Jakarta yang hujan menjadi hangat Minggu (13/1/2013), ketika lima tokoh berdiskusi dalam sebuah seminar tentang hubungan Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Live in limbo in your own country could be what hurts the most. Hundredth of innocent Muslims from Sampang village, Madura Island, Indonesia, have now been living in inadequate conditions at a sports complex (Gelora Olahraga) after they fled their homes. The displaced villagers including children, members of 42 families, had been attacked by a mob last August 2012. News about this also can be read from Amnesty International and IHRC websites. The article below (in Indonesian language) also cites about the tragedy which was being discussed by Human Rights activists in a seminar in Jakarta, last Sunday 13 January 2013.
Tiga dari kelima pembicara dalam seminar itu dari Indonesia adalah dr.Jose Rizal Jurnalis (Mer-C), pengacara Muslim Munarman SH, dan Ketua Yayasan LBH Universalia yang juga wartawan Ahmad Taufik.

Ketiganya berhasil membawa diskusi yang mencerahkan bagi ratusan hadirin dalam masalah pelanggaran HAM, lengkap dengan berbagai kritik mereka terkait dengan kasus-kasus terorisme, separatisme dan kekerasan atas nama agama di dunia dan di Indonesia seperti terjadi di Solo, Papua dan Sampang, Madura.
Tidak kalah menarik adalah hadirnya dua pembicara tamu, yakni Imam Masjid dan Islamic Centre Washington Muhammad Al-Asi, dan Ketua Komisi Komisi Hak Asasi Manusia Islam (Islamic Human Rights Commission atau IHRC) yang berpusat di London, Massoud Shadjareh.
Selain menyinggung soal pelanggaran HAM berat di berbagai belahan dunia, Shadjareh dan Al-Asi juga membahas mengenai kasus pelanggaran HAM di Sampang, Madura, yang mereka kunjungi beberapa hari silam.
Tulisan ini aslinya ditayangkan portal berita “Inilah.Com”, Selasa 15 Januari 2013.
Bersama sejumlah pengacara dan ahli hukum dari Washington, Malaysia dan Inggris yang tergabung dalam rombongan ‘Universal Justice Network’ (UJN), Sadjareh dan Al-Asi juga bertemu dengan pengungsi Muslim Syiah di Gedung Olahraga (GOR) Sampang serta ulama dan pejabat di Madura dan Surabaya.

Selain mereka berdua, anggota tim UJN lainnya adalah Farah Mirza-Bukhari dari IHRC dan Mohideen Abdel Kader dari Citizens International, serta organisasi partner mereka di Indonesia.
Selain memberikan bantuan yang mereka peroleh dari para donor IHRC di Inggris kepada pengungsi Sampang, tim UJN juga mewawancara para pengungsi yang, menurut mereka, telah memaafkan para penyerang yang membakar rumah-rumah mereka dan membunuh anggota keluarga pengungsi.

Mereka, kata Sadjareh, hanya ingin pulang kembali ke kampung halamannya. “Tetapi, sungguh mengherankan, para ulama dan pemerintah setempat tidak peduli terhadap warganya sendiri dan tak menginginkan mereka hidup di sana,” kata Shadjareh.
Sadjareh mengaku sangat shock melihat sikap ulama dan pejabat saat kunjungannya ke Jawa Timur itu. Para ulama dan pejabat di Sampang dan Jawa Timur, menurut Shadjareh, menganggap para pengungsi yang tinggal di Gelanggang Olah Raga Sampang, Madura, seperti bukan Muslim. “Padahal pengikut Syiah itu saudara mereka dalam Islam,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan ‘Risalah Amman’ (2004) semua orang yang boleh pergi haji adalah Muslim. “Saya heran, kenapa para ulama dan pejabat itu tak menginginkan para pengikut Syiah itu ada di Sampang, Madura. Ini pelanggaran HAM berat,” ujar Sadjareh lagi.
Namun ia yakin, soal seperti kasus Sampang bisa diselesaikan dengan baik. Seusai pertemuan dengan ulama di Jawa Timur, sejumlah ulama muda mendatanginya, dan meminta maaf atas kelakuan sebagian ulama lain yang bertindak di luar kemanusiaan. “Saya optimistis akan ada masa yang cerah di masa datang melihat ulama-ulama muda yang berwawasan luas, dan mengerti persoalan secara komprehensif,” kata Sadjareh.

