Yang kena dampak banjir dan kerepotannya bukan hanya Gubernur DKI Jokowi dan wartawan TVOne yang dimarahinya, tetapi juga para pedagang di pusat grosir Thamrin City dan Tanah Abang. Ini beritanya:
Banjir Jakarta: Omzet Pedagang di Pasar Tanah Abang Anjlok
Oleh: Syafiq Basri; Inilah.Com, Rubrik Ekonomi – Rabu, 23 Januari 2013 | 14:31
INILAH.COM, Jakarta – Banjir tak hanya merepotkan masyarakat di pemukiman penduduk Jakarta, melainkan juga para pedagang. Beberapa pengusaha dan penjual pakaian jadi di Pusat Perdagangan Tanah Abang dan Thamrin City, misalnya, menjerit akibat anjloknya omzet mereka.

“Turunnya gak kira-kira; mungkin hanya sepuluh prosen dari pembelian pada hari biasa,” kata Savira Alatas, salah seorang pedagang grosir pakaian jadi di Thamrin City.
Pemilik toko Etty Collection itu baru tiga hari membuka lagi kedua tokonya, setelah pekan lalu tutup selama empat hari akibat banjir. Menurut Savira, meski gedung bertingkat Thamrin City tidak tergenangi air, tetapi pusat perdagangan — yang kini menjadi alternatif dan berlokasi dekat Tanah Abang — itu dikepung air. Pada saat banjir besar pekan lalu itu, sejumlah kawasan di sekeliling Thamrin City dan Tanah Abang terkena banjir lumayan tinggi, termasuk yang terjadi di sekitar Bundaran HI dan Pejompongan.
“Biar pun kita kagak kebanjiran, tapi kita dikepung banjir,” kata Savira, “Akibatnya konsumen dari luar kota pada takut datang belanja ke Jakarta; termasuk para pelanggan saya dan pedagang-pedagang lain di sini,” tambah ibu muda yang sehari-hari mempekerjakan 10 tukang jahit itu.

Perkataan Vira itu dibenarkan para pedagang lain di situ, yang sebagiannya punya omset hingga puluhan atau ratusan juta rupiah sehari. Repotnya, menurut Savira, “Kalau begini terus bisa rugi nih…”
Penjualan turun drastis, sementara ia harus terus menggaji karyawannya. Tetapi Savira tidak tega untuk merumahkan para karyawan itu; lagi pula bahan baku yang harus dijahit menjadi pakaian jadi akan terbengkalai. Sehingga ia bisa makin rugi. Rata-rata penjahit Vira, yang bekerja di kontrakan di dekat rumah Vira, kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan, menghasilkan 100 potong pakaian per hari, sehingga Vira bisa menghasilkan seribu potong pakaian dalam sehari.
Mantan pramugari Garuda itu sudah dua tahun membuka usahanya di Thamrin City. Sebelumnya ia juga punya toko di Blok B Tanah Abang dan di Pasar Grosir Cililitan, Jakarta Timur. “Tapi yang lain sudah saya tutup, karena tidak tertangani,” katanya, “Lagi pula di Thamrin City ini lebih ramai, dan buka setiap hari, sedangkan kalau di Tanah Abang hanya sampai hari Sabtu.”

Kini Vira khawatir, karena Senin kemarin, omsetnya hanya mencapai sekitar Rp1,5 juta. “Padahal biasanya Senin dan Kamis merupakan hari paling ramai,” katanya. Pada hari Senin dan Kamis itu lazimnya omset dari satu tokonya bisa mencapai 15 juta rupiah atau lebih.
“Kalau Senin dan Kamis rata-rata bisa tiga kali lipat hari lainnya,” kata sarjana akuntansi Universitas Trisakti itu. Hari Selasa (22 Januari) ini Vira absen dari toko, karena sangat sepi. “Saya manfaatkan hari yang longgar ini buat main bersama anak saya,” kata ibu seorang anak ini lagi. [hid]

Catatan: Di atas itu yang dimuat Inilah.Com; tetapi masih ada komentar dua nara sumber lain sehubungan dengan itu yang saya rangkum bersama yang di atas, sebagaimana berikut ini:
Banjir, Omzet Thamrin City dan Tanahabang Anjlok
Banjir tak hanya merepotkan masyarakat di pemukiman penduduk Jakarta, melainkan juga para pedagang. Beberapa pengusaha dan penjual pakaian jadi di Pusat Perdagangan Tanahabangdan Thamrin City, misalnya, menjerit akibat anjloknya omzet mereka.
Tiga pedagang yang diwawancarai “Inilah” menjelaskan kerugian yang mereka derita akibat banjir di Jakarta pekan lalu.
“Turunnya gak kira-kira; mungkin hanya sepuluh prosen dari pembelian pada hari biasa,” kata Savira Alatas, salah seorang pedagang grosir pakaian jadi di Thamrin City.

