Sebelum kita bicara soal sikap kepada Nabi (saw) itu, baiklah simak yang berikut ini:
Dalam ilmu psikologi-komunikasi dikenal istilah ‘out of sight of of mind’ — jauh di mata jauh di hati. Atau, kata kita,”tak kenal maka tak sayang”. Jika orang hanya dikenalkan kepada seorang penyanyi atau bintang film kondang, ia kemudian akan mencintainya — karena sering menyebut namanya, sering melihat fotonya, dan sebagainya.

Selain itu, rasa ‘cinta’ itu bisa ‘direkayasa’. Misalnya orang digiring untuk mencintai sebuah produk lewat iklan yang ditayangkan berkali-kali. Pada awalnya, lewat iklan tadi, orang akan ‘kenal’ pada produk tersebut, pelan-pelan, ia lalu paham (mengenai produk tadi), kian mengerti. Kemudian orang itu akan punya persepsi positif terhadap produk tersebut, kemudian ‘percaya’ pada produk itu, dan seterusnya,sehingga muncul rasa ‘suka’ atau cinta kepada produk tadi. Bila produk itu diganti tokoh, seperti seorang penyanyi rock, misalnya, mereka yang awalnya tidak kenal atau tidak suka, akan menjadi suka atau cinta berhubung setiap hari terpapar iklan atau berita mengenai penyanyi itu.
Demikianlah. Jika anak-anak kita tidak pernah dikenalkan pada sejarah Nabi saw, keluarga dan sahabatnya yang terpilih, jangan heran bila mereka kemudian jauh dari akhlak mereka, dan hanya mengenal atau menyukai penyanyi rock atau produk komersial lain yang ramai dijajakan di media. Itu karena Nabi menjadi ‘out of sight’ di benak anak-anak itu, sedangkan sang penyanyi atau bintang film akan menempel di benak mereka, karena mereka telah sering terpapar kepada penyanyi atau bintang film tadi.
Sikap kepada Nabi saw
Berdasarkan beberapa ayat tentang keagungan Nabi Muhammad saw (lihat bagian awal di sini), dan beberapa riwayat Nabi, kita dapat melihat betapa Allah menuntut kita untuk menghormati dan mengagungkan Rasul-Nya (saw).

Coba perhatikan ayat shalawat (solawat). Adakah perintah yang sama dengan perintah shalawat, yaitu yang didahului dengan pernyataan bahwa Allah dan malaikat-Nya telah melakukannya terlebih dahulu dan oleh karena itu kita pun diperintahkan untuk melakukan-nya, selain shalawat kepada Nabi? Tidak ada. Perintah itu berarti kita harus selalu melihat Nabi dengan penuh ta’dzim (pengormatan) dan agar kita selalu membalas jasa-jasanya.
Oleh karena itu pula, Nabi saw selalu mengingatkan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepadanya adalah bakhil atau kikir. Bahkan orang yang datang ke tanah suci tapi tidak mampir ke Madinah untuk berziarah kepadanya (berarti) telah memutus hubungan silaturrahmi dengannya.
Pada ayat tawassul kita bahkan diperingatkan Allah: jika ingin dosa-dosa kita diampuni oleh-Nya harus bertawassul kepadanya. Jika tidak, Allah tidak akan mengabulkan permohonan ampun kita. Allah juga mengingatkan agar kita tidak memperlakukannya sama dengan kita (manusia yang bukan nabi), sebab hal itu dapat menghapus pahala amal ibadah kita (QS. 49:2-3).
Selain itu, kita juga diperingatkan untuk tidak menganggap apa yang dilakukan atau diucapkan Nabi saw lahir karena emosi atau hawa nafsunya. Tapi semuanya atas bimbingan Allah yang tidak pernah salah. Ia tidak bertutur kata atas dasar hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diterimanya (QS. 53:3-4).
Dengan demikian, yang mengagungkan dan memerintahkan kita untuk mengagungkan Nabi Muhammad saw adalah Allah Swt sendiri. Bukan kita. Kita hanya mengikuti perintah dan ajaran Tuhan saja. Lalu mengapa kita harus menentang Allah dan Rasul-Nya, hanya karena takut jatuh dalam hantu “kultus” yang kita ciptakan sendiri (seperti sering dituduhkan kaum Wahhabi-Takfiri)?

