Antara Ibadah dan Muamalah – 1


Alkisah seorang sahabat Nabi (SAW) lewat di sebuah lembah yang bermata air jernih dan segar. Lembah itu demikian mempesona, sehingga sang sahabat berpikir untuk mengasingkan diri di situ dan menghabiskan waktunya untuk beribadah di lembah itu.

Ia datang memberitahukan niatnya kepada Nabi saw. Rasul yang mulia berkata: ”Janganlah engkau lakukan itu. Kedudukanmu di jalan Allah lebih utama daripada solat yang engkau lakukan di rumahmu selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kamu ingin agar Allah mengampuni dosamu dan memasukkanmu ke surga? Berjuanglah di jalan Allah.” (HR Turmudzi).

Catatan: Sebagian bahan dari tulisan ini dipetik dari karya DR Jalaluddin Rakhmat. 

Dengan kata lain, berjuang di jalan Allah adalah:

  • Hidup di tengah-tengah masyarakat;
  • Mempertahankan akidah yang diyakini;
  • Menyebarkannya kepada orang lain;
  • Menjadi saksi-saksi kebenaran (syuhadaa’ ‘alan-naas).
a183fb76d80fb59257762d88d39bab0c (1)
Jangan benci siapa pun (tak peduli seberapa banyak ia telah menyakiti Anda); Hiduplah secara sederhana (tak peduli seberapa kaya kita); Berpikirlah positif (tak peduli seberat apa pun hidupmu);  Berilah yang banyak, meski Anda hanya mendapat sedikit; Jaga hubungan (silaturahmi) dengan mereka yang telah melupakanmu; Dan Maafkan mereka yang telah menyakitimu; Dan Jangan berhenti mendoakan yang terbaik bagi orang-orang yang kau cintai. (Imam Ali as).

Catatan: Merujuk pada yang pertama di atas (Hidup di tengah masyarakat) itu, saya jadi ingat pesan Imam Ali as,  sepupu, menantu, ‘sahabat’ dan murid terbaik Nabi SAW yang ada di atas. Betapa indahnya pesan beliau, sehingga seorang Muslim di tengah masyarakat itu dianjurkannya memberi yang banyak, memaafkan yang menyakiti, dan tetap berpikir positif (husnu-dhann) meski hidup dalam kesulitan, dan sebagainya.

Kehadiran seorang Muslim (sebagai anggota masyarakat) itu, dalam pandangan Islam, merupakan hal yang sangat penting. Islam tidak datang hanya untuk mengajarkan zikir dan doa. Nabi datang untuk menjelaskan halal dan haram, menyuruh yang baik, melarang yang munkar, dan membebaskan manusia dari beban penderitaan dan belenggu-belenggu yang memasung kebebasan mereka (QS 7: 157).

Pernah ada kisah anekdotal bahwa ada seorang yang bilang bahwa, “jika ia yang mi’raj – sudah sampai di Sidratul Muntaha — maka ia tidak akan kembali turun ke bumi.” (Baca tulisan ini: “Seandainya Saya Naik ke Langit“).

Jangan lewatkan: Ternyata Ada 8 Mazhab dalam Islam

 

Tentu saja orang itu berandai-andai, karena tidak ada yang mi’raj kecuali Nabi SAW. Tetapi yang juga penting digarisbawahi adalah bahwa, ketentuan Islam menegaskan bahwa (sekali lagi), tugas manusia (sebagai khalifah di bumi) adalah untuk ‘menjadi berguna di tengah masyarakat, membebaskan manusia dari penderitaan’ (seperti disebutkan di atas). Sebab, seorang Muslim datang ke tengah masyarakat untuk melanjutkan tugas para Nabi, memperbaiki masyarakatnya, setelah ia memperbaiki dirinya lebih dulu. Ia harus menjadi orang yang saleh (terperbaiki, atau baik) dan muslih (memperbaiki), haadin (hadi – yang mendapatkan petunjuk) dan muhtadin (yang memberikan petunjuk) – seperti kompas; bukan fasid dan mufsid (rusak dan perusak), atau dhal dan mudhil (sesat dan yang menyesatkan).

Kemiskinan - Ali as
Jika Kemiskinan itu berwujud seorang lelaki, pasti aku telah membunuhnya (Imam Ali bin Abithalib as)

Di dalam Islam, tugas-tugas kemasyarakatan (muamalah) ini mempunyai kedudukan sedemikian penting, sehingga dihargai lebih tinggi daripada ibadah-ibadah ritual (mahdhah) seperti solat, haji.

 

 

Al-Qur’an: “jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah” (QS 51:56).  Semua Rasul diutus Allah untuk mengajak manusia beribadah kepada Allah. Islam memandang bahwa seluruh hidup kita haruslah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Dalam pengertian ini, ibadah didefinisikan Ibnu Taimiyah sebagai:  “Sebuah kata yang menyeluruh, meliputi segala yang dicintai dan diridhoi Allah, menyangkut segala perkataan dan perbuatan yang tampak maupun yang tidak tampak.”

Jadi ibadah bukan saja menyangkut berzikir, salat dan puasa, melainkan juga menolong yang teraniaya, melepaskan dahaga yang kehausan, dan memberikan pakaian kepada yang kekurangan pakaian (telanjang).

Bersambung…

Catatan: Sebagian bahan dari tulisan ini (dan sambungannya) saya ambil dari karya DR Jalaluddin Rakhmat, seperti buku ‘Islam Alternatif (Ceramah-Ceramah di Kampus)‘, dan lainnya. Untuk itu, saya haturkan terima kasih kepada beliau.

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s