjurkan untuk terus meningkatkan mutu hubungan (komunikasi) dengan semua pihak, termasuk mengurangi ‘screen time‘ (berlama-lama menggunakan telepon seluler/HP atau komputer), agar manusia bisa hidup lebih sehat dan lebih baik.

Silakan simak penjelasan Waldinger di bawah.

Selanjutnya, berikut ini penjelasan yang lebih panjang mengenai hal itu:

Apa rahasia agar lebih sehat dan bahagia dalam hidup ini?

Selama ini kita diberi nasihat bahwa untuk meraih kebagiaan dan umur panjang, maka kita harus fokus dalam pekerjaan, bekerja lebih keras dan mencapai lebih dan lebih lagi. Seakan-akan itu semualah yang harus kita kejar untuk menjalani hidup yang baik. Gambaran kehidupan kita, pilihan yang dibuat orang-orang dan bagaimana hasilnya untuk mereka, itu semua merupakan gambaran yang sangat sulit diraih. 

Sebagian besar yang kita ketahui tentang kehidupan manusia, adalah dari hasil bertanya pada orang-orang itu tentang masa lalu mereka. Namun itu sulit dan bukan cara yang akurat, sebab kita lupa sebagian besar kejadian dalam hidup kita, dan terkadang memori bisa sangat kreatif sehingga ‘menyesatkan’. 

Oleh karena itu, Waldinger dan tim berusaha melihat seluruh kehidupan orang-orang itu, seiring berjalannya waktu, sejak remaja sampai dengan hari tuanya untuk melihat apa yang membuat orang bahagia dan sehat.

Melalui “Studi Harvard tentang Perkembangan Orang Dewasa,” para peneliti memonitor kehidupan 724 pria, selama 75 tahun. “Setiap tahun kami menanyakan tentang pekerjaan, rumah tangga, kesehatan mereka, dan tentu saja tanpa mengetahui akan seperti apa hidup mereka,” kata Waldinger.

Memang ini studi yang sangat langka. Hampir semua proyek seperti ini bubar sebelum 10 tahun karena terlalu banyak orang keluar dari studi, atau pendanaan untuk riset habis, atau penelitinya mulai kehilangan arah, atau mereka meninggal, dan tidak ada yang melanjutkan studi. Tapi berkat gabungan keberuntungan dan kegigihan beberapa generasi peneliti, studi ini bertahan. Sekitar 60 dari 724 pria yang kami monitor masih hidup, masih berpartisipasi dalam studi ini, kebanyakan dari mereka berusia 90-an. “Dan sekarang kami mulai mempelajari lebih dari 2.000 anak-anak dari para pria ini. Dan saya direktur ke-4 dari studi ini,” tambah Waldinger. 

Sejak tahun 1938, tim peneliti memonitor kehidupan dua kelompok pria. Kelompok pertama dalam studi ini mulai saat mereka jadi mahasiswa baru di Harvard College. Mereka lulus kuliah saat Perang Dunia II, dan sebagian besar pergi untuk ikut berperang. “Dan kelompok kedua yang kami ikuti adalah sekelompok anak laki-laki dari kawasan paling miskin di Boston, mereka dipilih untuk studi ini karena mereka berasal dari keluarga bermasalah dan miskin di Boston pada tahun 1930-an. Sebagian besar hidup di rumah petak, tanpa akses air panas maupun dingin,” ujar Waldinger. 

“Saat mereka mulai mengikuti studi ini, semua remaja ini kami wawancarai. Kami melakukan tes kesehatan. Kami pergi ke rumah mereka dan mewawancarai orang tua mereka. Kemudian, para remaja ini tumbuh dewasa dan mempunyai profesi yang bervariasi. Ada yang menjadi buruh, pengacara, tukang bangunan, dan dokter, satu orang jadi Presiden Amerika Serikat. Ada yang menjadi pecandu minuman keras. Beberapa menderita schizoprenia. Beberapa menanjaki strata sosial dari paling bawah hingga paling atas, dan beberapa menempuh jalan sebaliknya,” tambahnya.

Setiap dua tahun, peneliti menghubungi partisipan. Guna mendapatkan gambaran jelas dari kehidupan mereka, peneliti tidak sekedar mengirimi mereka daftar pertanyaan, tetapi mewawancarai mereka di ruang tamu, memeriksa rekam medis mereka, mengambil sample darah, memindai otak mereka, berbicara dengan anak-anak mereka. Sekitar sepuluh tahun lalu, banyak istri responden ikut bergabung dalam studi ini, sehingga para peneliti juga merekam dialog dengan para istri itu.

“Jadi, apa yang sudah kami pelajari? Pelajaran apa yang kami dapatkan dari puluhan ribu halaman informasi yang telah kami kumpulkan dari kehidupan mereka?” 

“Pelajaran yang kami dapat bukanlah tentang kekayaan, ketenaran, atau bekerja lebih keras. Pesan terjelas yang kami dapat dari studi selama 75 tahun ini adalah: hubungan yang baik membuat kita semakin bahagia dan sehat. Titik.”

Jika Anda membuka videonya di tautan TED di atas, maka di situ terdapat teks terjemahan bahasa Indonesia yang dibuat oleh Dewi Barnas, dan di-review oleh Gita Arimanda

Kami belajar bahwa ada 3 pelajaran penting tentang hubungan. 

