Burung kecil kepingin memadamkan api yang hendak membakar Nabi Ibrahim (as). Api yang menyala-nyala itu disiapkan Raja Namrud untuk menghukum Ibrahim, bapak para Nabi.
Burung itu berparuh kecil. Badannya juga mungil. Namanya Bulbul. Tetapi, meski kecil, ia burung yang tidak mudah putus asa. Ia terbang mencari air ke lautan. Paruh mungilnya menampung sedikit air.

Dari ketinggian, ia menyiramkan air itu ke api yang berkobar – yang di dalamnya ada Ibrahim, sang Khalilullah, itu. Secuil air dari paruh mungil hendak memadamkan api yang tengah menyala-nyala?
Karuan saja berbagai hewan, pohon dan tetumbuhan menertawakan ulah Bulbul kecil. Mana mungkin memadamkan nyala api unggun hanya dengan beberapa tetes air dari kejauhan?
Tapi ia tidak putus asa. Burung kecil terus berusaha… Bolak balik ia pergi ke laut, menciduk air lagi, dan menuangkannya ke atas api unggun.

Saya membaca kisah di atas (dan sedikit memodifikasinya) dari salah satu tulisan Dr Jalaluddin Rakhmat.
Mengutip kisah sufistik itu dari tulisan Jalaluddin Rumi (penulis kitab ‘Matsnawi’), Kang Jalal melanjutkan kisahnya bahwa ketika mendengar cemoohan hewan dan pepohonan itu, burung Bulbul kecil berkata:
“Aku tahu aku tidak akan bisa memadamkan api Namrud ini. Tetapi aku ingin Allah mencatat aku sebagai makhluk-Nya yang telah berusaha untuk memadamkan api itu…”
Kisah Bulbul kecil mengajar kita, cara melakukan kebaikan secara ikhlas. Di antaranya adalah bahwa, tidak ada amal yang ‘kecil’ di hadapan Yang Maha Besar – sepanjang itu dilakukan dengan ikhlas.
Sekecil apa pun (hal itu) dalam pandangan makhluk, tetap saja sebuah perbuatan ada nilainya di hadapan Sang Khalik.
Kita lalu jadi ingat, bahwa Dia menegaskan,
“Barang siapa beramal baik sekecil dzarrah maka ia akan melihat (ganjaran)-nya. Dan barang siapa berbuat jelek sekecil dzarrah, ia pun akan menyaksikan (balasan)-nya.” (Catatan: Dzarrah itu kira-kira bisa diterjemahkan sebagai ‘atom‘, atau yang lebih kecil dari itu…)
Karena Allah Maha Adil, maka semua perbuatan pasti dibalas: yang baik, atau pun yang buruk. Dan karena Allah itu Maha Baik, ya betapa baiknya Tuhan… maka amal sekecil apa pun bisa dibalasnya secara tidak terhingga – wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir, dan Dia Dapat Berbuat Apa pun yang Dikehendaki-Nya.

Boleh jadi amal serupiah, akan dibalasnya dengan 700 rupiah, atau tujuh juta, atau tujuh trilyun (Note: Kalau saya tulisnya Rp.6,7 Trilyun, saya kuatir Anda jadi ingat kasus Bank Century).
Tidak ada yang bisa membatasi-Nya, karena Dia tidak terbatas. Tidak ada yang bisa mengatur-Nya, karena Dialah yang Maha Pengatur, dan sang Pemberi Rejeki yang Maha Pemurah.
Burung kecil juga mengajarkan, kata Kang Jalal, “jangan pernah berputus asa pada rahmat Allah karena yang dilihat adalah usaha, keyakinan dan keikhlasan kita… bukan hasil akhir.”
Baca juga:
- O,Kumail… (syafiqb.com)
- Filosofi Manusia yang Menjadi Fitri: tulisan lain di blog ini.
- Mana Ismail Kita: tulisan di Tempo 5 November 2011.
Menginspirasi.. Kalau boleh saya berbagi info saya pernah baca bahwa bubul itu burung kutilang.. Hmm..
SųϐhαπαLL ∕̴ƖƗƗ♡ ωαlhαmduliLL∕̴ƖƗƗ♡ ωαlαα ȋlααƗƗαȋlαLL∕̴ƖƗƗu♡ ∕̴ƖLL∕̴ƖƗƗU ∕̴ƖKϐ∕̴ƖR. Semoga si bulbul jadi motivasi kita, berbuat baik dg usaha yg ikhlas. I∏SỲɑ̈ ƋLLǍН̣̇ rahmat Allah tdk akan terlepas dr kita..
Amiiin Ya Robbal ‘Aalamiin.. Terima kasih banyak, Kang Hassan.