Sebagai laki-laki, Kiwir sempat bingung memikirkan makhluk yang cantik ini, khususnya ketika seorang teman wanitanya,si Klepon, mengajukan pertanyaan berat:
“Apakah semua laki-laki punya kapasitas menjadi hakim bagi wanita?”
+ Saya pikir tidak, Klepon. Tentu saja tidak semua lelaki punya kapasitas begitu. Siapa sih yang punya wewenang atau legitimasi menjadi hakim bagi wanita?
– Justru itu, saya suka sebel kalau ada laki-laki petentang-petenteng menilai kami-kami ini. Seolah perempuan hanya jadi obyek atau mainan, dan dirinya saja yang hebat, mentang-mentang dia laki-laki,meskipun dia kakak saya sendiri.
+ Sungguh pertanyaanmu bikin saya berpikir keras.
Jidat Kiwir berkerenyit. Lekuk-lekuk tanda ketuaan kentara sekali. Matanya memicing. Pupilnya menyempit persis kayak orang mau ngintip cewek mandi…
– Kenapa? Serius amat. Biasa aja deh, nggak usah sampai serius banget gitu… Memang apa yang kamu bingungkan?
+ Habis, saya tidak paham. Bingung. Mungkin karena kebodohan saya. Di satu sisi saya lihat Islam demikian memuliakan wanita. Surga di bawah telapak kaki ibu, misalnya, adalah hadis yang sangat populer. Selain itu masih banyak lagi keutamaan kaum ibu di dalam teks-teks naqli. Konon sebuah hadis, misalnya, menyatakan bahwa “seorang wanita solehah lebih baik dari 70 orang wali”.
– Iya, terus?
+ Masalahnya, di sisi lain, beberapa ayat Quran mengatakan agar hati-hati terhadap godaan wanita, karena ‘inna kayda hunna ‘adhiem’ (sesungguhnya godaan atau tipuan perempuan itu sangat besar dayanya) – sedangkan godaan setan dikatakan sebagai lemah (dho-ief). Dengan kata lain, wanita penggoda, mungkin maksudnya wanita yang jahat, sungguh lebih membahayakan. Coba deh baca kisah Nabi Yusuf dan para wanita itu. Nah, begitu,duhai sahabatku Klepon…
Klepon dan Kiwir sama-sama terdiam. Keduanya berpikir keras, berusaha memahami dua konsep yang tampaknya sangat berbeda. Mungkinkah ada pertentangan antara pernyataan bahwa wanita ,di satu sisi, sangat mulia, tapi di sisi lain, godaannya sangat besar (sedangkan godaan setan dikatakan ‘lemah’) ?
Marwa al-Sherbini: wanita Mesir yg syahid ditikam penjahat di Jerman tahun 2009 – contoh wanita baik.
– Memang laki-laki gak suka menggoda? Kamu juga suka centil kan? Nyoba-nyoba ngerayu cewek-cewek khususnya janda yang cantik? Hahaha…
Klepon tersenyum. Giginya putih rata seperti biji mentimun.Ujung bibirnya melengkung ke atas, menambah manis wajahnya yang putih langsat…
+ Ah, kok tahu sih? Hahaha…
Kiwir melanjutkan:
+ Ah, tidak. Begini: mungkin sekali – sejauh yang saya tahu — penggambaran yang indah tentang wanita adalah mengenai mereka yang baik-baik, sedangkan kejahatan mereka yang dinisbatkan dalam al-Quran merupakan cerminan perempuan jahat, penggoda.
– Semacam nenek Lampir?
+ Ya,mungkin begitu – barangkali sejahat nenek lampir, tapi kayaknya yang ‘hebring’ godaannya bukan nenek-nenek lah, melainkan yang cantik, yang **blink-blink** (mata Kiwir menirukan orang berkedip genit)… biasanya masih muda, yang “kinyis-kinyiiiisss” kayak kamu gitu kira-kira… hahaha…
– Huuuuh.. jahat kamu ya Wir! (Klepon berniat menjewer kuping Kiwir, tapi urung karena kuatir kuping Kiwir yang ‘kiwar-kiwir’ itu lepas dari kepalanya).
+ Tapi benarkah demikian? Saya kurang paham. Yang saya tahu, seorang yang dikenal paling bijak dalam sejarah yang bisa menggambarkan wanita secara “gamblang” barangkali adalah Imam Ali bin Abithalib a.s. Di beberapa tempat kita bisa mendapati perkataan Al-Murtadha itu yang tegas “menohok” perempuan.
– Misalnya?
Masjid Imam Ali di Najaf, Iraq (Wikipedia)
+ Umpamanya ketika Amirul Mukminin — ya maksudku Imam Ali a.s. — secara terang-terangan mengatakan agar kaum lelaki berhati-hati pada wanita yang diibaratkan kalajengking bersengat manis. “Woman is a scorpion whose grip is sweet,” kata beliau. Artinya, “wanita itu ibarat kalajengking, yang sengatannya manis.”
