Persatuan Umat di Mata Cak Nur, Quraisy Shihab, Amien Rais, DLL


Dalam zaman Internet ini, banyak buku lama diterbitkan ulang dalam bentuk elektronik alias e-book. Salah satunya adalah buku yang memuat pendapat para tokoh Muslim kenamaan seperti Nurcholish Madjid (Cak Nur), Muhammad Bagir, Amien Rais, Ali Audah, Dawam Rahardjo, Said Aqil Siradj, Jalaluddin Rakhmat, A.Syafii Maarif, dan Quraisy Shihab.

Buku yang saat awal terbit (pada tahun 1986 lalu) berjudul, “Satu Islam Sebuah Dilemma” ini kini dinamakan, “Menuju Persatuan Umat“.

Amien Rais, the initiator of "Axis Force&...
Amien Rais dan Gus Dur

Sebagai salah seorang redaksinya, saya ingat ketika mewawancarai sebagian tokoh itu.

Bersama rekan Abdi Mahastyo Suherman dan Budi Prayitno, kami — yang saat itu masih sama-sama berkuliah di Bandung — pergi ke Jakarta untuk mewawancarai para tokoh itu.

Awalnya penerbit Mizan (yang melansirnya) mengharapkan para tokoh itu menulis sendiri pendapat dan pemikiran mereka.

Tapi, mengingat kesibukan beliau-beliau, akhirnya kami bertiga diutus meng-interview mereka, lalu memindahkan hasil rekamannya dalam bentuk draft. Selanjutnya draft itu dikirim lagi kepada sang tokoh satu persatu, untuk mendapatkan persetujuan (bahwa ketikan dalam draft itu sudah sesuai dengan yang mereka maksudkan).

Pengalaman mewawancari tokoh seperti Cak Nur dan lain-lain itu sungguh memberi kesan tersendiri. Kami bertiga yang masih kuliah sekaligus mendapatkan banyak pencerahan (insights), jejaring (network) kelas nasional, dan honor (yang sangat berarti bagi anak kos-kos-an…)

Keberadaan para tokoh (yang ada dalam dalam buku itu) pada era 80-an menjadikan Indonesia sangat kaya dengan beragam pendapat yang meski berbeda satu dengan yang lain, tetapi sangat inklusif dan saling menghormati satu dengan yang lain.

Bahasa Indonesia: M. Quraish Shihab dalam reka...
Prof. M. Quraish Shihab; salah seorang penganjur persatuan.

Kini rasanya kita kehilangan tokoh pemersatu bangsa seperti Cak Nur dan Gus Dur.

Kini kita kekurangan yang seperti mereka, pemikir Muslim yang mampu menjadi lokomotif perubahan dan persatuan, yang menjunjung tinggi demokrasi, saling tasamuh dan menghargai serta toleran. Itu sebabnya barangkali, sekarang ini Indonesia sering dilanda kekerasan antar-agama — ketika sekelompok kaum mayoritas secara tidak semena-mena menghardik, mengecam kelompok lain (yang minoritas), atau malah membakar pesantren dan tempat ibadah mereka.

Namun, bagaimana pun, selayaknya kita tetap optimis bahwa persatuan bangsa dan ukhuwah Islamiyah harus selalu kita jaga bersama dan kita hormati. Semoga para pemimpin agama (dan pemerintahan) bisa meneruskan jejak para bapak bangsa yang mendahului kita.

Bagi mereka yang menginginkan e-book di atas, dapat mengunduhnya di situs ini (PDF file sekitar 2,6 MB).

4 thoughts on “Persatuan Umat di Mata Cak Nur, Quraisy Shihab, Amien Rais, DLL

  1. Precisely how long did it take you to create “Persatuan Umat di Mata Cak Nur, Quraisy Shihab, Amien Rais, DLL | sembrani”?
    It comes with loads of really good advice. Appreciate it ,Modesto

  2. Wah sebuah pengalaman yang sangat seru. Saya sendiri tidak dapat membayangkan betapa beruntungnya apabila bisa mewawancarai para tokoh yang sangat berpengaruh bagi negara kita seperti Gus Dur dan Cak Nur. Dalam membaca tulisan diatas, sepertinya kita memang perlu menggaris bawahi kalimat “Kini rasanya kita kehilangan tokoh pemersatu bangsa seperti Cak Nur dan Gus Dur”. Sekarang, media di Indonesia lebih disibukkan untuk membahas tokoh koruptor dan kriminal dengan ‘serentetan karyanya’ dalam merusak nama bangsa. Jika ada yang membahas mengenai tokoh-tokoh yang sangat berjasa sekali pun, yang media angkat kebanyakan hanyalah sisi “kemiskinan” dan perjuangan masa lalu” mereka saja. Tidak ada apresiasi yang jelas dari negara untuk tokoh-tokoh tersebut. Tidak perlu kita jauh-jauh membahas tokoh besar dulu, bagi saya, tokoh kecil seperti Sartono, seorang pencipta lagu Hymne Guru misalnya, kondisi hidupnya saat ini perlu diperhatikan oleh negara. Jasanya seharusnya bisa diapresiasi lebih dari sekedar penghargaan biasa. Sartono diceritakan kembali sebagai sosok terkenal namun jasanya kini tidak lagi diperhatikan (jika tertarik, bisa dibaca selengkapnya di http://myartikel.wordpress.com/2011/12/02/nasib-sartono-pencipta-lagu-hymne-guru-yang-hidup-tanpa-tanda-jasa/). Saya juga pernah melihat liputannya di TV yang membahas “sisi kemiskinan” seorang Sartono. Miris rasanya. Padahal, lagu Hymne Guru yang sering saya nyanyikan ketika SD itu kerap menyadarkan saya untuk sangat menghormati sosok guru sebagai pahlawan tanpa jasa. Sosok pengarang lagu tersebut memberi arti tersendiri bagi saya. Kini, modernisasi pada era digital yang begitu cepat terjadi membawa anak-anak lupa sama ‘lagu lama’ yang bertemakan “perjuangan”, “rasa hormat” dan “cinta kasih” terhadap para pahlawan yang berjasa bagi negara ini. Lagu baru dengan tema “orang dewasa” lebih menarik bagi anak-anak. Sementara, banyak orang dewasa sering merindukan lagu selama masa kanak-kanak. Dunia sudah terbalik, namun seharusnya tidak mengubah dan mengurangi rasa hormat di dalam hati setiap warga negara untuk menghormati para pejuang bagi bangsanya.

    1. Terima kasih Jeany,
      Sebuah komentar yang menarik dan menambah pengetahuan mereka yang belum paham tentang penghargaan terhadap tokoh yang berjasa bagi bangsa kita. Cerita pak Sartono itu juga sangat menyentuh. Excellent !

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s