Sebenarnya tidak ada kultus; karena kultus ialah melebih-lebihkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pengagungan Nabi Muhammad saw justeru mendudukkan posisi Nabi Muhammad saw sebagaimana mestinya, seperti diperintahkan al-Quran. Justru jika kita tidak melakukan itu, dikhawatirkan telah menzalimi beliau. Sesungguhnya orang-orang yang mengganggu Allah dan rasul-Nya dikutuk oleh Allah di dunia maupun di akhirat dan Allah siapkan baginya siksa yang menghinakannya (QS. 33:57).
1. Allah bershalawat kepada Nabi. Demikian juga seluruh malaikatnya. Karena itu orang-orang yang beriman diperintahkan bershalawat kepadanya (QS. 33:56). Arti shalawat Allah kepada Nabi adalah ‘penganugerahan rahmat dan kasih sayang-Nya’; shalawat malaikat adalah permohonan limpahan rahmat-Nya. Demikian pula shalawat orang-orang beriman.
2. Orang-orang beriman diperintahkan untuk tidak memperlakukan Rasulullah sebagaimana perlakuan mereka terhadap sesama mereka. Jika berbicara kepada Rasul harus dengan suara yang pelan, tidak boleh teriak-teriak, karena hal itu akan menghapus pahala amal mereka (QS. 49:2-3).
3. Allah akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Nabi. “Dan tuhanmu akan memberimu sehingga membuatmu senang” (QS. 93:5). Ayat ini menunjukkan betapa Allah amat mencintai Nabi-Nya. Ia akan memberikan apa saja yang diinginkan Nabi dan akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati ‘kekasih’-Nya itu. Dan salah satu anugrah Allah yang paling besar kepada Nabi ialah, wewenang “memberi syafaat” kepada umatnya yang berdosa. Bukan saja di akhirat, tapi juga di dunia, yaitu dalam bentuk pengabulan doa yang disampaikan oleh Nabi untuk umatnya, baik ketika Nabi masih hidup maupun sesudah wafatnya.
4. Nabi saw ditetapkan sebagai perantara (wasilah) antara diri-Nya dengan manusia. Bahkan merupakan salah satu syarat terkabulnya doa. Kami tidak utus seorang rasul kecuali untuk ditaati, dengan seizin Allah. Dan seandainya mereka mendatangimu ketika mereka berbuat dosa, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun buat mereka, pastilah mereka dapati Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih (QS. 4:64). Tawassul kepada Nabi Muhammad saw ini sudah dilakukan para nabi dan orang-orang salih jauh sebelum kelahirannya.

Banyak riwayat yang mengatakan bahwa Adam dan Hawa telah bertawassul kepada Nabi Muhammad saw saat mereka berdua dikeluarkan dari surga. Tatkala Nabi Adam as dikeluarkan dari surga, ia memohon ampun kepada Allah atas perbuatanya. Dalam permohonannya itu, ia bertawassul melalui Nabi Muhammad saw: “Ya Allah, melalui kebesaran Muhammad, aku mohon ampun pada-Mu kiranya Engkau ampuni dosaku.”
- Allah Swt bertanya kepada Adam, “Dari mana kamu tahu Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?”
- Adam berkata, “Tuhanku, ketika Engkau cipta-kan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh-Mu dalam diriku, aku mengangkatkan kepalaku dan kulihat di pilar-pilar Arsy tertulis Lâ ilâha illallâh Muhammad Ra-sûlullâh. Aku tahu Engkau tidak akan menyertakan nama hamba-Mu kepada nama-Mu kecuali yang paling Engkau cintai.”
- Allah Swt berkata, “Engkau benar, Adam. Muhammad adalah hamba yang paling Aku cintai. Dan karena engkau memohon ampun melaluinya, maka Aku kabulkan permohonanmu. Hai Adam, kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakan-mu.”
Lihat juga foto-foto sejarah peninggalan Nabi saw (seperti pakaian, pedang, dan telapak kaki beliau) yang tersimpan di Musium Topkapi, Turki, di sini.
Untuk keterangan lebih lengkap tentang hal ini, baik juga membaca beberapa artikel ilmiah yang antara lain menuliskan kewajiban mencintai Nabi dan keluarga (ahlul bait)-nya; antara lain berdasarkan dalil al-qur’an dan hadis berikut ini (maaf masih dalam bahasa Inggris, belum diterjemahkan):
- Verily Allah only desires to keep away the uncleanness from you, O People of the House (Ahl al-Bayt) and to purify you a thorough purifying [Verse of Purification from Qur’an 33:33]
- Prophet Muhammad (s) was asked by his Companions: “How should we invoke blessings for you?” … He said: “Say: ‘O Allah! Send Your blessings on Muhammad and the Family of Muhammad, as You sent Your blessings on Abraham and on the Family of Abraham, for You are the Most Praiseworthy, the Most Glorious.’” [Sahih al-Bukhari, volume 4, book 55, number 589]
Related articles
- Kalian, Syiah dan Sunni, Tak Tahu Nilai Imam Husain (syafiqb.com)
Syukron
Sent from my iPad