Ini adalah tentang rahasia pencapaian. Tentang berpikir positif dan cita-cita.
Sejak sekitar enam tahun lalu, Afaf selalu mengikuti acara masak-memasak di televisi (TV) kabel. Ada program Master Chef Junior dari Amerika, ada juga yang dari Australia. Asyik menonton acara itu, Afaf yang saat itu masih duduk di TK jadi mencintai dunia kuliner. Dalam hati rupanya ia ingin tampil seperti para jagoan memasak cilik itu.
“Mah, kapan ya ada acara seperti ini di Indonesia?” tanya Afaf kepada ibunya, Emma. Beberapa kali, setiap melihat acara itu di TV, Afaf menanyakannya pada sang ibu. Selang beberapa bulan kemudian, ibunya mendaftarkan gadis yang kini berusia 11 tahun itu ke sebuah lembaga kursus memasak di Jakarta.

Rupanya ia seorang yang berbakat memasak. Dan bersemangat. Ia rajin. Setiap datang kursus, Afaf serius mempelajari segala yang diajarkan kepadanya, dan mencerapnya baik-baik. Dukungan ibu dan keluarganya juga membuat Afaf kian bergairah masuk ke dapur. “Saya kepingin jadi Chef profesional,” kata anak bungsu dari empat bersaudara itu.
Beberapa bulan silam, lembaga kursusnya mendapat informasi dari RCTI, bahwa siapa saja yang hendak ikut audisi lomba memasak Juniot Master Chef dipersilakan mendaftarkan diri.
Afaf, yang bernama asli Syifa Hasan itu, pun sangat bersemangat. Ia segera ikut audisi acara itu. Selama berlangsungnya proses seleksi yang diikuti 250 peserta (usia 8-13 tahun) itu, Afaf berdebar-debar. Tapi tekadnya bulat. Ia optimistis.
Suatu ketika Afaf menuliskan impiannya di sebuah kertas. ” I’m gonna be the first Junior Master Chef Indonesia,” tulis siswi SD Islam Al-Azhar Pusat, Kebayoran Baru, itu. “Saya akan menjadi juara Master Chef Cilik Indonesia yang pertama.”
Kertas itu ditempelkannya di dinding kamarnya. [Belakangan, karena kuatir kertas itu rusak, ibunya segera me-laminating tulisan itu. “Biar bisa disimpan, untuk kenangan buat Afaf nanti di masa depan, insha Allah,” kata Emma, ibu Afaf].

Tahap awal, ia lolos. Afaf dan 20 anak lainnya berhasil masuk seleksi selanjutnya yang berlangsung sejak April 2014 lalu. Ke-21 anak itu ditempatkan pada karantina selama beberapa bulan. Selama periode itu mereka mengadu kepandaian memasak yang pertama kali diadakan di Indonesia itu. Waktu berjalan, dan Afaf pun berhasil masuk ke final yang disiarkan RCTI pada 29 Juni 2014 silam. Akhirnya tiga Chef senior yang menjadi juri menetapkan Afaf sebagai juara Junior Master Chef Indonesia yang pertama, persis seperti yang ditulisnya berbulan-bulan lalu. [Lihat video grand final yang ditayangkan RCTI 29 Juni lalu itu di sini].
Video Afaf di YouTube:

