
Kemenangan Barack Obama pada pemilu AS, 6 November lalu tidak hanya disambut rakyatnya.
Keunggulan presiden dari Partai Demokrat, yang mengalahkan penantang tangguh dari partai Republik Mitt Romney dalam pemilu — yang perjalanan kampanyenya sangat melelahkan dan paling mahal dalam sejarah kepresidenan AS – itu juga dimeriahkan oleh para twuips, pengguna Twitter, di dunia.
Bukti paling telak adalah ketika tweet-nya yang bicara singkat, “Empat tahun lagi” (Four more years), dengan foto dirinya sedang berpelukan dengan Michelle isterinya, ini di-retweet lebih dari 762 ribu kali oleh pengguna Twitter. Boleh jadi inilah kicau-ulang (retweet) paling banyak sepanjang sejarah mikroblogging itu.
Bukan hanya itu, tweet yang dinyanyikan akun @BarackObama (yang mengantongi lebih 28 juta followers) pada Rabu 7 November kemarin itu ditandai sebagai ‘favorit’ oleh 266 ribu pengguna Twitter dunia.
Tulisan ini aslinya ditayangkan portal “Inilah.Com”, Kamis 8 November 2012.
Di Facebook, Rabu kemarin foto yang sama mendapatkan ‘likes’ dari lebih 2,1 juta orang – sehingga menjadi ‘the most-liked Facebook photo of all time’. Saat menyelesaikan tulisan ini, Kamis 8 November pagi, jumlah itu sudah meroket menjadi 3,8 juta ‘likes’. Halaman Facebook Obama sudah mengantongi hampir 33 juta likes.

Tepuk tangan agaknya juga mesti diberikan kepada tim pemenangan Obama, yang berhasil menerapkan strategi kampanye tatap-muka (face-to-face) di akar rumput sebagai andalan mereka. Lewat berbagai advocacy pada kelompok-kelompok pendukungnya, tim Obama rupanya sangat menekankan kontak personal satu-persatu.
Dibantu medium digital, termasuk email dan media sosial, ‘advocacy-based campaigning’ itu rupanya berhasil memutar keberpihakan kepada Obama secara sangat signifikan – bahkan di daerah-daerah basis Romney seperti Michigan dan Massachusetts (negara bagian yang pernah dipimpin Romney sebagai gubernur pada periode 2003-2007).
Strategi tadi, diperkuat ketepatan dalam melakukan ‘targeting’ pada para pemilih dan simpatisan pendukung lainnya. Sebagaimana kita ketahui, dalam marketing, setelah melakukan pembagian segmen pasar (publik atau ‘pemilih’) sebuah brand seperti Obama mesti melakukan pemilihan target yang tepat, sambil menegaskan ‘positioning’-nya di hadapan mereka.
Tim Obama berhasil mempengaruhi secara persuasif para target tadi, sehingga mendapatkan pendukung yang tidak saja dipastikan akan memilih Obama, melainkan juga dengan senang hati bersedia menjadi ‘advocates’.
Bagi brand, keberhasilan menjadikan publik sebagai advocates adalah puncak tujuan kegiatan komunikasi, sebab para advocates akan menjadi ‘duta’ bagi sang brand, dan secara berkesinambungan mereka akan mengajak teman-teman dan keluarganya untuk memilih brand itu, baik lewat ‘getok tular’ (words of mouth) maupun melalui media sosial atau ‘words of mouse’ di Internet.

Di dalam email yang disebarkan kepada para simpatisannya, misalnya, pada hari pemilu 6 November lalu, Obama mengirimkan email dengan subject: “Memilihlah,dan teruskan pesan ini” (Go vote – and forward this).
“Teman…Sekarang kita butuh menang,” tulisnya. “Dua hal yang Anda bisa lakukan segera. Pertama, jika Anda belum memilih, buatlah rencana untuk memilih… Pastikan bahwa semua orang yang Anda kenal juga tahu tautan ini (yang berisi informasi TPS tertentu sesuai kode area pemilih) untuk mengkonfirmasi tempat mereka memilih.”
Berikutnya, kata Obama, “…Sesudah Anda memilih hari ini, teruslah bertindak. Ambil telepon, akseslah internet, seharian penuh, di situ ada sesuatu yang bisa Anda lakukan untuk membantu.”
Kemudian di bawah tulisan itu Obama menyediakan sebuah tautan (link) lain yang merujuk pada salah satu halaman situsnya (barackobama.com).
Isi halaman dalam situs itu tak lain adalah, “Lima hal yang bisa Anda lakukan untuk membantu Presiden Obama menang”. Di antaranya, ajakan agar para pemilih memberitahu teman-temannya di Facebook, ajakan membantu sebagai relawan, menelepon pemilih lain, dan pergi memilih sambil mengajak seseorang (atau lima orang) lainnya. Secara santun tapi tegas, Obama mengakhiri email dengan ucapan terima kasih dan nama depan dirinya: Barack.