Adapun Imam Masjid Washington Muhammad Al-Asi, yang dekade terakhir getol mempromosikan persatuan umat Islam di dunia, sangat menekankan pentingnya perhatian Muslimin terhadap isu-isu sektarian yang menyebabkan ketidakadilan dan pelanggaran HAM di Suriah, Afrika dan Indonesia.
Seorang bermazhab Sunni, Imam Al-Asi adalah keturunan Suriah-Libanon yang merupakan salah seorang aktivis Ikhwanul Muslim yang selama 32 tahun dilarang masuk ke Suriah oleh rezim Assad karena aktivitas politiknya yang berlawanan dengan rezim Assad.
Meski demikian, Al-Asi tetap menentang konflik dan intervensi internasional dan perang senjata yang dilakukan Salafi-Jihadis yang ada di Suriah sekarang ini, yang dianggapnya sebagai tindakan yang merugikan keutuhan dan multikulturalisme di Suriah sendiri. Hal itu, katanya, hanya menguntungkan pihak-pihak di luar Suriah yang ingin mengail di air keruh dan melanggengkan konflik di sana.
Dikenal sangat anti zionis Israel, Al-Asi mengritik keras sikap media, khususnya media Barat yang terus menerus menebarkan upaya untuk mengesankan bahwa Islam adalah teroris. “Media tidak henti-hentinya menghujat bahwa Islam itu teroris, sehingga muncul ketakutan luar biasa di tengah Muslimin,” katanya. Padahal salah satu hak asasi manusia adalah bebas dari ketakutan, free from fear. Akibat hal ini, “Kita jadi tidak sempat punya waktu untuk berpikir-balik menanggapi (atau tentang) mereka,” kata Al-Asi.
Sebab lain, umat Islam sendiri sering mudah terprovokasi, sehingga terlalu cepat membuat jurang pemisah, seolah bahwa umat Islam yang beda aliran itu adalah ‘mereka’, yang salah, yang buruk, sedangkan ‘pihak kita’ adalah yang benar, dan baik. Padahal Nabi Muhammad saw sendiri mengajarkan agar Muslimin selalu saling bersatu.
“Bahkan ketika Nabi saw bicara kepada orang kafir Quraisy di Mekah pun, beliau berusaha mengesankan sebagai ‘orang dalam’ – misalnya memanggil mereka itu dengan sebutan ‘wahai kaumku’ (yaa qaumiy), dan bukannya ‘wahai orang-orang kafir’,” kata Al-Asi.
Apa boleh buat, sebagaimana dikatakan Munarman, rupanya pelanggaran HAM berat memang belakangan ini banyak menimpa negara-negara berpenduduk Muslim, ‘di mana tertuduhnya hampir selalu orang Islam,’ kata Munarman. Makin ramainya kasus terorisme yang kian meruyak sejak 2001, kata Munarman, tidak otomatis membuat media massa menanggapinya secara adil.
Munarman, misalnya, menyayangkan sepinya berita media dalam mengungkap kasus penembakan Kapolda di Papua, sehingga dalam beberapa hari saja ceritanya tidak muncul lagi di media; sementara media sangat kreatif dan getol mengungkap tokoh penembakan pos polisi di Solo sampai berminggu-minggu kemudian.

Selain itu, kata Munarman, media seolah tidak tahu bahwa ada 50-60-an orang yang dituduh teroris ditembak mati tanpa pengadilan, atau ‘extra judicial killing’ di Indonesia. “Aneh, tidak ada yang meributkan pelanggaran HAM ini,” ujar Munarman.
Jose Rizal juga mengingatkan, agar semua pelanggaran HAM di mana pun di dunia diperangi. Lebih-lebih bila itu masuk pelanggaran HAM berat, yang cirinya adalah dilaksanakan secara terencana, sistematis dan masif.
Ahmad Taufik, sebagaimana keempat pembicara yang lain, mencontohkan kasus Sampang sebagai salah satu pelanggaran HAM berat. Bukan saja mereka terusir dari kampungnya sendiri, gara-gara melawan korupsi di daerah itu, “Malah sekarang ini, anehnya, mereka diancam kalau kembali lagi ke kampung mereka, maka mereka akan dibakar lagi,” kata Taufik.
Related articles – Baca juga:
- Syiah Dibakar, Syiah Dibela: Artikel di Kompas 3 Jan 2012.
- Indonesian Government Warns Anti- Shiite Movements: article in The Jakarta Post 5 April 2012.
- Indonesian Shias persecuted as ‘heretics’ live in limbo (dawn.com)
ALHAMDULILLAH, saya menemukan keterangan perihal BAHTERA NABI NUH yang sudah lama saya cari cari. Terima kasih