Catatan: Waktu menulis ini, kita mungkin diingatkan pada acara talkshow ‘Mata Najwa’ di Metro TV akhir Mei 2014. Saat itu, Najwa mewawancarai Anies Baswedan dan Mahfud MD, dengan sejumlah ‘serangan’ pertanyaan yang khas Najwa. Ada ‘provokasi’ pada pertanyaan-pertanyaan Najwa, dalam kaitan dengan Pemilu 2014, ketika yang satu mendukung Jokowi dan satunya lagi menyokong Prabowo — dan kita bisa menyaksikan nara sumber yang merespon, bukan bereaksi, terhadap ‘serangan’ bertubi-tubi itu.
Mendadak sontak, seekor kecoak mendarat di pangkuan seorang wanita. Dia panik dan berteriak histeris. Tangannya berusaha mengusir kecoak secara membabi buta. Badannya kelojotan. Pengunjung lain ikut berteriak. Histeris. Itu terjadi di sebuah restoran.

Tidak lama, serangga dari ordo Blattaria itu terbang lagi. Kali ini ia hinggap di tubuh seorang wanita lain yang sudah berumur. Ia sekarang jadi “korban”.
Seperti wanita yang tadi, si ibu ber-reaksi secara dramatis, dan gemeteran. Panik. Ia menggebrak-gebrak, berteriak sampai kecoak pergi.
Kecoak adalah serangga dari ordo Blattaria atau Blattodea. Sekitar 30 spesies (dari 4.500-an spesies) Blattaria berhubungan dengan habitat manusia, tinggal dan hidup di pemukiman penduduk. Hanya empat yang tergolong pest, dan salah satu pest yang paling banyak dikenal adalah spesies American cockroach.
Kebanyakan jenis serangga ini aktif pada malam hari (nocturnal). Penelitian menunjukkan bahwa kecoak merupakan salah satu serangga (bersama lalat buah) yang paling tahan — tidak mudah mati. Banyak spesies kecoak bisa tahan tanpa makan selama sebulan.
Mampu hidup tanpa udara sekitar 45 menit, kecoak juga bisa survive setelah tenggelam di air selama 30 menit. Ia diduga akan “mewarisi bumi”, bahkan seandainya semua manusia meninggal gara-gara perang nuklir sekali pun.
Awalnya tulisan ini diinspirasi teman saya Kang Abdi yang sedang ada nun jauh di Toronto, Canada.
Kali ini kecoak itu mendarat ke tubuh salah seorang pelayan restoran.Tapi, berbeda dengan kedua wanita tadi, si pelayan menangani serangga itu secara santai. Ia tenang sekali. Tidak panik. Diperhatikannya gerak gerik kecoak. Secara pelahan sang pelayan menangkap kecoak tadi dengan tangannya. Lalu membuangnya jauh-jauh ke luar restoran.
Ini adalah tentang Teori Kecoak tentang Pengembangan Pribadi; The Cockroach Theory for Self Development.

Sambil minum kopi, Sundar Pichai — yang mengisahkan kejadian itu — merenung dan berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi di restoran itu. Lulusan MIT (AS) dan kini menjabat sebagai Global Head Google Chrome itu mengatakan, “Saya memperhatikan kejadian tadi. Apakah si kecoak bertanggung jawab pada drama itu, atau manusia-lah yang sebenarnya bertanggungjawab terhadap apa yang menimpa dirinya?” “Lebih dari masalah yang terjadi,” kata Pichai, “reaksi saya terhadap problem-lah yang sebenarnya menciptakan chaos dalam hidup saya.”
Pelajaran dari cerita itu:
- Saya paham bahwa saya semestinya tidak ‘bereaksi’ di dalam hidup ini, tetapi saya harus ‘merespon’.
- Para wanita itu bereaksi pada kecoak, sedangkan si pelayan memberi respon.
- Mengapa si pelayan tidak terusik? Ia dapat menangani urusan itu hampir secara sempurna, tanpa chaos.
- Bukanlah si kecoak, tapi ketidakmampuan para wanita itu menghadapi gangguan yang muncullah, yang menyebabkan terganggunya para ibu tadi.

- Saya menyadari, bukanlah teriakan atau hardikan ayah saya atau boss atau isteri saya yang sesungguhnya mengganggu saya, tapi ‘ketidakmampuan saya menangani gangguan‘ akibat teriakan merekalah yang sebenarnya mengganggu saya.
- Bukanlah kemacetan di jalan yang sibuk yang mengganggu saya, melainkan ketidakmampuan saya mengelola gangguan akibat kemacetan lah yang membuat saya jadi merasa terganggu.
- Reaksi selalu berdasarkan instinct (perasaan) saja, sedangkan respon merupakan hasil pemikiran yang seksama.
Itu semua menjadi salah satu cara yang berharga untuk memahami ‘makna’ kejadian dalam hidup.