Ternyata, ajaran para alim ulama menganjurkan bahwa kita tak bisa mengandalkan ‘amal ibadah’ kita sebagai kunci surga. Meniru teladan Nabi saw dan keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang terpilih, setiap Muslim hendaknya hanya boleh mengharapkan ampunan (maghfirah) Allah saja, karena ‘terlalu riskan’ jika hanya mengandalkan amal-amal selama hidup manusia kita ini.

Doa yang kita kutipkan di sini adalah contohnya. Diajarkan oleh para keluarga (Ahlul Bait) Nabi, yang jelas mendapatkannya langsung dari beliau (Nabi Al-Mustafa Muhammad s.a.w.a.), menurut ulama, doa ini memberi pelajaran di antaranya:
- Bahwa manusia tidak boleh pongah — sealim atau sesaleh apa pun seseorang, ia tidak bisa menggaransi dirinya bahwa ia ‘pasti’ masuk surga. Jika keluarga Nabi (sawa) mengajarkan demikian, artinya mereka menyayangi kita, umat Nabi saw, agar tidak sombong dan merasa hebat, karena belum tentu bisa selamat di akhirat nanti — kecuali jika Allah memberikan ampunan (maghfirah)-Nya.
- Bahwa kita tidak boleh menganggap orang lain lebih rendah, atau lebih ‘kotor’ dari kita, karena siapa tahu justru orang itu diampuni Allah, sedangkan kita belum tentu. Dengan demikian, kita sama sekali tidak boleh bicara di belakang orang lain (melakukan ghibah), yang memang dosanya sangat besar, bahkan lebih besar daripada berzina.
- Bahwa manusia harus tetap optimis dan berprasangka baik kepada Allah, yang memiliki Rakhmat yang sangat Agung — jauh lebih agung ketimbang dosa-dosa besar kita.
- Selalu optimis karena Allah sang Maha Pemberi Rakhmat mampu menolong hamba-Nya, sehina apa pun status sang hamba itu di depan-Nya.
Doa tersebut, menurut sebuah hadis, dianjurkan dibaca pada setiap usai solat lima waktu. Kata Nabi saw: “Barangsiapa membaca doa ini pada setiap bakda solat, maka Allah akan mengangkat dosa-dosanya pada Hari Kiamat (artinya dosa-dosa itu diampuni Tuhan).”
Semoga benar adanya, kelak Allah SWT mengampuni kita semua — umat Muhammad sawa, sang ‘kekasih’ Allah.