Alkisah seorang Arab menantang Nabi s.a.w. “Wahai Muhammad, engkau suruh kami untuk bersaksi bahwa tidak tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Kami menuruti perintahmu itu. Engkau suruh kami solat lima kali sehari dan kami taati. Engkau perintahkan kami berpuasa Ramadhan dan kami ikuti. Lalu engkau suruh kami pergi haji ke Mekah dan kami ikuti perintahmu,” katanya kepada Nabi.
Saya tak tahu seperti apa lelaki itu. Tetapi dalam bayangan saya, kira-kira ia berwajah beringas. Rambutnya acak-acakan. Matanya merah seperti orang sedang ‘sakau’, dengan hidung mancung kayak burung kakak tua, dan berewok lebat bagaikan tetumbuhan bercampur parasit di dalam hutan sehabis dilanda angin puting beliung. Menyeramkan.
Lelaki itu melanjutkan.
Begini katanya: ” Tapi Engkau (wahai Muhammad) belum puas dengan semua itu… Kini Engkau angkat lengan sepupumu (Ali bin Abithalib, maksudnya), dan mengharuskan kami mengangkatnya sebagai pemimpin kami dengan mengatakan ‘Ali adalah pemimpin (mawla) bagi siapa saja yang menganggapmu sebagai pemimpinnya (mawla).’ Apakah ini perintah Allah atau dari dirimu saja?”
Lukisan wajah Ali bin Abithalib a.s.
Dengan penuh kelembutan Nabi ‘Sang Al-Mustafa’ Muhammad saw menjawab: “Demi Allah Yang Maha Esa! Ini datang dari Allah, Yang Maha Perkasa dan Maha Agung.”
Mendengar jawaban ini lelaki itu berbalik dan menuju untanya sambil berkata: “Ya Allah! Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, maka jatuhkanlah batu dari langit dan biarlah aku mendapat siksa yang pedih.”
Belum sempat ia mencapai untanya, Allah menimpakan sebuah batu ke atas kepala orang itu, dan menembus badannya hingga ia mati seketika. Dusssszz…
Atas kejadian inilah Allah, Yang Maha Suci, menurunkan ayat berikut ini: “Seorang penanya meminta (bukti) tentang siksa yang bakal terjadi. Bagi orang-orang kafir (yang) tidak seorang pun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, Yang memiliki tempat-tempat naik.” (Qur’an 70:1-3)
Menarik untuk mengangkat tulisan ini lagi, sebab pada 2 Januari 2013 lalu diskusi soal ini (bersama mas Ulil Abshar Abdala dari Jaringan Islam Liberal) sempat ramai diperbincangkan para pengguna Twitter. Sehingga ada teman Tweep yang mendokumentasikannya di Chirpstory ini. [Awalnya tulisan ini dimuat blog ini pada 16 Jan 2012 lalu. Sekarang kita kunjungi lagi — revisit).
Kisah di atas adalah rentetan kejadian setelah Nabi Muhammad saw menerima sebuah wahyu di Ghadir Khumm — saat beliau dalam perjalanan kembali ke Madinah, sesudah Nabi saw dan ratusan ribu sahabatnya usai melaksanakan Haji.
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diwahyukan padamu dari Tuhanmu; dan jika Engkau tidak melakukannya (maka) Engkau sama sekali belum menyampaikan Risalah-Nya; dan Allah akan melindungimu dari (gangguan) manusia.” (Qur’an: Surat 5, Ayat 67)
Sebagian ulama ternama, ahli sejarah dan umat Islam di dunia meyakini bahwa pernyataan yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an (Surat 5, Ayat 67) itu telah dipenuhi oleh Nabi (saw) dengan penunjukkan Imam Ali bin Abi Talib (a.s.) sebagai penerus tugas Nabi pada hari (ketika beliau berada) di Ghadir Khumm.
Apa yang sebenarnya terjadi di Ghadir Khumm hari itu?
Baca juga ‘The Succession to Muhammad’ (Penggantian Nabi) SAW — tulisan sejarah singkat dalam bahasa Inggris.
Ghadir Khumm adalah sebuah tempat terletak beberapa km dari Mekah menuju arah Madinah. Seusai Haji Perpisahan, dalam perjalanan ke Madinah, Nabi (saw) melewati daerah itu pada 18 Dzulhijjah (10 Maret 632 M). Di situ beliau menerima wahyu ayat “Wahai Nabi, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu…dst” ( di atas). Maka beliau pun berhenti di persimpangan itu, sebelum para sahabat menyebar pulang ke rumah masing-masing. Rasul yang suci (saw) hendak membuat sebuah pengumuman penting kepada jamaah haji yang menyertainya.
