Afriyani dan Berpikir Positif


Oleh: Syafiq Basri Assegaff *) Tulisan aslinya dimuat dalam media online: Inilah.Com, Kamis 26 Januari 2012

Konon sebelum melabrak 13 pejalan kaki di Tugu Tani Ahad lalu, Afriyani sempat menulis di status di Blackberry, bahwa ia merasa habis menabrak.

Foto-foto Afriyani di Inilah.Com

“Status BB #siNengApril sebelum kejadian.. Asli Serem Tweeps… Ketikanmu Kejadianmu…,” tulis aktivis Twitter Fahira Idris, Selasa (24/1).

Dalam ‘kicauan’-nya itu Fahira menyertakan foto status Blackberry (BB) lewat aplikasi ‘yfrog’ yang menunjukkan kalimat berikut: “Gile nih shabu2 gw ngefelay ampe sekarang. Berasa habis nabrak.” (Gila nih sabu saya melayang sampai sekarang. Merasa habis menabrak.)  Afriyani Susanti yang di Twitter hari-hari ini populer dengan hash tag #SiNengApril, menjadi tersangka setelah mobil yang dikemudikannya menabrak 13 pejalan kaki di Jl. Ridwan Rais, Tugu Tani, Gambir, Jakarta Pusat.

Sembilan orang tewas dan tiga lainnya luka-luka. Bahkan Afriyani dan tiga rekannya yang juga tersangka, positif menggunakan narkoba saat mengemudikan mobil tersebut.

Kita tidak tahu apakah benar itu status BB yang ditulis Afriyani. Beberapa rekan Fahira di Twitter mengatakan bahwa itu hoax, alias pemalsuan yang mengatasnamakan orang lain secara tidak bertanggung-jawab. Boleh jadi Fahira dan banyak para tweeps (pengguna twitter) lain menjadi korban hoax itu.

Berpikir positif

Namun yang tetap menarik adalah pertanyaan, “Apakah benar apa yang kita tulis bisa membawa dampak kepada diri kita sendiri?” Benarkah bahwa komunikasi ‘di bawah sadar’ kita akan terrealisasi menjadi sebuah kenyataan?

Banyak bukti dalam kehidupan sehari-hari memang membuktikan hal itu. Dalam psikologi komunikasi dikenal istilah self-fulfilling prophecy, yakni sebuah prediksi yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan hal itu menjadi kenyataan.

Sehingga jika Nona Yuli, misalnya, secara keliru meyakini bahwa pernikahannya akan gagal maka ketakutannya terhadap kegagalan itu akan menyebabkan dia benar-benar bercerai.

Menurut Thomas theorem, manusia bereaksi tidak saja terhadap situasi tempat ia sekarang berada, melainkan juga, dan lebih sering malah, terhadap situasi apa yang dipersepsinya dan kepada makna yang dinisbahkannya pada berbagai persepsi itu.

Maka katanya,” Jika dalam benak seseorang mempersepsi sebuah situasi seolah ‘kenyataan’, maka sebagai konsekuensinya ia benar-benar akan menjadi kenyataan.”

Bila sebelum memasuki suatu acara Anda berpikiran bahwa, ”para hadirin di acara itu pastilah orang-orang yang menyenangkan”, maka setelah Anda masuk ke ruangan tempat acara berlangsung, Anda akan menemukan banyak hal menggembirakan.

Hal itu merupakan konsekuensi, karena saat Anda memasuki ruang acara itu, Anda menebarkan senyum manis, tawa, dan menyapa kanan dan kiri, sehingga konsekuensinya semua orang merespon sikap positif Anda itu dengan penuh senyum dan kegembiraan pula.

Begitu pula sebaliknya: bila sebelum masuk sebuah pesta Anda menggerutu dalam hati, maka reaksi orang-orang terhadap Anda pun bakalan negatif, kecut dan menyebalkan – sehingga konsekuensinya gerutu Anda tadi mewujud menjadi sebuah kegeraman.

Ronda Byrne mengatakan hal itu sebagai hukum ketertarikan (The Law of Attraction).

Di dalam bukunya The Secret, Byrne menjelaskan bahwa, ‘keadaan Anda sekarang merupakan hasil dari pikiran dan perasaan Anda sebelumnya’. Lalu, apa yang Anda rasakan dan pikirkan sekarang akan sesuai dengan hasil di masa mendatang.

“Apa pun yang Anda fokuskan — tidak peduli apakah itu benar-benar Anda inginkan atau tidak — akan terwujud,” kata Byrne.

Itu sebabnya Anda dianjurkan mengubah segala pikiran dan perasaan Anda sekarang. “Fokuslah kepada apa yang Anda inginkan, dan jangan pernah memfokuskan diri pada apa yang tidak Anda inginkan,” kata Byrne.

Oleh karena itu, saat menyetir mobil lebih baik Anda bilang, ”Semoga jalanan lancar,” ketimbang mengatakan,”semoga jalanan tidak macet.”

Sebab bila kata ‘tidak macet’ menjadi fokus Anda, maka ‘hukum ketertarikan’ akan membawa konsekuensi pada setiap mobil dan motor dalam perjalanan Anda sehingga seolah-olah semuanya tertarik untuk memenuhi fokus kata ‘macet’ tadi, dan akibatnya Anda akan terjebak dalam kemacetan.

Oleh karena itu, kata Byrne, berusahalah untuk memfokuskan pikiran dan perasaan pada ‘kebalikan’ dari yang tidak Anda inginkan.

Itu semua memang berkaitan dengan persepsi kita. Dengan kata lain, persepsi kita sangat menentukan bagaimana kita melihat dunia, bagaimana orang menyikapi apa yang ada di hadapannya. Secara mikro, bagaimana persepsi mengontrol pesan yang disampaikan oleh panca indera kita ke pada ’sang komandan’ (otak) di kepala.