Pertama, hubungan sosal sangat baik bagi kita, dan kesepian dapat membunuh. Ternyata, orang yang lebih terhubung secara sosial ke keluarga, teman, komunitas, akan lebih bahagia, secara fisik lebih sehat, dan hidup lebih lama dibanding dengan orang yang tidak terhubung dengan baik. Dan rasa kesepian ternyata sangat berbahaya. Orang yang terisolasi lebih dari yang mereka harapkan merasa diri mereka kurang bahagia, kesehatan mereka memburuk lebih cepat di usia paruh baya, fungsi otak mereka menurun lebih cepat, dan hidup mereka lebih singkat daripada orang yang tidak kesepian. Dan yang menyedihkan adalah, setiap saat, 1 dari 5 orang Amerika merasa kesepian.

Dan kita tahu Anda bisa merasa sepi di tengah keramaian, dan Anda bisa merasa kesepian dalam pernikahan, jadi, pelajaran penting kedua kita bukanlah tentang berapa teman yang Anda miliki, atau apakah Anda berada dalam hubungan yang mengikat, namun kualitas hubungan Anda-lah yang paling penting. Ternyata hidup di tengah konflik sangat buruk bagi kesehatan. 

Pernikahan yang banyak konflik, misalnya, tanpa kasih sayang, ternyata sangat buruk bagi kesehatan, mungkin lebih buruk dari perceraian. Dan memiliki hubungan yang baik dan hangat akan melindungi kita. 

Setelah mengikuti kehidupan partisipan hingga usia 80-an, kami ingin melihat kembali hidup mereka saat paruh baya, kami ingin tahu, apakah kami bisa memprediksi siapa yang akan menikmati masa tua yang bahagia dan sehat dan siapa yang tidak. Setelah kami mengumpulkan semua informasi yang kami tahu tentang mereka di usia 50, bukan tingkat kolesterol mereka di usia paruh baya yang memprediksi bagaimana mereka akan menua. Tapi, seberapa bahagia mereka dengan hubungan yang dimiliki. 

Orang yang paling puas dalam hubungan mereka di usia 50 adalah yang paling sehat di usia 80. Hubungan dekat yang baik agaknya melindungi kita dari berbagai ujian saat menua. Pasangan partisipan kami yang paling bahagia melaporkan bahwa di usia 80-an, saat mereka lebih sering jatuh sakit, suasana hati mereka tetap gembira. Namun partisipan yang hubungannya tidak bahagia, saat mereka jatuh sakit, rasanya lebih parah karena sakit emosional.

Pelajaran penting ketiga tentang hubungan dan kesehatan kita adalah hubungan yang baik tidak hanya melindungi tubuh, tapi melindungi otak kita juga. Ternyata, berada dalam hubungan yang penuh kedekatan dengan orang lain saat usia Anda 80-an, baik bagi kesehatan kita, sehingga orang yang berada dalam hubungan ketika mereka merasa dapat mengandalkan partnernya saat mereka butuh, memiliki ingatan yang tetap tajam. Sebaliknya, orang yang merasa tidak dapat mengandalkan partnernya, ingatan mereka memburuk lebih dini. Hubungan yang baik tidak harus selalu mulus. Beberapa pasangan lansia kami bisa cekcok terus dari hari ke hari, tapi selama mereka merasa dapat saling mengandalkan saat melalui cobaan yang berat, pertengkaran tersebut tidak berdampak pada kualitas ingatan mereka.

Sebenarnya pesan bahwa hubungan dekat yang baik penting untuk kesehatan dan kebahagiaan, merupakan nasehat yang sudah ada sejak sangat lama. 

Tetapi, mengapa hal itu sulit untuk didapat dan mudah untuk diabaikan? 

Karena kita manusia. Kita suka hal-hal yang serba instan, sesuatu yang bisa kita dapatkan yang membuat hidup jadi baik dan tetap mempertahankannya. Hubungan terkadang berantakan dan rumit dan kerja keras untuk merawat hubungan dengan keluarga dan teman, bukanlah suatu hal yang seksi atau glamor. Sifatnya pun seumur hidup. Tidak pernah berakhir. 

Tetapi itu semua keliru.

Partisipan studi 75 tahun kami yang paling bahagia saat pensiun adalah yang berusaha mengubah rekan kerja menjadi teman. Seperti kaum milenial dalam survei yang disebut Waldinger, banyak partisipan kami saat mulai beranjak dewasa (awalnya) sangat yakin bahwa ketenaran, kekayaan, dan pencapaian diri adalah yang mereka butuhkan agar hidup bahagia.

Selama 75 tahun ini, studi kami telah menunjukkan bahwa orang yang bahagia adalah yang menyandarkan diri pada hubungan, dengan keluarga, teman, dan komunitas. 

Bagaimana dengan Anda? Katakanlah usia Anda 25 tahun, atau 40 tahun, atau 60 tahun. Seperti apakah arti dari menyandarkan diri pada hubungan? 

Kemungkinannya sangat tidak terbatas.  Mungkin sesederhana mengganti waktu menonton TV dengan bertemu orang-orang, atau menghidupkan kembali hubungan dengan melakukan hal baru bersama, jalan-jalan atau kencan di malam hari, atau menghubungi keluarga yang sudah lama tidak Anda hubungi karena pertengkaran keluarga yang umum terjadi dampaknya bisa sangat buruk bagi orang yang pendendam. 

Hidup yang baik dibangun dengan hubungan yang baik. 

Silakan Beri Komentar