This slideshow requires JavaScript.
Atas perintah beliau, didirikanlah sebuah mimbar dari dahan-dahan pohon. Sesudah solat lohor, dari atas mimbar itu Nabi (saw) berpidato secara resmi di hadapan massa paling besar selama hidupnya, sekitar tiga bulan sebelum wafatnya.
Ringkasnya, dalam upacara itu Nabi (saw) — sambil mengangkat lengan Imam Ali (a.s.) — bertanya kepada para sahabatnya: apakah mereka menganggap keutamaan otoritas kepemimpinan Nabi (awla) di atas diri mereka? Kerumunan massa pun berseru lantang dalam satu suara: “Benar (kami mengakui), wahai Rasulullah.”
Rasulullah (saw) kemudian menyatakan: “Barang siapa menganggap aku sebagai pemimpinnya (mawla), maka baginya Ali adalah juga pemimpinnya (mawla). Ya Allah, dukunglah siapa yang mendukung dia (Ali), dan musuhilah siapa yang menjadi musuhnya.”
Segera sesudah Nabi (saw) menyelesaikan khutbahnya, turunlah ayat Qur’an ini: “Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku lengkapkan nikmat-Ku bagimu, dan Aku telah rela bahwa Islam menjadi agamamu.” (Qur’an 5:3)
Seusai pidato, Nabi Muhammad saw minta semua orang berbaiat kepada Ali (as) dan memberinya ucapan selamat. Di antaranya adalah Umar bin Khattab yang mengatakan: Bachin bachin laka ya ibna Abi Thalib… “Selamat wahai putra Abi Talib! Hari ini engkau menjadi pemimpin kaum mukminin laki-laki dan wanita,” kata sahabat Umar bin Khattab.
Berikut sebuah sisipan dalam bahasa Inggris tentang sahabat Nabi, Hassan bin Thabit’, yang melantunkan sebuah puisi segera setelah mendengar khutbah Nabi saw mengenai Ali as itu.
Immediately after the Prophet’s speech, Hassan b. Thabit, the Companion and poet of the Messenger of Allah [s], asked for his permission to compose a few verses of poetry about Imam ‘Ali [a] for the audience. The Prophet [s] said: “Say with the blessings of Allah”.
Hassan stood up and said: “O’ people of Quraysh. I follow with my words what preceded and witnessed by the Messenger of Allah [s]. He then composed the following verses at the scene:
He calls them, (on) the day of Ghadir, their Prophet
In Khumm so hear (and heed) the Messenger’s call,
He said: “Who is your guide and leader? (mawlakum wa waliyyukum)”
They said, and there was no apparent blindness (clearly):
“Your God, our guide, and you are our leader
And you won’t find from among us, in this, any disobedient,”
He said to him: “Stand up O’ Ali, for I am
pleased to announce you Imam and guide after me (min ba’di imam(an) wa hadiy(an)),
So whomever I was his leader (mawla), then this is his leader (mawla)
So be to him supporters in truth and followers,”
There he prayed: “Allah! Be a friend and guide to his follower
And be, to the one who is Ali’s enemy, an enemy”
Mendengar kejadian di Ghadir Khumm ini, seorang Arab menghadap Nabi s.a.w. dan berkata: “Engkau suruh kami untuk bersaksi bahwa tidak tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah….” dst, seperti tertulis di atas.
Walhasil, ringkasnya, sang lelaki tadi menantang, dan berkata, “Ya Allah! Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, maka jatuhkanlah batu dari langit dan biarlah kami mendapat siksa yang pedih.” Selang beberapa saat Allah menimpakan sebuah batu ke kepalanya hingga ia tewas.
Kemudian, turunlah firman-Nya yang termaktub dalam Surat 70 ayat 1 sampai dengan 3 berikut ini:
“Seorang penanya meminta (bukti) tentang siksa yang bakal terjadi. Bagi orang-orang kafir (yang) tidak seorang pun dapat menolaknya, (yang datang) dari Allah, Yang memiliki tempat-tempat naik.”
