Anakmu Bukan Anakmu


Dan seorang wanita yang mendekap anaknya berkata: “Bicaralah pada kami perihal anak-anak.”

Maka orang bijak itupun bicara:

“Putramu bukanlah putramu. Mereka adalah putra-putri kehidupan yang mendambakan hidup mereka sendiri. Mereka datang melalui kamu tetapi tidak dari kamu.

Khalil Gibran (April 1913)
Khalil Gibran (April 1913) (Photo credit: Wikipedia)

Dan sungguhpun bersamamu mereka bukanlah milikmu.

Engkau dapat memberikan kasih sayangmu, tetapi tidak pendirianmu. Sebab mereka memiliki pendirian sendiri. Engkau dapat memberikan tempat pijak bagi raganya. Tapi tidak bagi jiwanya. Lantaran jiwa mereka ada di masa datang. Yang tidak bisa engkau capai sekalipun dalam mimpi.

Engkau boleh berusaha mengikuti alam mereka. Tetapi jangan mengharap mereka dapat mengikuti alammu. Sebab hidup tidaklah surut ke belakang. Tidak pula tertambat di masa lalu.

Engkau adalah busur tempat asal anak panah kehidupan putra -putrimu melesat ke masa depan.

Di atas itu adalah syair Kahlil Gibran, penyair Kristen Lebanon yang namanya menjadi legenda.

Perjuangan seorang ayah: Anakmu bukan anakmu, tapi ia perlu nasihat demi kebaikannya.

Gibran mengajak kita berpikir ke depan, barangkali karena ia tahu orang tua senang menoleh ke belakang. Betapa banyak mereka yang lanjut usia suka sekali menceritakan pengalaman mereka dulu, capaian-capaian atau track record mereka.

Sementara anak muda, karena memang umurnya belum banyak, tentu saja belum punya track record yang bisa dibanggakan. Tapi mereka punya ‘masa depan’, saat yang akan datang, yang kelak akan mereka sambut. Mungkin masih bersama orangtuanya, mungkin juga sendirian.

Jika bicara orang tua dan anak, kiranya sebuah pesan berikut ini sangat layak kita simak.

Šuatu ketika Imam Ali as menasihati putranya, Al-Hasan (as):

“Anakku, pelajari empat hal dariku dan melalui keempatnya kamu akan belajar empat hal lagi. Jika kau ingat semuanya, maka segala perilakumu tidak akan merugikan dirimu:

  1. Sebesar-besar kekayaan adalah kebijaksanaan;
  2. Seburuk-buruknya kemiskinan adalah kebodohan;
  3. Sejelek-jeleknya keangkuhan (keterasingan) adalah arogansi (narcissism) dan bangga-diri; dan
  4. Sebaik-baiknya kemuliaan adalah sikap sopan santun dan dalam memperbaiki akhlak (budi pekerti).”

Imam Ali (as) once said to his son Imam Hasan (as): My son, learn four things from me and through them you will learn four more. If you keep them in mind your actions will not bring any harm to you: (a) The greatest wealth is Wisdom; (b) the greatest poverty is stupidity; (c) the worst unsociableness is that of vanity and self-glorification; and (d) the best nobility of descent exhibits itself in politeness and in refinement of manner. (…to be continued in next article)

Empat hal berikutnya akan kita tulis dalam posting berikutnya, insya Allah. Tapi sebelum itu, apa yang dikatakan Gibran mengenai Imam Ali (as)?

Ini katanya mengenai Khalifah ke-empat itu:

“In my view, Alī was the first Arab to have contact with and converse with the universal soul. He died a martyr of his greatness, he died while prayer was between his two lips. The Arabs did not realise his value until appeared among their Persian neighbors some who knew the difference between gems and gravels,” said Gibran on Ali (see the Wiki reference below).

Mark of Hasan
Mark of Hasan (Photo credit: heiseheise)

“Dalam pandangan saya,” kata Gibran, “Ali adalah orang Arab pertama yang memiliki kontak dengan dan bicara mengenai jiwa secara universal. Beliau meninggal sebagai syahid dalam keagungannya, ia wafat saat doa sedang terucapkan di antara kedua bibirnya (ketika solat – SB). Orang-orang Arab (pada awalnya) tidak menyadari (ketinggian) nilai Ali itu, sampai beliau dikenal oleh tetangga Arab, orang-orang Persia, yang mengerti bagaimana membedakan antara batu permata (murni) dan kerikil.

Untuk pendapat Non-Muslim mengenai Imam Ali (as), silakan merujuk ke Wikipedia ini.

One thought on “Anakmu Bukan Anakmu

Silakan Beri Komentar