Suatu ketika Aqil bin Abithalib, kakak Sayidina Ali (as) yang sangat miskin datang kepada Ali. Aqil bermaksud meminta sedikit harta dari Baitul Mal, kas negara. Alih-alih memberikannya, Ali mengancam hendak menyundutkan (menempelkan) besi panas ke tubuh Aqil, seraya berkata, “Lebih baik panas ini mengenai kita daripada panas api neraka.”
Sudahkah kita berikan upah Rasulullah saw?
Begitu menulis nukilan kisah di atas, kadang orang sudah langsung menuding bahwa, penulis cerita singkat berkenaan dengan Khalifah Ali itu adalah orang Syiah. Seringkali karena menyebut Ali, isteri beliau Fatimah (yang adalah puteri Nabi saw), dan kedua putra mereka (cucu Nabi), Hasan & Husain: langsung tuduhan Syiah menempel di dahi kita.
Aneh, seolah bahwa Imam Ali bin Abithalib dan , sebagai salah satu anggota keluarga (Ahlul Bait) Nabi saw, hanya milik orang Syiah. Itu rupanya gara-gara ‘kampanye hitam’ pihak tertentu.

Atau dengan kata lain, ada ‘propaganda jahat’ secara intensif dan terus menerus kepada orang yang mencintai atau menyebut nama-nama anggota Ahlul Bait Rasulullah saw itu. Akibatnya, hal itu membuat kita enggan mencerap hikmah dari mereka yang hidup dan menghirup aroma kenabian bersama sang Nabi itu. Padahal Ali, Fatimah, Hasan dan Husain itu adalah anggota ‘Ahlul Bait’ atau “Al-Qurba”, sebagaimana disebut Al-Qur’an. (Surat Al-Ahzab: 33).
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
.. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab ayat 33)
Upah kepada Nabi saw.
Berkait dengan itu, tahukah kita bahwa Rasulullah saw telah meminta ‘upah’ kepada kita atas seruan (dakwah) beliau? Kita telah menjadi muslim atas jasa Rasulullah, namun sudahkah kita berikan upah beliau? Apa upahnya itu?
Terima kasih atas inspirasi Sdr.Sagaf Basry yang pertama kali mengangkat tulisan ini di wall Facebook-nya. (Klik di sini untuk tulisan aslinya).
Al-Qur’an Surat Ash-Shūraá:23 menyatakan:
“…. Katakanlah (wahai Nabi): ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang pada al-Qurba (keluarga)’. …
Imam Fakhruddin ar-Razi menyampaikan dalam Tafsir al-Kasysyaf:
Mereka bertanya,”Ya Rasulullah, siapakah keluarga yang dimaksud yang harus kami cintai?” Rasulullah menjawab, “Ali dan Fatimah dan putra-putra mereka”
Lalu kenapa Nabi yang mulia ini meminta upah untuk mencintai keluarganya? Al-Quran menyediakan jawabannya: Dalam Surat Saba’ ayat:47 Allah SWT berfirman: “Katakanlah: ‘Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu’.”
Nyatalah, bahwa upah nencintai keluarga Nabi saw tersebut adalah untuk kemaslahatan kita sendiri. Mengapa demikian? itu tak lain karena mereka (Ahlul Bait) merupakan manusia-manusia istimewa hasil didikan kenabian. Mereka sumber hikmah sepeninggal Rasul saw.
Dalam kaitan dengan Ahlul Bait Nabi itu, tepat kiranya bila kita ingat peristiwa yang terjadi pada malam ke-21 Ramadhan 40 H, ketika Khalifah ke-4, Ali bin Abithalib (as), syahid. Pada subuh 19 Ramadhan beliau dibunuh oleh Ibn Muljam, dan pada 21 Ramadhan sepupu dan menantu Nabi (saw) itu wafat sebagai syahid.