Benar. Banyaknya ulama Sunni yang menceritakan kejadian ini, baik secara rinci ataupun ringkasannya, sungguh mengagumkan.
Peristiwa historis ini dikisahkan oleh 110 sahabat Nabi (saw), 84 tabi’in, dan kemudian oleh ratusan pakar Dunia Islam, sejak abad pertama hingga abad ke-14 Hijriah (abad tujuh hingga abad dua puluh M). [Rujukan dalam bahasa Inggris dapat dilihat di sini.]
Angka-angka di atas hanya sebagian yang direkam ulama Sunni.
Di bawah ini sebagian kecil rujukan sumber-sumber periwayatan itu. Banyak di antara ulama (yang meriwayatkanya) tidak saja mengutip pernyataan Nabi (saw) tapi juga menegaskannya sebagai sahih (autentik):
• al-Hakim al-Naysaburi, al-Mustadrak `ala al-Sahihayn (Beirut), volume 3, pp. 109-110, p. 133, p. 148, p. 533. Ia menegaskan bahwa hadis ini sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim; al-Dhahabi membenarkan keabsahannya.
• al-Tirmidhi, Sunan (Cairo), vol. 5, p. 633
• Ibn Majah, Sunan, (Cairo, 1952), vol. 1, p. 45
• Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari, (Beirut, 1988), vol. 7, p. 61
• Al-‘Ayni, ‘Umdat al-Qari Sharh Sahih al-Bukhari, vol. 8, p. 584
• Ibn al-‘Athir, Jami` al-‘usul, i, 277, no. 65;
• Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, vol. 2, p. 259 and p. 298
• Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir, (Beirut, 1981), vol. 11, p. 53
• Ibn Kathir, Tafsir Qur’an al-‘Azim, (Beirut), vol. 2, p. 14
• Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, p. 164
• Ibn al-‘Athir, Usd al-Ghaba fi Ma’rifat al-Sahaba, (Cairo), vol.3, p. 92
• Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, (Hyderabad, 1325), vol. 7, p. 339
• Ibn Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, (Cairo, 1932), vol. 7, p. 340, vol. 5, p. 213
• Al-Tahawi, Mushkil al-Athar, (Hyderabad, 1915), vol. 2, pp. 308-9
• Nur al-Din al-Halabi al-Shafi’i, al-Sirah al-Halabiyya, vol. 3, p. 337
• Al-Zurqani, Sharh al-Mawahib al-Ladunniyya, vol. 7, p. 13
Meskipun sejumlah besar ulama Sunni dari berbagai zaman dan dari pelbagai sudut pandang telah memastikan pendapat mereka tentang kejadian bersejarah itu, mereka menemui kesulitan untuk mengkaitkannya dengan apa yang terjadi sesudah Nabi saw wafat.
Berhubung singkatnya artikel ini, maka hal itu tidak mungkin dibahas secara panjang di sini. Yang penting, harus ditegaskan di sini bahwa banyak ulama Sunni menetapkan bahwa Nabi (saw) secara jelas ingin menegaskan bahwa Ali (as) sebagai kawan dan penolong kaum Muslimin!
Banyak hal berkaitan dengan peristiwa itu menunjukkan bahwa kejadian di Ghadir Khumm itu punya makna yang sangat penting. Turunnya beberapa wahyu Al-Qur’an, banyaknya massa yang berkumpul saat itu, pidato terakhir Nabi (saw), penegasan para sahabat yang menerima otoritas Nabi (saw), ucapan selamat Umar (kepada Ali), dan faktor-faktor lain (yang sulit dirinci dalam tulisan singkat ini), semuanya menunjukkan bahwa kejadian itu mengarah kepada penegasan penerus Nabi yang bergelar Al-Amien itu.
Jelas bahwa kata mawla (pemimpin) yang digunakan itu adalah untuk menunjukkan otoritas yang absolut sesudah Nabi (saw) termasuk, tapi tidak terbatas, pada kekuasaan temporer (sementara).
Kesimpulan:
Jika masih ada keraguan pentingnya arti historis pernyataan Nabi (saw) itu, dan karena adanya usaha sementara orang yang ingin menutup-nutupinya, baiklah cerita di bawah ini untuk menyimpulkannya:
Dalam masa kekhalifahannya, beberapa dasawarsa sesudah kejadian itu, Imam Ali (as) berkata kepada Anas bin Malik, salah seorang sahabat Nabi (s) yang hadir di Ghadir Khumm:
“Mengapa engkau tidak menjelaskan bahwa engkau telah mendengar pesan Rasulullah (s) pada saat di Ghadir itu?”