Yang dialami Afriyani boleh jadi demikian pula. Bila yang ditulisnya dalam status BB itu benar, maka sangat boleh jadi peristiwa ’menabrak’ itu mungkin sekali tergambar dalam benaknya lebih dulu, dan masuk ke dalam sub-conscious (alam bawah sadar)-nya. Sehingga ketika tiba saatnya, terlaksanalah apa yang secara tidak sadar diharapkannya terjadi, yakni melabrak belasan orang yang ada di sekitar PatungTani itu.

Ini mengingatkan kita pada placebo effect dalam dunia kedokteran. Berhubung ada pasien yang merasa ‘kalau belum disuntik ia tidak akan sembuh’, maka sementara dokter kadang menyuntik ‘air murni’ atau vitamin pada pasien. Benar saja, segera setelah suntikan itu menusuk kulitnya, sang pasien merasa lebih enak.

Dia tidak tahu, bahwa sesungguhnya sang dokter hanya memberikan placebo (berupa air murni atau vitamin) – dan mengubah persepsi di kepala sang pasien saja, sehingga ia (merasa) telah mendapat obat yang ampuh bagi penyakitnya.

Walhasil, kita jadi ingin mengatakan, meski kita dirundung malang, pikiran dan perasaan positiflah yang akan membantu kita mencapai masa depan lebih indah, berwarna-warni, dan lebih bermakna. Bukannya narkoba.

*) Konsultan Komunikasi, dosen di Program Pascasarjana Universitas Paramadina, dan alumnus MA in Journalism, UTS (Australia). @sbasria.

13 thoughts on “Afriyani dan Berpikir Positif

  1. Membaca tulisan ini, saya jadi teringat kembali film dokumentasi dan bukunya “The Secret” yang memang secara rasional dan emosional membawa kita kepada pemahaman bahwa pikiran kita dapat menentukan hasil yang kita dapatkan. Hal ini jelas terjadi karena pada umumnya “dari pikiran” muncul hasrat untuk adanya “tindakan” dan dari situ, “hasil” baik ataupun buruk pasti akan kita terima. Berbicara mengenai Afriyani, saya sendiri heran begitu kasus ini menjadi semakin heboh dan mendapat kecaman dari masyarakat luas. Saya sendiri sebagai salah satu pengguna BlackBerry sering mendapatkan BM berupa Link, foto editan serta informasi seputar Afriyani yang kebanyakan terkesan hoax dan hiperbola. Tentunya hal tersebut terjadi karena ada bagian dari pihak tertentu yang merasa benci dan ingin menunjukkan kemarahannya terhadap Afriyani kepada masyarakat luas. Saat kasus ini masih sering dibahas oleh media, beberapa teman saya juga sering menjadikan foto “wajah tanpa dosa” Afriyani sebagai Profile Picture BBM mereka. Tentunya bukan karena “ngefans”, tapi “menyindir” pihak bersangkutan. Saya sendiri percaya dengan namanya “sugesti”. Ketika kita “tidak menyukai” seseorang, secara sadar ataupun tidak, kita bisa menjadi semakin membenci orang tersebut ketika kita mendengar aneka informasi yang tidak baik tentangnya, bahkan kita cenderung memberitakan hal yang sama kepada orang lain agar mereka juga ikut membenci orang tersebut. Sekali nama tercoreng dan semakin berita menjelek-jelekkan, maka semakin jeleklah nama orang tersebut dan semakin percayalah kita terhadap hal itu. Selain Self Fulfilling Prophecy, ada teori lain yang menjelaskan hal ini, yaitu “Spiral of Silence” dari Elisabeth Noelle Neumann. Teori ini menjelaskan bahwa opini mayoritas seringkali yang dianggap benar dan disetujui sebagai “kebenaran” di dalam masyarakat. Sementara segelintir orang yang menganggap opini tersebut “palsu” atau “tidak benar”, mereka tidak dapat menentang karena takut “diasingkan” oleh masyarakat mayoritas yang mempercayai hal tersebut sebagai sebuah kebenaran. Singkat kata, “Jika pemikiran mayoritas orang percaya bahwa berita itu benar, maka berita tersebut niscaya dianggap memang sesuai kebenaran atau fakta”.

  2. Weh…. menarik tulisane. Tak sebarke yo… ben panjenengan oleh ganjaran. Amin.

    1. Matur nuwun, Komandan Winarto. Monggo silakan menyebarkan, sharing sesama teman. Semoga bermanfaat ya Mas.
      Hormat Komandan!
      Syafiq.

    1. Terima kasih Julisa… 🙂
      Kasih rating di artikel-artikel yang Anda baca ya. You keep up the spirit for studying too, dan semoga sukses selalu!

  3. In accordance to the wise words below:

    “When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.”
    or “Mestakung” (Semesta Mendukung)

    =)

    1. Benar, Rizka.
      Yang ada memang, “you are what you think”. Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Dalam Islam, terkenal hadis Qudsi yang mengatakan bahwa Tuhan itu memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan pikiran sang hamba. Bila ia bersangka-baik (husnudh-dzan), misalnya bahwa Tuhan akan mengabulkan doanya, maka benar, Dia Yang Maha Kuasa akan mengabulkan doa sang hamba. Biar keren, pakai bahasa Arab dikit ya: “Anaa fiy maa dhanniy ‘abdi biy.” Aku ini seperti apa yang ada di benak hamba-Ku.

      1. Terima kasih Bira… 🙂 Tapi nama saya Syafiq, bukan kue donat, eeeh,maksudnya bukan Syarif… Hehehe 🙂
        Bagaimana kabarnya Medan? Salam juga untuk Anda.

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s