Soal Yaman: Mengapa Dunia Diam?


Sudah umum diketahui bahwa agenda setting media internasional sangat bias kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya dalam melaporkan kejadian-kejadian penting di Timur Tengah. Salah satu contohnya adalah meminggirkan pemberitaan  kasus Yaman dari benak masyarakat dunia — sehingga dunia pun ‘diam’, tak berreaksi terhadap genosida di Yaman yang kini menuju negeri horor.

Agenda Setting DLL
Agenda Setting — Bagaimana proses media memilih realitas yang sebenarnya terjadi, menjadi ‘realitas media’ sehingga publik ikut menganggapnya sebagai penting.

” Ada agenda tersembunyi yang dilakukan negara-negara elite yang berkuasa di dunia, khususnya AS dan Saudi serta sekutu mereka (Inggris, Israel, dll) untuk ‘menyingkirkan’ Yaman dari benak masyarakat dunia. Hal itu memang disengaja, sehingga Yaman dianggap tidak penting.”

 

Tulisan ini sebelumnya (pada 1 Januari 2018) dimuat dalam situs Jabar Today, dengan judul, “Mengapa Barat dan Saudi Remehkan Yaman?”  (Saya kemudian sedikit mengeditnya, dan menambahkan beberapa gambar dan grafis di dalamnya).

 

Latuff - Yaman 1
Gambar cartoon dari Latuff (Perancis): Saudi menerima bom-bom dari AS, dan ‘membuangnya’ ke berbagai negara, termasuk Yaman.

Begini penjelasannya: realitas yang sebenarnya terjadi, ‘digoreng’ oleh negara-negara itu (khususnya AS dan Inggris) agar tidak masuk dalam pembentukan realitas di benak pengelola media besar.

Ada beberapa media internasional yang paling banyak dikutip di seluruh dunia, seperti CNN, BBC, New York Times, Washington Post dan sejenisnya.

“Nah, bersama agenda setting itu, mereka juga melakukan ‘priming’, agar media-media memilih berita yang selain (tentang) Yaman. Berita itu lalu direkayasa sebagai ‘lebih penting’, sehingga bukan Yaman, yang jadi prioritas mereka.”

Lalu apa tujuannya?

Tujuannya agar yang menjadi perhatian masyarakat dunia adalah cerita dari tempat lain, dan  bukan Yaman. Mengurangi pemberitaan mengenai Yaman, akan menciptakan kesan bahwa Yaman tidak penting; kurang memiliki ‘nilai berita’ (news values) sehingga kurang layak diangkat jadi sebuah news story.

Tulisan di media ‘Reporters Without Borders‘ ini menggambarkan bagaimana Arab Saudi memanipulasi kantor-kantor media asing. Bersumber dari Wikileaks (Saudi Cables), di media itu antara lain dikatakan bahwa: pemerintah Saudi telah mengusulkan pendanaan kepada TV berbahasa Persia, Wesal Farsi TV, yang berpusat di London dan dimiliki oleh kelompok oposisi anti pemerintah Iran; adanya peningkatan dana (dari $ 4.000 menjadi $ 10.000 pertahun) kepada koran Senegal Le Soleil dan membantu media Wal Fajr. Kemudian Kedubes Saudi di Jerman, menurut sebuah cable tanpa tanggal, mengusulkan agar penulis dan wartawan Jerman menulis artikel tentang Saudi setiap enam bulan, dan menerjemahkan berbagai buku karya orang Saudi sebagai kegiatan budaya. Dikatakan bahwa lima wartawan Jerman akan dibayar sekitar 7.500 Euro setiap bulan.

 

Saudi Manipulasi Media - dari Wikipedia.JPEG
‘Bagaimana Arab Saudi Memanipulasi Kantor-Kantor Berita Asing.’ Sumber: https://rsf.org/en/news/how-saudi-arabia-manipulates-foreign-media-outlets

 

 

 

 

 

 

Kita bisa melihat berbagai kasus kekerasan di Timur-Tengah, selama ini dibangun di atas dasar kedua agenda media tersebut.