Anas menjawab,” Wahai Amir al-Mukminin, saya ini sudah tua dan tidak mengingatnya lagi.”
Mendengar itu, Ali (as) berkata: “Jika Engkau sengaja menyembunyikan kebenaran ini, semoga Allah memberimu sebuah tanda putih yang tak bisa ditutupi surbanmu.”
Maka belum lagi Anas bangun dari duduknya, muncullah bercak putih besar di wajahnya.
Referensi-nya dapat dirujuk antara lain di kitab-kitab berikut ini:
• Ibn Qutaybah al-Dinawari, Kitab al-Ma’arif, (Cairo, 1353 AH), p. 251
• Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, vol. 1, p. 119
• Abu Nu`aym al-‘Isfahani, Hilyat al-Awliya’, (Beirut, 1988), vol. 5, p. 27
• Nur al-Din al-Halabi al-Shafi’i, al-Sirah al-Halabiyya, vol. 3, p. 336
• Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal, (Halab, 1969-84), vol. 13, p. 131
Assalamu’alaikum warahmahtullahi wabarakatuh,
Syukron Jazakallahu khairan ya Habib, banyak mutiara yg bermutu tinggi yg ana dapat dari blog Habib. Much appreciate.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa Aali sayyidina Muhammad
Terimakasih kembali Ya Habib. BarakAllahu feekum. Kipidap
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa Aali sayyidina Muhammad saww
Salam.
Terima kasih atas komentar Anda, wahai “Hamba Allah”.
1. Kita semua adalah hamba Allah, tapi kita punya nama; dan sudah menjadi etika (akhlak) bahwa setiap Muslim hendaknya menunjukkan identitasnya secara baik; tidak perlu bersembunyi di balik nama samaran begitu, karena tujuan Anda baik, dan saya husnu dhann, Anda orang baik.
2. Saya asetuju dengan Anda, bahwa, (saya kutip), “ajaran yg benar berdasar Al-Quran, Islam yg benar hanyalah berdasarkan arti Syahadat, bukan mengagung agungkan sahabat nabi”. Sejauh yang kita tahu tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang menjamin kema’suman sahabat Nabi saw. Para sahabat yang utama memang adalah orang-orang mulia, yang harus kita jadikan teladan. Demikian pula dengan keluarga Nabi SAW, Ahlul Baitnya. Cuma, bedanya dengan sahabat, Allah (melalui Al-Qur’an, dan hadis2 yang mutawatir), memberikan jaminan kesucian bagi para Ahlul Bait Nabi saw itu. (Silakan lihat tulisan tentang ini di bagian lain blog ini).
Kita bebas untuk setuju atau tidak setuju pada pendapat orang lain (atau madzhab lain – syah-syah saja), namun ada adab dalam cara berkomunikasi. Mari sama-sama belajar untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan sebaliknya . . . . . . Terima kasih Bung Syafiq. Saya bagikan lagi di FB ya
Benar sekali, Teh Mieke. Adab, atau Tatakrama atawa etika itu menunjukkan keluhuran budi seseorang. Juga kualitasnya. Terima kasih sudah membagikannya lagi di Facebook. 🙂
ulama sunni, emang mengakui kepeminpinan ali..bahkan ali adalah pemilik karomah..orang syiah brengsek sekarang sedang kena murka alloh, di suriah, bentar lagi irak dan iran…semoga yahudi dan konco2nya ..lenyap di muka bumi ini…
Terima kasih, Mbak Lisa (mudah2an itu nama asli, bukan samaran, karena kita hanya mau berkomunikasi dengan mereka yang berani menunjukkan identitasnya).
– Saran saya, kalau menulis nama Allah itu hendaknya pakai huruf besar, Allah, karena Dia itu bukan benda seperti batu, kursi atau tempe. Dia itu Tuhan, yang disembah manusia.
