Anjing dan Cinta


Teman saya dari Itali, Chiara Vaccaro, mengirim undangan lewat Facebook, untuk ikut dalam ‘Cause’  menghimbau distop-nya pembantaian anjing-anjing di China. (Konon penyebabnya adalah kekuatiran menyebarnya penyakit ‘rabies’). “Stop Skinning Dogs Alive in China,” tulis himbauan itu.

Tak ada masalah dengan itu.

Tentu kita juga menyayangi binatang — apalagi anjing merupakan sahabat setia manusia. Ia juga hewan yang membantu orang-orang gua dalam Surat Kahfi – Ashabul Kahfi — yang diceritakan kisahnya dalam Al-Qur’an.

Tapi tak bisa dong berhenti di situ. Ada yang jauh lebih penting dari itu, ada yang di dekat kita, ada yang menyangkut manusia: Tragedi di Mesuji. Di salah satu daerah di Lampung itu kabarnya sejak 2008 sudah ada lebih dari 30-an rakyat kecil dibantai.

Aneh manusia ini. Apa sih yang dicari? Nyawa orang seolah lebih rendah dari anjing-anjing di China.

Lagi, jangan berhenti di situ. Kata kawan saya, di tempat lain bahkan anak-anak juga banyak jadi korban ‘kekuasaan’ orang dewasa. Kali ini, katanya, sang ‘penguasa’ justru orang yang dianggap ‘pelindung’ dalam agama.Yang dimaksudnya adalah pelecehan seksual kepada 20 ribuan anak kecil di Belanda, yang dilakukan para pastor dan pimpinan gereja Katolik di sana, sebagaimana diberitakan koran-koran Eropa. (Sumbernya ada di bawah catatan ini).

Memang boleh jadi kejahatan tidak selalu terkait agama tertentu.

Tapi, yang selalu mengganjal di kepala orang biasa, yang tidak berkuasa, tidak kaya, dan bukan pemimpin agama seperti kita adalah, “Apa yang dicari manusia di dunia ini, sehingga senang mengorbankan orang lain lewat berbagai bentuk kekerasan?”

Barangkali Anda yang membaca ini punya jawabnya?

Sebelum mendapat jawaban Anda, kawan lain menyela. Katanya, kita ini makhluk Tuhan, dan mesti mencintai sesama. Jangankan manusia, bahkan hewan pun mesti disayangi.  Saat hendak menyembelih hewan korban pun, kata kawan tadi, semua sapi dan kambing harus diperlakukan secara baik. “Hewan-hewan itu harus sudah berumur tertentu, harus diberi minum sebelum disembelih — dan pisau yang digunakan pun mesti benar-benar tajam sehingga tidak ada ‘penyiksaan’,” katanya.

Lalu, kawan lain menimpali: “Buat saya, agama kita adalah agama cinta. Untuk mengejawantahkannya, kecintaan kepada Tuhan harus diwujudkan lewat kecintaan pada Nabi saww,” katanya. “Dan untuk mencintai Nabi saww, kita mesti mencintai keluarga (Ahlul Bait)-nya — sesuai perintah dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi saww.”

“Oh, kamu benar…,” kata yang seorang lagi. “Kata penyair Zamachsyari: ‘Anjing saja masuk surga karena mencintai Ashabul-Kahfi. Maka, mana mungkin aku tidak beruntung mencintai Keluarga Nabi?'”

Sumber berita yang dipakai:

Silakan Beri Komentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s