Misalnya, dimunculkan kejadian-kejadian lain yang direkayasa sebagai ‘penting’ seperti kejadian-kejadian ISIS (dan sebagainya) di Siria, kudeta di Turki, modernisasi (palsu) di Arab Saudi, masalah Hariri di Lebanon, dan lainnya.

Yaman in Need
Sekitar 20 juta (dari 27 juta) penduduk Yaman dalam keadaan gawat: perang yang tidak seimbang, dan pemblokiran makanan dan obat-obatan telah menjadikan rakyat Yaman menderita luar biasa.

Apakah media luar negeri itu juga melakukan Framing?

“Tentu saja, itu semua bagian penting yang harus mereka lakukan, sebab proses membingkai (framing) liputan dipercayai memberi dampak terhadap persepsi audiens melalui isu utama (sebuah perkara) dan interpretasi mengenainya.”

Kalaupun  media tersebut menulis tentang Yaman, maka pembingkaian (framing)-nya adalah dengan menunjukkan bahwa Yaman adalah pihak yang salah, pihak yang jahat adalah selain Saudi.

Misal beritanya dibungkus dengan konsep yang menghubungkan Houthi dengan Syiah, sebuah mazhab yang selalu dituduh sesat, dsb; sedangkan Arab Saudi (dan AS, dkk) adalah yang baik, atau setidaknya tidak terlalu jahat, karena membela kepentingan rakyat Yaman (dari ‘kejahatan’ Houthi).

Iran dan Houthi sendiri sudah berkali-kali membantah adanya kerjasama antar-mereka. Yang muncul di media justru tidak sama dengan realitas yang ada di lapangan.

Latuff - Iran sbgai tertuduh
Kartun Latuff (Perancis): menggambarkan AS dan Israel berteriak-teriak lewat pengeras suara bahwa, “Iran adalah ancaman bagi perdamaian”; sementara pemimpin Israel menyembelih burung perdamaian demi ‘settlement’ orang Yahudi di Palestina.

Sejauh ini,  percaturan politik yang dilakukan tiga penguasa kuat di Timteng –Mohammad Bin Salman (Saudi), Recip Erdogan (Turki), dan Abdel Fattah El Sisi (Mesir) menggeser peran negara-negara yang ‘lemah’ seperti Lebanon, Syria, Irak, dan Yaman yang berada di pinggiran.

“Memang ada Iran, sebuah negara kuat lain di sana, yang juga berperan; tetapi ia sering menjadi sasaran tuduhan Saudi dan  AS  sebagai sumber masalah – dan kemudian dijadikan bahan untuk scenario penciptaan konflik-konflik seperti masalah nuklir, dan (yang lebih parah dan panjang) konflik Syiah-Sunni.”

Selama ini, AS diposisikan sebagai ‘pihak yang benar’ dan Iran sebagai the bad guy karena kaitannya dengan Syiah. Konflik antar-mazhab itu, sebagaimana semua konflik lainnya, menjadi bahan ‘pelintiran’ yang menarik bagi media, karena pada dasarnya media sangat suka memberitakan konflik sebagai salah satu ‘news value’ yang penting.

beda laporan BBC
Kartun dari Latuff (Perancis, 2009) ini menggambarkan cara BBC melaporkan: sebuah bom yang jatuh di Israel tanpa ada korban ditulis sebagai sebuah ‘horor’, sedangkan bom yang memporakporandakan rakyat Palestina (dengan banyak korban) hanya ditulis sebagai “Sebuah Malam yang Sulit di Gaza”. Sebuah contoh ‘framing’ berita yang tepat.

 

Catatan: lihat juga pemberitaan serupa dari acara “Refleksi Akhir Tahun”  yang diselenggarakan Komisi Solidaritas untuk Palestina dan Yaman di Jakarta pada 30 Desember 2017 (klik di mirajnews dan di portal islamindonesia serta di portal media detik).

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s