– Kalau bicara Islam mazhab Syiah, yang Anda bilang brengsek itu, artinya Anda menghina 300-400 juta saudara Muslimin kita di antara lebih satu milyar umat Islam lain yang bermazhab lain (seperti Hanafi, Hambali, Syafii, Maliki, Mu’tazilah, Zaidiah, dll). Untuk mengetahui lebih jauh tentang itu, sebaiknya sebelum menulis Anda belajar lagi; antara lain dengan membaca kitab-kitab yang ditulis ulama dan pakar Islam. Kalau belum sempat baca, barangkali beberapa tulisan di bawah ini bisa sedikit membantu — kalau Anda memang ingin mencari kebenaran dan ingin berdiskusi secara intelek dan jujur: http://abusalafy.wordpress.com/kumpulan-hadis/ https://syafiqb.com/2011/12/24/dialog-tom-cruise-dan-ayahnya/ https://syafiqb.com/2012/11/02/hadis-umat-terpecah-73-golongan-diragukan/#more-4573
Saya yang menulis tanggapan ini tidak berani mengklaim saya pasti benar dan Anda salah; tetapi saya mengajak Anda berdialog secara elegan, jujur dan ‘gentle’.
– Oh ya, kalau Anda bilang Irak, Iran dan Suriah (semua nama negara itu pakai huruf besar) ‘kena murka’ Allah karena orang Syiahnya, maka berarti Pakistan, India, Mesir, Bahrain, Oman, Sudan, Nigeria, Malaysia, Yaman juga akan kena murka dong, karena di semua negara itu juga banyak Muslimin Syiah? Oh ya, di Saudi juga terdapat ratusan ribu Muslim Syiah, dan di Indonesia diperkirakan ada 2,5 sampai 3 jutaan Muslimin Syiah — apa negara-negara itu juga Anda harapkan kena murka Allah? Waduuuh… sadis sekali Anda ini: kok tega mengharapkan saudara-saudara kita kena murka Allah. Na’udzu billah min dzaalik. Kita ini, sebagai Muslim, selalu mendoakan saudara Muslim lainnya — bahkan pada tiap Jumat Khatib selalu mengajak kita bersama-sama memintakan ampun bagi saudara kita Muslimin: Allahumma-gh-fir lil muslimiena wal muslimaat, wal mu’miniena wal mu’minaat, al-ahyaa-i minhum wal amwaat (baik yang masih hidup atau pun yang sudah wafat). Saya pikir sebagai Muslim kita tidak akan mendoakan saudaranya kena murka Allah, bukan? Bahkan kepada penganut agama lain saja kita disuruh menghargai dan bersikap toleran…
Ya Maula Ali lepaskan rinduku pada mu.
Assalamu’alaikum warahmahtullahi wabarakatuh,
Syukron Jazakallahu khairan ya Habib, banyak mutiara yg bermutu tinggi yg ana dapat dari blog Habib. Much appreciate.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa Aali sayyidina Muhammad
Izinkan ana share di f/b ana Bib.
Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa Aali sayyidina Muhammad.
Terima kasih Syed Ali, sebuah kehormatan besar bagi alfagir karena mendapatkan apresiasi dari Antum, Ya Habib.
Tafadhal jika Antum berkenan sharing di FB Antum.
Terimakasih kembali Ya Habib. BarakAllahu feekum. Kipidap
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa Aali sayyidina Muhammad saww
Salam.
Terima kasih atas komentar Anda, wahai “Hamba Allah”.
1. Kita semua adalah hamba Allah, tapi kita punya nama; dan sudah menjadi etika (akhlak) bahwa setiap Muslim hendaknya menunjukkan identitasnya secara baik; tidak perlu bersembunyi di balik nama samaran begitu, karena tujuan Anda baik, dan saya husnu dhann, Anda orang baik.
2. Saya asetuju dengan Anda, bahwa, (saya kutip), “ajaran yg benar berdasar Al-Quran, Islam yg benar hanyalah berdasarkan arti Syahadat, bukan mengagung agungkan sahabat nabi”. Sejauh yang kita tahu tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang menjamin kema’suman sahabat Nabi saw. Para sahabat yang utama memang adalah orang-orang mulia, yang harus kita jadikan teladan. Demikian pula dengan keluarga Nabi SAW, Ahlul Baitnya. Cuma, bedanya dengan sahabat, Allah (melalui Al-Qur’an, dan hadis2 yang mutawatir), memberikan jaminan kesucian bagi para Ahlul Bait Nabi saw itu. (Silakan lihat tulisan tentang ini di bagian lain blog ini).
Untuk tidak berpanjang lebar dalam polemik, baiklah kita tilik tulisan seorang ulama tenar berikut ini: https://abusalafy.wordpress.com/2014/10/12/syekh-hasan-bin-farhan-al-maliky-memahami-inti-perbedaan-ahlussunnah-dan-syiah/
Terima kasih.
