Resep Komunikasi di Era Internet


Diduga, salah satu yang menjadi pertimbangan Presiden SBY dalam reshuffle October 2011 lalu adalah buruknya komunikasi internal, sehingga mengganggu kerja kementerian bersangkutan. Apa resep buat pemimpin agar bisa berkomunikasi dengan baik pada era Internet ini?

“Reshuffle dan Komunikasi Dua Arah“; Artikel di Inilah.Com 13 Oktober 2011.

Syafiq Basri Assegaff

English: Graph of internet users per 100 inhab...
Internet mengubah cara kita berkomunikasi

Bisa diduga salah satu yang menjadi pertimbangan Presiden SBY dalam reshuffle kabinet sekarang ini (October lalu – SB) adalah buruknya unjuk kerja kementerian bersangkutan.

Kita pun mengira bahwa buruknya performance itu sangat berkaitan dengan buruknya komunikasi di lembaga tersebut, baik ke luar maupun ke dalam – sehingga nama baiknya tidak sempat terangkat selama dua tahun belakangan ini.

Ada yang menenggarai bahwa boleh jadi sang pemimpin sebuah kementerian banyak berpromosi, tapi alih-alih dari mengangkat reputasi lembaga yang dipimpinnya, ia lebih suka menampilkan pribadinya sendiri.

Sementara itu, komunikasinya ke dalam tidak tergarap atau sama sekali terbengkalai. Padahal sesungguhnya komunikasi di dalam lembaga, sekolah, perusahaan atau organisasi apa pun adalah demikian penting bagi setiap manajemen yang ingin punya reputasi dan performance yang tinggi.

Hasil berbagai penelitian menemukan bahwa keberhasilan sebuah organisasi – baik lembaga pemerintah atau pun swasta – sangat tergantung pada seberapa efektifnya komunikasi internal di organisasi itu: antara pimpinan dan staf, secara horizontal mau pun vertical, di semua lini.

Komunikasi internal yang jernih, menyeluruh, tepat dan konsisten akan mendidik karyawan, membuat mereka menghargai nilai-nilai dan visi organisasi, berbagai program dan proyek, serta menjadi elemen utama dalam melibatkan karyawan agar tetap fokus, produktif dan menjaga komitmen.

Tapi komunikasi yang efektif memerlukan kerja keras – dan itu menyangkut beberapa hal penting. Beberapa di antaranya adalah bahwa pimpinan mesti menyediakan informasi yang tepat waktu (tidak terlambat) dan relevan, melalui saluran yang dipercaya pegawai, dan dalam bahasa yang mereka pahami.

Isi komunikasi yang disampaikannya juga mestilah dalam konteks dan alasan-alasan (rasional) untuk perubahan atau inisiatif baru yang berkaitan dengan organisasi atau perusahaan. Lebih khusus lagi, ia mesti berkenaan dengan unjuk kerja dan kebutuhan-kebutuhan para pekerja di semua unit kerja.

Meski kantor pusat organisasi ada di Jakarta, umpamanya, pimpinannya mesti memberikan kesempatan dan mendukung terciptanya suasana agar para supervisor di garis depan terus maju dan memimpin komunikasi yang efektif bersama timnya di daerah.

Yang juga mesti dicatat adalah meski kini Internet mengubah cara kita berkomunikasi, tetap saja komunikasi tatap-muka (face-to-face) harus menjadi andalan, sebab ia adalah media yang paling kaya. Ini penting untuk ditekankan dalam komunikasi internal, khususnya saat hendak menyelesaikan adanya konflik atau krisis, atau mengkomunikasikan perubahan besar dan merayakan keberhasilan (prestasi) bersama.

Di Internet, orang tidak tahu kalau kamu itu anjing…

Yang dilakukan Presiden SBY dalam menyiapkan reshuffle, misalnya, dapat menjadi contoh. Semua calon menteri, wakil menteri dan orang-orang terdekatnya diajaknya bicara secara tatap muka.

Tentu saja dalam tatap muka ini, kecakapan mendengar (listening skills) yang efektif sangat penting artinya, karena dengan ‘mendengar’ secara baik – yang membutuhkan sekitar separuh waktu untuk berkomunikasi – berbagai kesalahan dan kesalahpahaman akan terhindarkan.

Selain itu, mendengar yang efektif akan membantu mengungkapkan masalah yang tadinya tersembunyi, menghemat waktu, meningkatkan evaluasi dan dapat memfasilitasi pembinaan hubungan baik. Itu sebabnya siapa pun di semua lini organisasi mesti mengembangkan kecakapan mendengar (listening skills).