– Setuju Wir.. Saya kira memang yang dimaksud adalah perempuan yang jahat. Mungkin jenis saya ini kalau jahat lebih bahaya dari jenismu ya… Makanya hati-hati sama aku, Wir…hehehe..
+ Benar. Kita barangkali yakin, Imam Ali as itu sedang mewanti-wanti lelaki dari wanita yang jahat. Tapi nanti dulu, Klepon. Ada juga penggambaran Imam Ali tentang perempuan baik-baik yang sungguh mengejutkan saya. Mungkin kamu juga bakal kaget. Dengerin ya:
“Wahai manusia. Wanita selalu dalam keadaan kurang imannya, kurang haknya dan sedikit kepandaiannya. Kekurangan dalam iman ditandai oleh absennya mereka dari kewajiban solat dan puasa ketika datang haidh. Kekurangan akalnya digambarkan oleh fakta (hukum) bahwa persaksian dua orang perempuan sebanding dengan seorang laki-laki. Adapun kekurangan dalam kepemilikannya, karena ia hanya mendapat jatah setengah harta warisan yang diperoleh lelaki. Maka, hati-hatilah terhadap kejahatan wanita. Waspadalah, meski terhadap mereka yang (dikatakan) sebagai wanita baik-baik sekali pun.”
– Haaaa? Sampai segitu jauhnya, Wir?
+ Iya.. Nih, saya sambung sisanya dalam bahasa Inggris ya..Kamu mengerti English kan? Be on your guard even from those of them (women) who are (reportedly) good. Do not obey them even in good things so that they may not attract you to evils.”
– Tapi Wir, jangan-jangan kalimat itu ditujukan kepada seorang wanita yang saat itu sedang berseteru dengan Imam Ali a.s.?
+ Siapa maksudmu? Siti Aisyah r.a.? Mungkin saja. Sebab memang pidato di atas — yang termaktub dalam khutbah ke-79 Nahjul Balaghah — itu disampaikan Imam Ali as seusai “Perang Jamal” melawan janda Nabi saw, Siti Aisyah r.a.
– Mungkin saja. Tapi mungkin sekali juga tidak ya Wir…Aku takut. Ngeri sekali kalau kita salah bicara jadi seperti kurang ajar kepada janda Nabi saw Siti Aisyah (ra) dan kepada menantu beliau, Imam Ali as. Bisa kualat kita Wir!
+ Entahlah. Wallahu a’lam. Tapi kembali ke pertanyaanmu, “apakah semua laki-laki punya kapasitas menjadi hakim bagi wanita?” Aku pikir jawabannya “tidak” sih.. Klepon, saya kira tidak semua lelaki punya kapasitas demikian. Tapi orang seperti Imam Ali as, saya kira, punya jutaan kapasitas untuk menilai wanita, bukan?
Sampai di sini, Kiwir jadi ingat adiknya yang nun jauh di sana.
– Kenapa Wir, kamu mikirin siapa?
+ Adikku yang di Timur Tengah.
– Oooh, dia ?
+ Iya. Saya bayangin adik saya itu akan menanggapi tulisan ini sambil mengutip Imam Ali as, dan bilang seperti ini: “Maka, yang paling baik, kalian wahai kaum wanita yang masih punya umur dan produktif, segeralah menikah. Soalnya, jihad wanita itu adalah menjadi teman yang menyenangkan untuk suaminya. The Jihad of a woman is to afford pleasant company to her husband.
Zainab Al-Khawaja, aktivis wanita di Bahrain (Timur Tengah) yang dihardik polisi wanita, dan kemudian disiksa
– Hahaha… Dasar. Sama aja, kakak dan adik, suka becanda soal cewek. Dasar cowok! Awas kamu ya Wir.. (Klepon hampir saja mencubit pipi Kiwir…Untung dia ingat, Kiwir belum jadi muhrimnya…
– Hati-hati Wir.. Jangan kamu tuliskan diskusi kita ini di Facebook. Ntar kamu bakal ‘diserang’ banyak cewek teman-temanku.
+ Ah, masak? Tapi gak apa-apa kalau banyak yang protes, justru diskusinya jadi seru. Kita bisa exchange of ideas. Eh, by the way buss way, tahu gak, ada seorang lagi yang saya ingat?
– Siapa?
+ Almarhum sepupu ibu saya yang dulu tinggal di dekat RS Siaga, Pejaten, Jakarta Selatan. Kami suka asyik kalau mendengar beliau membahas soal perempuan. Dari A sampai Z dikupasnya secara komprehensif, dan lucu, dan menarik dan tuntas. Mari kirim Al-fatihah buat beliau…
Terima kasih atas komentar Anda, Bu Eda Sutjipto.