Kita bebas untuk setuju atau tidak setuju pada pendapat orang lain (atau madzhab lain – syah-syah saja), namun ada adab dalam cara berkomunikasi. Mari sama-sama belajar untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan sebaliknya . . . . . . Terima kasih Bung Syafiq. Saya bagikan lagi di FB ya
Benar sekali, Teh Mieke. Adab, atau Tatakrama atawa etika itu menunjukkan keluhuran budi seseorang. Juga kualitasnya. Terima kasih sudah membagikannya lagi di Facebook. 🙂
ulama sunni, emang mengakui kepeminpinan ali..bahkan ali adalah pemilik karomah..orang syiah brengsek sekarang sedang kena murka alloh, di suriah, bentar lagi irak dan iran…semoga yahudi dan konco2nya ..lenyap di muka bumi ini…
Terima kasih, Mbak Lisa (mudah2an itu nama asli, bukan samaran, karena kita hanya mau berkomunikasi dengan mereka yang berani menunjukkan identitasnya).
– Saran saya, kalau menulis nama Allah itu hendaknya pakai huruf besar, Allah, karena Dia itu bukan benda seperti batu, kursi atau tempe. Dia itu Tuhan, yang disembah manusia.
– Kalau bicara Islam mazhab Syiah, yang Anda bilang brengsek itu, artinya Anda menghina 300-400 juta saudara Muslimin kita di antara lebih satu milyar umat Islam lain yang bermazhab lain (seperti Hanafi, Hambali, Syafii, Maliki, Mu’tazilah, Zaidiah, dll). Untuk mengetahui lebih jauh tentang itu, sebaiknya sebelum menulis Anda belajar lagi; antara lain dengan membaca kitab-kitab yang ditulis ulama dan pakar Islam. Kalau belum sempat baca, barangkali beberapa tulisan di bawah ini bisa sedikit membantu — kalau Anda memang ingin mencari kebenaran dan ingin berdiskusi secara intelek dan jujur:
http://abusalafy.wordpress.com/kumpulan-hadis/
https://syafiqb.com/2011/12/24/dialog-tom-cruise-dan-ayahnya/
https://syafiqb.com/2012/11/02/hadis-umat-terpecah-73-golongan-diragukan/#more-4573
Saya yang menulis tanggapan ini tidak berani mengklaim saya pasti benar dan Anda salah; tetapi saya mengajak Anda berdialog secara elegan, jujur dan ‘gentle’.
– Oh ya, kalau Anda bilang Irak, Iran dan Suriah (semua nama negara itu pakai huruf besar) ‘kena murka’ Allah karena orang Syiahnya, maka berarti Pakistan, India, Mesir, Bahrain, Oman, Sudan, Nigeria, Malaysia, Yaman juga akan kena murka dong, karena di semua negara itu juga banyak Muslimin Syiah? Oh ya, di Saudi juga terdapat ratusan ribu Muslim Syiah, dan di Indonesia diperkirakan ada 2,5 sampai 3 jutaan Muslimin Syiah — apa negara-negara itu juga Anda harapkan kena murka Allah? Waduuuh… sadis sekali Anda ini: kok tega mengharapkan saudara-saudara kita kena murka Allah. Na’udzu billah min dzaalik. Kita ini, sebagai Muslim, selalu mendoakan saudara Muslim lainnya — bahkan pada tiap Jumat Khatib selalu mengajak kita bersama-sama memintakan ampun bagi saudara kita Muslimin: Allahumma-gh-fir lil muslimiena wal muslimaat, wal mu’miniena wal mu’minaat, al-ahyaa-i minhum wal amwaat (baik yang masih hidup atau pun yang sudah wafat). Saya pikir sebagai Muslim kita tidak akan mendoakan saudaranya kena murka Allah, bukan? Bahkan kepada penganut agama lain saja kita disuruh menghargai dan bersikap toleran…
Reblogged this on Jafo Agneli and commented:
Kita tak boleh melupakan sejarah
Benar sekali. Al-Quran pun banyak berisi tentang sejarah, agar manusia mengambil pelajaran dan hikmah daripadanya. Terima kasih.
Syukron Ya Ammi Syafiq anabanyak dapet pencerahan dari blog ammi