Jalaluddin Al-Suyuthi, dalam Tafsir Al-Durr Al-Mantsur, mengutip Ayat 23 Surat Al-Syura.
Ayat itu berbunyi, “Katakanlah (Wahai Muhammad) Aku tidak meminta sesuatu upahpun kepadamu atas da’wahku, kecuali kecintaan kepada keluarga”. Juga beliau (Al-Suyuthi) mengutip Surat Al-Ra’d ayat 28 yang berbunyi, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan dzikir kepada Allah,
Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah, hati menjadi tentram.” Untuk menjelaskan hadis-hadis di bawah ini. Nabi Saww menjelaskan ayat ini dengan mengatakan:
“Orang-orang itu (yang bisa tentram hatinya dengan zikir kepada Allah) adalah orang-orang yang mencintai Allah, mencintai Rasul-Nya, dan mencintai keluargaku dengan kecintaan yang tulus, bukan kecintaan yang dusta.”(Dalam bahasa aslinya, hadis itu berbunyi begini: Dzaka man ahabbaLLAHA wa Rasulahu, wa Ahabba Ahla Baitiy shodiqon, ghoiru kaadzib).
Dalam Kitab Kanzul ‘Umâl juz 6 halaman 218 diriwayatkan ucapan Rasulullah Saww kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib As, Rasul Saww bersabda:
“Ya Ali, Innal Islama Uryanun, libasuhu Al-Taqwa, Wa Zinatuhu Alhaya’u, Wa Ammarohu Al-Wara’, Wa Malakuhu Al-amal, Wa Asasul Islami Hubbiy, Wa Hubbu Ahli Baitiy”
“Hai Ali, Islam itu telanjang. Pakaiannya adalah taqwa. Perhiasannya adalah rasa malu. Yang membaguskannya adalah sifat wara’. Manifestasinya ialah amal Shaleh. Asasnya adalah kecintaan kepadaku dan kepada keluargaku.”
Jadi tonggak Islam itu adalah kecintaan kepada Rasulullah Saww dan keluarga (Ahlul Bait)-nya. Di atas dasar itulah Islam ditegakkan.
Kaligrafi nama Allah bersama Nabi Muhammad saw dan Ahlil Baitnya: 5 orang Ahlil Kisaa’ yang paling dicintai Allah SWT.
Untuk orang-orang yang congkak atau keras kepala akan hal ini Rasul Saww telah mewasiatkan kepada Imam Ali Bin Abi Thalib (as):
“Wahai Ali, Janganlah seseorang itu bersikap keras kepala, karena sifat itu diawali dengan kebodohan dan akan diakhiri dengan penyesalan”.
Singkat, padat, dan di sinilah esensi Islam. Nuhun pisan (sudah “diperssenjatai”)