Sementara itu, belakangan ini kita berada dalam kemewahan fasilitas media sosial (social media), yang juga menjadi kanal untuk menciptakan dialog (dialogue-creating channels) yang sangat cepat dan ampuh.

Ia sekaligus dapat memberi kesempatan luas (empowerment) dan melibatkan karyawan dan anggota organisasi yang lain (termasuk para kontraktor di proyek yang jauh lokasinya).

Namun, meski media sosial ini kini menggeser media tradisional dan pemakaiannya, tapi seorang komunikator yang baik hendaknya tidak menghapuskan peran media tradisional. Mereka justru mesti pandai ‘meramu’ antara media baru dan tradisional lewat metode yang dapat membantu organisasi meraih tujuannya, dan sekaligus meningkatkan hubungan baik dengan publik di dalam atau pun di luar.

Metode apa pun yang dipakai, menteri, CEO atau pimpinan tertinggi sebuah organisasi harus selalu kelihatan dan nampak jelas sebagai kampiun utama dalam komunikasi internal. Ketertampakan (visibility) adalah yang pertama dan dasar paling utama untuk komunikasi ‘non-verbal’ bagi semua pimpinan (unit) yang lain.

Seorang pemimpin yang berhasil, mestilah memiliki gaya yang mengundang keterbukaan, mengajak diskusi berkelanjutan (ongoing) dan transparan, sehingga semua orang bersedia buka suara untuk memberi pendapat dan saran.

Tidak zamannya lagi seorang menteri atau siapa saja minta dijilat-jilat – atau ABS, Asal Bapak (atau Ibu) Senang. Dan prinsip itu harus ditekannnya secara jelas dan tegas sejak hari pertama ia memimpin. Selain itu, segala tindakan sang pimpinan dalam segala tingkatan haruslah sama dengan perkataan mereka.

Kata orang Inggris, “walk the talks,” jalankan apa yang dikatakan, dan katakan hanya apa yang akan dilaksanakan, demi kredibilitas pemimpin dan lembaga yang diasuhnya, dan agar dapat menciptakan kepercayaan, serta komitmen karyawan untuk mengikuti sang pimpinan.

Seorang pemimpin yang efektif mesti juga mendukung partisipasi anak buahnya dalam keputusan bersama, agar dapat menciptakan loyalitas dan komitmen, serta memperbaiki iklim komunikasi secara menyeluruh.

Pengambilan keputusan secara partisipatif juga sering memperbaiki kualitas keputusan yang diambil. Selain itu, pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi secara bersama-sama juga penting, demi membantu terbentuknya nilai-nilai yang dirasakan bersama, dan identitas organisasi.

Demikian pula acara sosial, ritus dan ritual (acara keagamaan) memberi kontribusi kepada organisai dan sekaligus merefleksikan budaya organisasi yang unik.

Secara ringkas, sebenarnya semua yang di atas itu merupakan perwujudan adanya komunikasi dialogis — yang berkelanjutan (terus menerus), yang merupakan dasar untuk memotivasi pegawai dan suksesnya organisasi.

Komunikasi dua-arah – atau dalam dunia Internet sekarang ini bisa dikatakan ‘ke segala arah’ — memberikan kesempatan diperolehnya masukan (feedback), yang sangat penting untuk pembelajaran dan memproses perubahan organisasi menuju perbaikan.

Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan khusus, komunikasi internal mesti membantu terciptanya (dan merefleksikan adanya) sebuah “budaya komunikasi”, sehingga karyawan pada semua tingkatan merasa bebas untuk menyumbangkan ide-ide, pendapat dan saran secara terbuka.

Hal ini akan meningkatkan pemahaman karyawan, membangun kepercayaan, merangsang keterlibatan dan mendukung keragaman yang lebih besar.

Terakhir, pimpinan sebuah organisasi hendaknya siap untuk melakukan pengujian hasil (measurement), mencari tahu apakah komunikasinya sukses atau tidak.

Melalui format dan pendekatan yang beragam, measurement akan membantu menetapkan masalah-masalah yang ada – sehingga tidak terjebak dalam ‘status quo’, dapat melihat kemajuan (progress), mengakses nilai-nilai, dan menyediakan dasar-dasar faktual untuk melihat jauh ke depan demi reputasi organisasi.

Dosen di LSPR, dan alumnus MA in Journalism, UTS (Australia). [mor]

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s