Tembok China dan Persistensi Ibadah 1


Wah aneh, memang apa hubungannya, ‘wong’ tembok China kok dikaitkan dengan ibadah? Ada…Tenang aja. Mari kita bahas.

Konon China membangun tembok raksasa (The Great Wall) selama ratusan tahun. Panjangnya diperkirakan 6.400 kilometer,ada yang menulis lebih dari 8.000 km (dari kawasan Sanhai Pass di timur hingga Lop Nur di sebelah barat) dan tingginya 8 meter. Lebar bagian atas 5 m, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 m. Setiap 180-270 m dibuat ’menara pengintai’ dengan tingga antara 11-12 m.

First emperor of China Qin Shi Huang, from zh ...
Emperor pertama China, Qin Shi Huang.

Kabarnya bagian tertentu tembok dibangun pada abad ke-8 sebelum masehi (SM). Pada sekitar abad 5 sampai dengan 221 SM, dinasti Qi, Yan and Zhao masing-masing membangun benteng yang kokoh untuk mempertahankan perbatasan teritori negara. Artinya seluruhnya memakan waktu 300-an tahun. Tembok itu dibangun guna mencegah serbuan musuh, khususnya bangsa Mongol di utara. Belakangan dinasti Ming, abad tahun 1440-an hingga 1460-an menyempurnakannya untuk menangkis serangan bangsa Manchu.

Orang China menyusun tembok itu bagian demi bagian kecil, dari bawah sampai paling atasnya. Selesai ‘satu kotak’, barulah mereka menyusun kotak baru di sampingnya. Demikian seterusnya, sehingga mencapai ribuan km panjangnya. Konon tembok besar itu menjadi salah satu ‘keajaiban’ ciptaan manusia yang kabarnya (tapi ini masih sebagai mitos) merupakan satu-satunya bangunan yang bisa terlihat jelas dari luar angkasa.

Mengapa orang China, maksudnya para raja atau penguasa, rela membuang waktu ratusan tahun untuk sebuah tembok itu? Ini katanya karena mereka beranggapan China akan berdiri langgeng selama ribuan tahun, sehingga tidak percuma ‘pengorbanan’ 300-an tahun untuk suatu manfaat yang jauuuuuh lebih lama lagi.

Untuk membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu ratusan tahun di zaman berbagai kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang memulai pembangunan tembok itu, namun menurut penelitian dan catatan literatur sejarah, tembok itu telah dibuat sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun pertama kali pada Zaman Negara-negara Berperang.

Kaisar Qin Shi-huang meneruskan pembangunan dan pengokohan tembok yang telah dibangun sebelumnya. Sepeninggal Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di zaman Dinasti Ming. Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil pembangunan dari zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang bercampur dengan bata dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk pasukan berkuda Tiongkok.

Photograph of The Great Wall of China from 1907.
Tembok China 1907. (Wikipedia)

Tembok Raksasa China dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.

Nah, analog dengan itu, orang mestinya siap berkorban sekian jam dalam sehari, atau bahkan berbulan atau tahun, untuk menyiapkan bekal bagi suatu masa yang bukan cuma ribuan tahun lamanya, melainkan jutaan bahkan milyaran tahun – suatu masa yang tak terhingga lamanya. Sebuah eternity (atau infinity), sebuah kampung abadi.

Dalam bahasa orang matematika, ‘ketidakberhinggaan’ sama dengan bilangan berapa saja dibagi nol (0) — atau N/0 — yang kemudian diperlambangkan dengan angka delapan atau huruf ‘S’ yang tidur (∞). 

Ada berbagai penggunaan simbol infinity itu, termasuk dalam aspek kosmologi, matematika (kalkulus dan computing),  geologi, dan sebagainya.

Tidak pada tempatnya kita membahas itu di sini. Tetapi yang jelas, dari sisi matematika, simbol infinity konon dimaknai sebagai variasi simbol ular ‘ouroboros‘ yang berasal dari zaman Romawi kuno. Ular yang dipelintir menjadi konfigurasi bagaikan angka delapan horizontal itu seolah memakan ekornya sendiri, secara unik cocok untuk melambangkan “ketiadaakhiran“. Konon orang Yunani menyamakannya dengan simbol ‘omega’ (Ω).

Simbol Infinity

Ah sudahlah… Kita bukan Einstein atau ahli matematika pemenang Nobel, tapi secara bodoh barangkali penggunaan angka nol (0) sebagai penyebut dalam formula N/0 itu boleh jadi karena di kampung akhirat itu semuanya nol. Karena di sana (berbeda dengan dunia yang fana) tidak ada dimensi waktu (dan ruang) — maka segalanya adalah nol belaka. Semuanya. Semuanya tidak ada, kecuali Tuhan sendiri.

PS: Ketika sampai pada bagian tulisan tentang Einstein di atas, saya jadi ingat putra seorang teman yang punya kemampuan luar biasa — great mind — meski dia baru berusia 9 tahun. Two thumbs up buat ibu yang mendidik sang jagoan kecil bernama Rendy itu.

(…bersambung — bagi yang berminat silakan merujuk sambungannya di notes “Tembok China” bagian dua )

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s