Peristiwa itu sangat terkenal dalam sejarah, dan itu bukan hanya monopoli Muslimin bermazhab Syiah, melainkan juga mazhab Sunni (Ahlus Sunnah) seperti kita-kita yang banyak di Indonesia ini. Biar jelas, mari kita lihat beberapa riwayat ulama Sunni tentang Sayidina Ali berikut ini:
- Muhibb at-Thabari meriwayatkan dari Aisyah ra bahwa ia berkata,”Aku melihat ayahku (Abu Bakar ra) sering menatap Ali. Aku berkata, ‘Ya Abi, aku melihat engkau sering menatap wajah Ali.’ Ia berkata,’Ya anakku, aku mendengar Nabi berkata, melihat wajah Ali adalah ibadah.'” ( Dari ‘Ar-Runadu Nadhirah‘)
- Ibn Hajar melaporkan dari Aisyah ra (isteri Nabi saw), bahwa Nabi berkata, ‘Ali adalah saudara terbaikku. Hamzah adalah pamanku terbaik dari pihak ayah, dan mengingat Ali dan berbicara mengenainya adalah ibadah.’ (Dari kitab ‘As-Sawaiqul Muhriqah’)
Itu tidak berlebihan sama sekali. Langkah Ali selalu menapak-tilasi jejak Rasulullah sejak ia berusia delapan tahun. Dia pria muslim pertama. Ia tidur di ranjang Rasul ketika 40 algojo Quraisy hendak memghabisi Rasulullah.
Ia yang terdepan di berbagai medan pertempuran berbahaya. Di Perang Badar ia menghajar seorang algojo Arab dalam duel. Pada Perang Uhud Ali menjadi perisai bagi Nabi, badannya tertusuk puluhan panah dan pedang. Kejadian amat dramatis terjadi dalam Perang Khandak, ketika Imam Ali — menggunakan pedangnya ‘Dzulfiqar’ — berhasil menebas leher musuh Islam yang kala itu dikenal sebagai jagoan paling hebat di jazirah Arab, Amr bin Abdu Wudd. Kaum Yahudi takluk, ketika gerbang Benteng Khaybar dijebol Ali dengan tangan kosong, dan para jagoan Yahudi ditebasnya.
Dalam keilmuan dia adalah pintu dari kota ilmu. Para khalifah sebelumnya kerap meminta bantuan dan sarannya, ketika Islam diuji. Tak heran Khalifah Umar ra sering berkata, “Jikalau tidak ada Abal Hasan (Ali), celakah Umar”
Dalam kedemawanan, ia sangat utama. Semua hasil rampasan perang disedekahkan untum muslimin yg miskin, sedang ia dan keluarganya hanya makan gandum dan kurma.
Ali lah yang pertama kali membuat pertanian modern di lahan luas di luar Madinah. Ia mengatur pengairan kebun kurma dengan canggih. Sumur yang digalinya masih ada sampai sekarang, yang dikenal dengan birr-Ali.
Ali seorang sastrawan ulung, kumpulan khotbah dan suratnya, Nahjul Balaghah dipelajari dan dihapal sampai hari ini. Beda dengan karya sastra lain, sastra Ali begitu lengkap tidak mengandung kekurangan.
Ali pemimpin yang adil. Pada waktu beliau menjadi Khalifah, Aqil bin Abithalib (kakanda Ali) pernah datang kepadanya. Aqil sangat miskin, dan ia datang kepada Ali untuk meminta sedikit harta dari Baitul Maal (kas negara). Alih-alih memberikannya, Ali justru mengancam hendak menempelkan (menyundutkan) besi panas ke badan Aqil. “Lebih baik panas ini mengenai kita daripada panas api neraka,” kata Ali.
Ketika akan mendekati Shiffin (dalam Perang Shiffin), pasukan Ali dicegah untuk mengambil air di Sungai Efrat (di Irak). Lalu beliau perintahkan panglimanya, Malik Al-Ashtar, untuk menerobos kepungan itu. Malik dan pasukannya berhasil menguasai air. Namun setelah itu, Ali berpesan kepada Malik, “Janganlah kalian cegah mereka (pasukan musuh) untuk mengambil air.”

Pesan Ali mengenai sikapnya dalam perang juga sangat indah dan bijak:
“Jangan mengawali perang. Jangan mengejar orang yang lari dari perang. Jangan membunuh yang terluka. Jangan memotong yang terbunuh. Jangan menyakiti wanita. Jangan menyingkap tabir rumah dan jangan mengambil barang mereka.”
Duhai Ali.. Begitu banyak hikmah darimu Wahai Amirul Mukminin, dan kami dibuat enggan mengucap namamu.
Baca juga:
-
Keterangan tentang Surat Al-Ahzab ayat 33.
-
4 Pesan Imam Ali kepada Putranya.
- Ali dan HAM: Human Rights of Ali.