Apa yang dituliskan Afaf di dinding kamarnya, bahwa ia ingin menjadi juara Master Chef, itu kini sudah menjadi kenyataan. Afaf, barangkali tanpa disadarinya, telah menunjukkan bahwa, ‘berpikir positif’ mengenai kehendak atau cita-cita berhasil membawanya kepada pencapaian padanya’.
Sigit yang ‘Bandel’
Sebuah kisah serupa juga terjadi pada seorang lelaki bernama Sigit. Alkisah, saat Sigit duduk di kelas satu SMP di Kediri, Jawa Timur, Sigit menuliskan identitas diri di buku diktatnya. Tetapi, berbeda dengan anak-anak lain, Sigit menulis identitas yang panjang: “Prof.Dr. Ir. Sigit Pranowo Hadiwardoyo.”
Artinya, saat di bangku SMP itu Sigit seolah membayangkan dirinya menjadi guru besar yang bergelar doktor dan insinyur. Gurunya kaget, dan sedikit kecewa. Ia dianggap ‘bandel’ rupanya. Mengapa menuliskan yang ‘aneh-aneh’ begitu? Akibatnya, Sigit dihukum dengan cara disuruh duduk di bangku tinggi — sekitar tiga meter — di samping kelas, selama berlangsungnya pelajaran sampai saat bel pulang sekolah dibunyikan.
Perjalanan Sigit, yang kini ayah empat anak itu memang panjang. Ia berjuang meraih apa yang diimpikannya itu. Singkat cerita, lelaki berkulit sawo matang itu pun mendapatkan kesempatan kuliah di UI, dan lulus sebagai insinyur sipil — bukan dokter, psikolog atau gelar lainnya — persis seperti yang diinginkannya saat SMP.
Lebih dari itu, Sigit terus menggenjot minat studinya sampai ia berhasil melanjutkan ke jenjang pasca-sarjana, S2 dan S3 di lah Perancis. Kini Sigit telah menjadi Ketua Program Pendidikan Advokasi UI, dengan gelar Prof. Dr. Ir. Sigit Pranowo Hadiwardoyo, DEA, persis seperti yang ditulisnya puluhan tahun silam di SMP, malah dengan tambahan gelar S2, yakni DEA. (Silakan baca tentang Prof. Sigit di sini, dan saat Sigit dilantik di video ini. Untuk program vokasi UI dapat lihat di sini).

Kedua cerita nyata itu adalah bukti bahwa pikiran positif dan tekad seseorang bisa terwujud, asalkan orang itu — tentu dengan dukungan orang di sekitarnya seperti keluarga dan teman — berupaya keras meraihnya. Dan kebiasaan menuliskan cita-cita atau impian itu, kiranya menjadi sebuah doa bagi orang itu.
Rhonda Byrne, dalam bukunya ‘The Secret‘ menjelaskan bahwa pada dasarnya ada hukum ketertarikan (law of attraction) yang ‘membumbungkan’ semua kemauan positif manusia.
Dalam buku terbitan tahun 2006 yang menjadi best seller itu, antara lain Rhonda mengatakan bahwa, hukum ketertarikan (“pada alam,” kata RHonda) menunjukkan bahwa pengalaman, situasi, dan kejadian yang muncul pada diri seseorang akan ‘menyesuaikan dirinya’ dengan frekuensi pikiran dan perasaan orang itu.
Dipengaruhi buku Wallace Wattles‘ yang berjudul The Science of Getting Rich, Rhonda meramu berbagai kiat atau resep sukses dari buku-buku klasik dan kata-kata bijak dari para guru yang membahas mengenai kebijakan lama.
Jika Rhonda Byrne mengatakan ketertarikan pada alam, bagi pemeluk agama Islam, sesungguhnya itulah yang diajarkan Nabi Muhammad saw mengenai berpikit positif. Dalam bahasa agama, orang mesti ‘husnu-dhon‘ (bersangka baik) kepada Tuhan, yang antara lain diwujudkan lewat doa. Semua doa kita pasti dikabulkan Allah dengan cara-Nya sendiri yang unik. Kita hanya disuruh berdoa apa saja, minta apa saja, lalu berikhtiar meraih hal itu. Ana fiema dhonniy ‘abdi biy,” firman Allah dalam salah satu hadis Qudsi. “Aku sebagaimana yang ada dalam prasangka hamba-Ku.”
Dalam Al-Qur’an pun, Allah SWT mengatakan,”Wa maaa lil insaani illaa maa sa’aa — tidaklah ada bagi manusia, kecuali apa yang ia usahakan.
Nah, disadari atau tidak rupanya Profesor Sigit dan Afaf juga menjalankan resep ‘hukum ketertarikan‘ itu. Keduanya membuktikan bahwa, kata-kata dan niat yang positif lah yang akan mengubah diri kita menjadi yang kita inginkan, dan melicinkan jalan bagi pencapaian dan sukses.
Baca juga:
- Afriyani dan Berpikir Positif
- Tawa Bapak Buta dan Kekuatan Kata
- Nick Vujicic: Tanpa Lengan dan Kaki tapi Tanpa Batas
- Cek juga halaman Twitter Afaf.