Sebelum itu, sejak awal masa kampanye tim Obama berhasil meraih dukungan dari sekitar 2,2 juta orang relawan yang menandatangani pernyataan mendukung kampanye Obama – sehingga mereka sangat berperan dalam memengaruhi pemilih yang ragu di beberapa negara bagian dengan ‘masa mengambang’ (swing voters) yang jumlahnya sekitar 40 juta.
Semua itu tampaknya menunjukkan bahwa banyak orang sudah lelah dengan media tradisional (seperti koran, majalah dan televisi), dan bahwa kontak tatap-muka sekarang ini – justru pada saat internet makin banyak digunakan — jauh lebih penting dan powerful dibanding 10-15 tahun lalu.
Logikanya, kontak tatap-muka itu memang terjadi berkat dukungan internet, khususnya media sosial seperti Facebook dan Twitter – sebagaimana dibuktikan lewat banyaknya penyebaran keduanya di tengah para pemilih di AS, dan bahkan di dunia.

Dari sejumlah pesan di media sosial itu, yang disebarkan bersamaan atau setelah menerima email dari Obama, para pemilih dan relawan yang menjadi advocates itu, secara serius melaksanakan anjuran sang presiden.
Langkah demi langkah saran tim kampanye Obama diikuti secara baik oleh jutaan orang. ‘Getok tular’ ala Obama menjadi fenomena yang patut dicatat para ahli komunikasi.
Tentu saja ada peran lain. Misalnya reputasi Obama yang dipersepsi sangat positif oleh para pemilih, sehingga mereka bersedia menjadi ‘duta-duta’ sukarela bagi sang presiden.
Program Obamacare, yang menunjukkan kepeduliannya pada kesejahteraan rakyat, misalnya, merupakan kunci pesan lain yang sangat disukai rakyat, dan itu berhasil meyakinkan secara jauh lebih baik dari Romney.
Sebaliknya dengan Romney. Beberapa pesannya yang keras dalam bidang imigrasi telah menyebabkannya tidak disukai penduduk asal Amerika Latin yang jumlahnya kini kian bertambah. Sejumlah pesan kampanye Romney dalam bidang aborsi dan Keluarga Berencana juga mendorong kaum wanita dan para pemuda menghindarinya, dan memilih Obama.

Obama juga diuntungkan kesan positif bahwa pemerintahnya berhasil mengantisipasi dan menangani dampak kejadian badai Sandy — ia misalnya membatalkan acara kampanye pada 31 Oktober lalu guna memusatkan perhatian pada upaya pertolongan dan tanggap darurat bagi badai super maut itu — dan pengumuman kebijakan ekonominya di saat-saat terakhir kampanye, berhasil menjadi faktor pendidih, yang mematangkan kemenangannya.
Hal penting lain adalah bahwa Obama berhasil menekankan ‘sentuhan-sentuhan kerakyatan yang umum sifatnya’. Sementara Romney, di ujung lain, gagal meyakinkan masyarakat AS bahwa seorang Mormon yang sangat kaya seperti dirinya, sebenarnya adalah ‘orang biasa’ seperti para pemilih – sehingga ia tampak ‘berbeda’ dari orang kebanyakan.
Akibatnya, alumnus MBA Universitas Harvard itu jadi dipersepsi ‘asing’ oleh mayoritas publik. Dan kita tahu, perkara persepsi ini sangatlah penting dalam setiap pemilu.
*) Syafiq Basri Assegaff: Konsultan komunikasi, salah seorang Ketua BPP Perhumas.
Baca juga:
- Bicara branding dan tokoh: Fenomena Jokowi dan Branding Gubernur Jakarta.
- Jokowi dan Dahlan Iskan: Gaya yang mendobrak.
- Kekuatan Media Sosial: artikel di Koran SINDO.
- KPK dan Kekuatan Rakyat di Twitter: artikel di Kompas.
- Benarkah Reputasi Jokowi Tentukan Kemenangannya?
- Social Media Election Night: English article.