Ini dibenarkan oleh Muhammad Amin, pedagang batik asal Solo yang berjualan di Blok H lantai dasar Thamrin City. “Kira-kira omset saya turun menjadi 20-30 persen,” kata Amin yang berdagang batik Solo dan Pekalongan di situ selama hampir tiga tahun.
Menurut Amin, meski ia sendiri hanya menutup tokonya satu hari, banyak rekan pedagang lain yang menutup toko mereka selama 3-4 hari. Selain absennya pembeli dari luar kota dan luar negeri seperti Malaysia dan Singapura, menurut Amin, banyak juga pedagang yang absen gara-gara rumah mereka kebanjiran.
Savira sendiri baru tiga hari membuka lagi kedua tokonya, setelah pekan lalu tutup selama empat hari akibat banjir. Menurut Savira, meski gedung bertingkat Thamrin City tidak tergenangi air, tetapi pusat perdagangan — yang kini menjadi alternatif dan berlokasi dekat Tanahabang– itu dikepung air. Pada saat banjir besar pekan lalu itu, sejumlah kawasan di sekeliling Thamrin City dan Tanahabang terkena banjir lumayan tinggi, termasuk yang terjadi di sekitar Bundaran HI dan Pejompongan.

“Biar pun kita kagak kebanjiran, tapi kita dikepung banjir,” kata Savira, “Akibatnya konsumen dari luar kota pada takut datang belanja ke Jakarta; termasuk para pelanggan saya dan pedagang-pedagang lain di sini,” tambah ibu muda yang sehari-hari mempekerjakan 10 tukang jahit itu. Apa yang dikatakan Vira itu dibenarkan para pedagang lain di situ, yang sebagiannya punya omset hingga puluhan atau ratusan juta rupiah sehari.
Repotnya, menurut pemilik toko Etty Collection itu, “Kalau begini terus bisa rugi nih…” Penjualan turun drastis, sementara ia harus terus menggaji karyawannya. Tetapi Savira tidak tega untuk merumahkan para karyawan itu; lagi pula bahan baku yang harus dijahit menjadi pakaian jadi akan terbengkalai. Sehingga ia bisa makin rugi. Rata-rata penjahit Vira — yang bekerja di kontrakan di dekat rumah Vira, kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan — menghasilkan 100 potong pakaian per hari, sehingga Vira bisa menghasilkan seribu potong pakaian dalam sehari.
Ibu satu anak yang juga mantan pramugari Garuda itu sudah dua tahun membuka usahanya di Thamrin City. Sebelumnya ia juga punya toko di Blok B Tanahabangdan di Pasar Grosir Cililitan, Jakarta Timur. “Tapi yang lain sudah saya tutup, karena tidak tertangani,” katanya, “Lagi pula di Thamrin City ini lebih ramai, dan buka setiap hari, sedangkan kalau di Tanahabang Blok B hanya sampai hari Sabtu.”
Kini Vira kuatir, karena Senin (21 Januari) lalu, omsetnya hanya mencapai sekitar Rp.1,5 juta. “Padahal biasanya Senin dan Kamis merupakan hari paling ramai,” katanya. Pada hari Senin dan Kamis itu lazimnya omset dari satu tokonya bisa mencapai 15 juta rupiah atau lebih. “Kalau Senin dan Kamis rata-rata bisa tiga kali lipat hari lainnya,” kata sarjana akuntansi Universitas Trisakti itu.

Pada tiap Senin dan Kamis, baik di Thamrin City maupun Pasar Tanahabang lazimnya perdagangan lebih semarak, karena pada kedua hari itu muncul apa yang dikenal dengan ‘Pasar Tasik’, yang biasa buka sejak subuh. “Pasar Tasik sendiri sempat lumpuh akibat banjir kemarin,” kata Amin.
Menurut Amin, yang tidak kalah menderita adalah para pedagang di Blok A Tanahabang. “Air masuk ke Blok A itu, sehingga banyak toko yang tutup,” tambah Amin. Hal itu dibenarkan Jafar Hasni, pedagang asal Gorontalo, Sulawesi, yang mempunya toko di Blok A dan di Pasar Tanahabang Bukit.
Menurut Jafar, ia menutup tokonya tiga hari selama banjir kemarin, dan baru membukanya Senin lalu. Penjualan secara kontan di tokonya pun menurun rata-rata menjadi sebesar 20 prosen dari biasanya. Lazimnya pelanggan membayar transaksi di tokonya dengan menggunakan cek atau giro. “Kalau uang kontan sih antara 5-7 jutaan rupiah sehari,” kata Jafar yang sudah lebih tujuh tahun berdagang di Blok A, yakni sejak blok itu baru saja usai dibangun.
Di Tanahabang Bukit sendiri Jafar bekerjasama dengan enam keluarga besarnya yang lain. Di situ, ia sudah berdagang sejak 1993. Menurut Jafar, pengaruh banjir juga terasa di Tanahabang Bukit.
Related articles:
- Lukisan banjir di sudut kota Jakarta by Tubagus Arief Z (artsindividu.wordpress.com)
- Jakarta Flood Refugees Return Home as Quake in Aceh Kills One – Bloomberg (bloomberg.com)